Saat itu,
Rakyat Merdeka baru saja selesai mengikuti Kongres Asosiasi MK dan Lembaga Sejenis Se-Asia, atau
Association of Asian Constitutional Court and Equivalent Institution (AACC) ketiga.
Dari BNDCC,
Rakyat Merdeka menuju Jalan By Pass I Gusti Ngurah Rai untuk kemuÂdian masuk ke Tol Bali Mandara. Tol yang selesai dibangun pada 2014 itu langsung terhubung ke pintu masuk bandara. Jarak antara BNDCC dengan Bandara Ngurah Rai hanya sekitar 16 kilometer (km).
Ketika
Rakyat Merdeka beÂrangkat, waktu menujukkan hampir jam 7 malam WITA, jalanan tidak macet. Sampai di Bandara Ngurah Rai sekitar 30 menit kemudian.
Sesampainya di bandara,
Rakyat Merdeka membayar Rp 57 riÂbu kepada pengemudi. Sebanyak Rp 50 ribu adalah tarif menganÂtarkan ke Bandara Ngurah Rai, sementara Rp 7 ribu merupakan pengganti biaya tol.
Rakyat Merdeka juga sempat menggunakan taksi dari bandara menuju hotel, ketika tiba pada Selasa tengah malam pekan lalu. Ketika itu, dari bandara ke hotel, tarifnya Rp 200 ribu. Hotel temÂpat
Rakyat Merdeka menginap hanya berjarak waktu 10 menit, jika berjalan kaki ke BNDCC.
Tarif itu pun ditentukan beÂgitu memasuki taksi. Sepanjang perjalanan, pengemudi tidak menyalakan mesin argometer. "Memang begitu kalau di banÂdara. Walau taksi resmi, sopirnya tetapkan harga sendiri," ujar lelaki berinisial M, pemilik salah satu biro travel di Bali
Makanya, M menyarankan kalau naik taksi, naik yang berÂlambang tertentu saja. "Jangan yang lain," ujarnya.
Bapak satu anak ini pun menÂyarankan untuk menggunakan moda transportasi berbasis aplikasi, atau online jika ingin menikmati Bali. Terutama untuk menuju ke tempat wisata yang letaknya berdekatan satu sama lainnya. Alasannya, menggunakan transportasi online lebih murah.
"Tapi kalau mau keliling Bali, ya harus sewa mobil. Di sini sewa mobil plus driver sekitar Rp 450 ribu-Rp 550 ribu per 10 jam. Itu kalau sekitar selatan dan agak ke tengah saja, tidak ke daerah utara kayak Pantai Lovina," ucapnya.
Menurut M, saat ini transÂportasi online cukup menjamur di Bali. Sebab, para pemilik kendaraan menyadari, kemajuan teknologi tidak bisa dilawan. Para wisatawan yang biasanya merupakan pengguna gadget, pasti akan memilih cara yang mudah dan cepat, yaitu dengan menggunakan layanan transÂportasi online. Mereka tidak mau lagi susah payah mencegat taksi di jalan, atau berlama-lama menunggu taksi yang dipesan.
"Kalau transportasi online kan terhubung dengan GPS. Jadi yang dapat order adalah diver terdekat, sehingga penumpang tidak terlalu lama menunggu," terangnya.
Rakyat Merdeka beberapa kali menggunakan jasa tranportasi online di Bali. Setelah memesan, kurang dari 15 menit kemudian, kendaraan yang ditunggu tiba. Hal berbeda terjadi ketika memeÂsan transportasi online di Bandara Ngurah Rai, Senin jelang tengah malam pekan lalu. Tidak ada satu sopir pun yang merespon.
"Kalau dari bandara mereka memang tak berani ambil penumpang, karena khawatir ketahuan. Kan sekarang transportasi online lagi banyak dilarang. Kecuali kalau ke bandara, mereka masih mau," tuturnya.
Sebagaimana diketahui, Gubernur Bali Made Mangku Pastika dengan tegas menyatakan penolakan terhadap angkutan online berbasis aplikasi seperti GrabCar, Uber Taxi, dan Go Car. Pastika menerbitkan SK No.551/2783/ DPIK tanggal 26 Februari 2016 untuk melarang operasional angkutan aplikasionline tersebut. Alasannya, transportasi beraplikasi online beroperasi tanpa mengikuti aturan yang telah ditetapkan pemerintah.
Kendati sudah dilarang, tetap banyak driver mobil online yang beroperasi. Mereka menÂcari penumpang secara semÂbunyi-sembunyi. Penumpang yang diambil pun dipilih secara hati-hati. Sebab, mereka tidak mau sampai ditangkap, apalagi kendaraannya dikandangkan oleh Dinas Perhubungan (Dishubtrans) Bali.
"Kalau kami ditangkap atau mobil dikandangkan, anak dan isÂtri mau makan apa? Jadi, terpaksa ngumpet-ngumpet begini," ujar salah seorang driver IWB.
IWB menyatakan, ia dan kawan-kawannya sebetulnya juga ingin menjadi transportasi resmi, seperti taksi di Bandara. Namun mereka tidak sanggung memÂbayar harga yang ditentukan, yaitu Rp 25 juta per tahun. Dia beranggapan, nominal tersebut terlalu besar bagi dia dan teman-temannya.
"Mau angkut penumpang di jalan tidak enak, karena sama saja merampas sumber pengÂhasilan rental mobil. Selain itu tidak efektif juga," terangnya.
Terkait syarat yang diajukan oleh pemerintah supaya angkutan online boleh beroperasi, IWB mengatakan, dirinya tidak bermaksud menentang kebijakan tersebut. Saat ini, ia sedangmenunggu giliran untuk melakuÂkan uji KIR. Uji layak jalan kenÂdaraan tersebut diatur oleh peruÂsahaan tempatnya bernaung.
"Sebetulnya uji KIR ini tidak perlu, mengingat kendaraan yang digunakan oleh kami biasanya baru, jadi tidak akan ber masalah. Begitu juga dengan SIM-nya. Kareka kami sudah terbiasa dengan SIM tersebut," ucapnya.
"Lalu untuk penggunaan plat nomor kuning, kami menolak karena khawatir harga mobilnya akan turun ketika dijual. Soalnya orang akan memandang ini sebaÂgai mobil bekas taksi," jelasnya.
Pelarangan ini juga dikeluhkan penumpang bernama Sri. Menurut dia, pelarangan transÂportasi online di Bali saat ini tidak tepat. Pasalnya, sebagai tempat wisata terkemuka, transportasi publik di Bali sangat minim. Selain taksi, dia cuma mengetahui adanya alat transÂportasi publik berbupa bus, yang bernama Sabargita.
"Saya tidak tahu naik busnya dimana. Tapi menurut saya, bus itu tak menjangkau seluruh wilayah. Di Nusa Dua dan Kuta, saya tidak pernah melihat busÂnya," kata dia.
Sri menambahkan, transporÂtasi yang cepat, mudah, dan murah dibutuhkan oleh para wisatawan yang tidak mengguÂnakan jasa travel agent. Kondisi seperti itu juga dibutuhkan oleh warga yang datang untuk uruÂsan pekerjaan, namun ingin menikmati Bali seperti dirinya. Sebab, tidak semua orang datang ke Bali dengan dana melimpah, sehingga segala kebutuhannya bisa terpenuhi dengan mudah.
"Kalau ada tempat menginap dan lokasi tugasnya masih di daerah Kuta atau Denpasar masih enak. Karena di wilayah itu komplit, apa saja ada dan mudah didapat kapan pun. Kalau di kawasan Nusa Dua seperti ini kan mau nyari makan malam yang murah saja agak sulit," ucapnya.
Dia menyarankan, sebelum ikut melarang transportasi online, seharusnya Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali menyiapkan sarana pendukungnya. Misalnya, memastikan adanya sarana transÂportasi publik yang memadai, murah, dan mudah digunakan. Tujuannya, supaya setiap orang yang berkunjung ke Bali bisa menikmatinya.
"Memang yang tidak mengÂgunakan travel agen umumnya turis lokal. Tapi, wisatawan mancanegara juga kan suka beraktivitas malam hari, dimana kegiatan itu berlangsung di luar agenda dari travel agen yang membawanya. Mereka tentu akan menjadi lebih nyaman kaÂlau ada transportasi publik yang memadai," sarannya.
Latar Belakang
Bali Ingin Ikuti Jakarta Kandangkan Mobil Online Yang Tak Ikuti Aturan
Keinginan sopir angkutan berbasis online yang sebelumnya meminta supaya kendaraan sewa berbasis online tidak berpelat kuning, tidak diuji KIR, dan tidak perlu SIM A umum, menÂjadi pertanyaan besar sejumlah pemerintah daerah.
Pasalnya, keputusan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) hingga kini tetap tegas melarang angkutan online beroperasi, jika tidak memenuhi tiga ketentuan tersebut. Setelah mendengar masukan dan saran dari sejumlah daerah, diputuskan tetap menoÂlak transportasi online yang tak memenuhi syarat itu.
Kemenhub saat pertemuan yang digelar beberapa waktu lalu bersama pihak dealer dan leasing kendaraan, tetap konsisten menerapkan aturan untuk angkutan yang berbasis online. Diantaranya untuk membedakan pribadi dan angkutan sewa, angkutan sewa harus plat kuning dan di sampingÂnya ada tempelan uji KIR.
Dari pihak produsen mobil dan leasing, diharuskan, kenÂdaraan untuk angkutan online yang dijual bukan atas nama pribadi, tapi atas nama PT atau koperasi, sehingga bisa membeÂdakan fungsinya.
"Rapat mendengarkan keluhan daerah dan usulan DKI Jakarta, Jawa Timur dan Bali yang kasusnya sama, dimana pihak online janji saja akan memenuhi persyaratan seperti halnya yang diharuskan oleh Peraturan Menteri (PM) Nomor 32 tahun 2016, tapi sampai saat ini tidak bisa dipenuhi sehingga Korlantas akan menegakkan aturan," ucap Kabid Perhubungan Darat Dishub Bali, Nengah Dawan Arya.
Dia menjelaskan, ada 6 provinsi di seluruh Indonesia yang menolak dengan tegas operasionÂal kendaraan berbasis online tanpa ijin di daerahnya. Seluruh daerah, menurutnya, meniru tindakan Gubernur Bali, Made Mangku Pastika yang diapresiasi oleh Kemenhub, yakni pertama kalinya mengeluarkan surat larangan.
Untuk itu, mereka sepakat tetap menolak aplikasi berbisnis angkutan tapi tak penuhi aturan di daerahnya. "Semuanya sepaÂkat tetap menolak. Sama kayak Bali, Provinsi Jatim, Jogya, Jabar, DKI dan Banten masih tetap menolak aplikasi online, kecuali mengikuti aturan yang berlaku," jelasnya.
Tidak hanya itu, Dishub Bali akan meniru langkah Dishub DKI Jakarta yang berani bertinÂdak tegas dengan mengkandangkan angkutan yang tertangkap basah menggunakan aplikasi online, tapi tak ikuti aturan. Mengingat hal itu sudah dikaji Dirlantas Polda Bali bersama pihak terkait lainnya untuk menÂgandangkan angkutan online di Bali yang tak ikuti aturan.
"Tetap harus megikuti Permen 32 tahun 2016. Jika tetap memÂbandel beroperasi, tentu bisa dikandangkan, tapi perlu koorÂdinasi dengan Ditlantas Polda Bali seperti yang dilakukan oleh Dishub DKI. Tinggal bicara lagi dengan Dirlantas, sehingga siap dengan petugas lapangan," tegasnya.
Untuk membuktikan keseriuÂsan, Kadishub Bali Ketut Artika MT bahkan sudah memerintahÂkan Kabid Darat untuk berkoorÂdinasi dengan pihak Dispenda, Satpol PP dan Dirlantas Polda Bali untuk segera melakukan operasi gabungan guna menindakangkutan berbasis online yang membandel. "Tadi sudah koorÂdinasi denganDispenda, dalam waktu dekat surat sedang disiapÂkan Dispenda," terangnya.
Dia menegaskan, Dishub Bali akan melakukan razia sampai 1 Oktober. Razia tersebut khusus dilakukan untuk menertibkan angkutan online. Angkutan online yang membandel, akan langsung dikandangkan oleh pihaknya.
"Jika angkutan online melangÂgar terus, maka kami akan terus tilang. Tapi kalau memenuhi ketentuan dan aturan, maka akan diperbolehkan beroperasi. Semua moda transportasi harus mengikuti aturan," tandasnya.
Gubernur Bali, Made Mangku Pastika dengan tegas menyataÂkan penolakan terhadap angkuÂtan online. Pastika menerbitkan SK No.551/2783/ DPIK tangÂgal 26 Februari 2016 untuk melarang operasional angkutan aplikasi online tersebut.
Alasannya, transportasi berapÂlikasi online beroperasi tanpa mengikuti aturan yang telah ditetapkan pemerintah. Apalagi, moda angkutan umum ini, diÂtuding menjadi pemicu bisnis transportasi semakin tidak sehat, seperti yang terjadi di negara berkembang lainnya. ***