Menteriasal Papua ini beralaÂsan, kementeriannya bukanlah kementerian teknis yang bisa mengambil langkah konkret daÂlam menangani kasus tersebut. "Tugas saya hanya mengimbau, mengadvokasi, bukan action di lapangan," ujar Menteri Yohana saat dijumpai di Gedung DPR, kemarin.
Seperti diberitakan, sebelumÂnya Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri berhasil menangÂkap pelaku perdagangan anak di bawah umur berinisial AR (41). AR 'menjual' bocah-bocah itu untuk memenuhi gairah seks kaum gay. Berikut ini wawancara Menteri Yohana saat menanggapi hasil temuan Mabes Polri tersebut;
Terkait kasus anak yang menjadi korban portitusi gay, apa yang sudah dilakukan kementerian Anda?Kami dampingi terus prosesnya di Bareskrim, mulai dari tes kesehatan yang sudah dilakukan. Kami juga akan mengupayakan pemulihan trauma para korban yang kebanyakan anak-anak itu.Kami sudah siapkan psikolog untuk menangani, jika nanti dibutuhkan. Karena hal terseÂbut yang paling darurat untuk dilakukan.
Apa hasil dari pendampinÂgan tersebut?Kami jadi tahu kalau sebagian besar korban perdagangan anak untuk kalangan gay itu tergiur karena diiming-imingi luasnya jaringan pergaulan di media sosial. Supaya bisa eksis. Secara ekonomi, mereka berasal dari keluarga mampu, sehingga merÂeka tidak kesulitan memenuhi kebutuhan hidup. Ini menunjukÂkan pengaruh media sosial yang kuat karena bisa memengaruhi mereka untuk masuk perangkap tersangka AR.
Dari hasil pendampingan itu apa action kementerian Anda?Kami terus melakukan koorÂdinasi dengan Kementerian Informasi dan Komunikasi untuk mengungkap jaringan-jaringan lain. Sindikat semacam ini termasuk sulit untuk dilacak. Selama ini kami ingin mendetekÂsi itu modus-modus terselubung, tapi susah untuk dideteksi.
Jika sulit dideteksi, artinya kementerian Anda juga tidak punya data tentang jumlah anak yang menjadi korban portitusi kaum homo dong?Kalau untuk kasus yang meÂlibatkan tersangka AR, saya belum mendapat data pasti menÂgenai jumlah anak yang masuk. Karena melalui medsos ini, kelihatannya AR mengajak dan mengimbau anak-anak itu. Tapi saya perkiraan ada lebih dari 99 anak. Sebab AR kan juga terindikasi bekerjasama dengan jaringan lain. Tapi kalau di luar kasus ini, saya yakin jumlahnya ribuan.
Waktu saya melakukan penÂdataan di beberapa daerah terkait korban jaringan perdagangan anak laki-laki ke penyuka sesaÂma jenis, kami mendapat data sedikitnya ada 3.000 anak yang masuk ke dalam jaringan itu. Dan itu data beberapa bulan lalu.
Itu di daerah mana saja?Tersebar di berbagai wilayah, tapi saya lupa data pastinya.
Lalu apa yang sudah kemenÂterian Anda lakukan untuk melindungi anak-anak itu?Kami sudah membentuk guÂgus tugas pencegahan dan penÂanganan TPPO (Tindak Pidana Perdangangan Orang) sebanyak 31 di tingkat Provinsi serta 192 di tingkat kabupaten/kota. Tapi itu juga masih belum cukup.
Kenapa bisa begitu?Hal ini terjadi karena sering kali TPPO merupakan kegÂiatan terselubung, yang jusÂtru mendapat restu dari keÂluarga. Sebab dianggap mampu memberikan lapangan kerja, meskipun dalam situasi terekÂsploitasi sehingga sangat tidak mudah memberantas TPPO.
Memangnya tidak ada upaÂya konkret yang bisa dilakuÂkan...Yang bisa kami lakukan hanyÂalah menetapkan TPPO sebagai salah satu program prioritas untuk diakhiri. Selain mengakhÂiri tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak juga harus mengakhiri kesenjangan ekonoÂmi pada perempuan. Program prioritas tersebut diberi nama
"three ends". ***
BERITA TERKAIT: