Puluhan angkutan kota (angkot) warna biru berjejer dari dalam hingga ke pintu keluar Terminal Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Angkot yang posisinya agak di dalam, menunggu giliran untuk keluar mencari penumpang.
Sementara itu, angkot yang berada di area pintu keluar terminal, sudah dalam posisi menunggu penumpang (ngetem). Angkot-angkot yang ngetem ini, berbaris menutupi kedua sisi jalan keluar terminal, dan hanya menyisakan bagian tengah bagi rekan-rekannya yang tidak ingin ngetem di tempat itu.
Salah satu yang memilih ngeÂtem di situ adalah Indra, sopir angkot 16 jurusan Pasar Minggu-Kampung Melayu. Dia memilih ngetem tepat di depan warung kopi (warkop) yang terletak di ujung pintu keluar Terminal Pasar Minggu. Sepuluh menit lebih bapak satu anak itu ngeÂtem, tapi tidak ada satu pun penumpangyang menaiki angÂkotnya. Namun, dia memilih bertahan di situ.
"Habis kalau jalan sekarang juga sewa sepi. Mending nungÂgu dulu di sini. Biar nanti bisa sampai ke Kalibata, pas orang pulang kantor mulai keluar, jadi sewanya agak banyak," ujarnya ketika berbincang denganRakyat Merdeka.
Indra menyatakan, pukul 14.00 WIB-15.00 WIB adalah waktunya sepi penumpang bagi trayek angkot yang dikendarainya. Sebab, kebanyakan penumpang angkotnya adalah pengguna kereta, dan penumpang Metromini 75 yang keÂbanyakan adalah pekerja puÂlang kantor.
Mereka biasanya turun di bagian belakang Terminal Pasar Minggu, kemudian masuk ke dalam untuk mencari angkot yang ngetem di pintu keluar. Sementara itu buat pengguna kereta, kebanyakan adalah yang turun di Stasiun Kalibata.
"Yang turun di Stasiun Pasar Minggu juga ada. Tapi kebanyakan di Kalibata. Lalu masyarakat yang turun dari Metromini 75 juga sebenernya ada yang naik angkot ini. Cuma banyaknya itu pas jam pulang kantor," kata dia.
Menurut Indra, sekarang masyarakat biasa yang mengÂgunakan jasanya pada pagi dan siang hari sudah menyusut. Kebanyakan dari mereka sudah beralih menjadi pengguna jasa ojek berbasis aplikasi (online). Baru pada sore hari biasanya banyak yang mau menggunakan jasa angkot.
"Contohnya di Kalibata City. Dulu kalau ngetem di depan Kalibata City enak, ngetem bentar sewa udah penuh. Kalau sekarang susah, bisa-bisa engÂgak dapet penumpang satu pun. Soalnya mereka kan sudah pesen ojek. Begitu mereka keluar, ojeknya sudah nunggu di deÂpan," curhatnya.
Akibat situasi ini, lanjut Indra, pendapatannya turun drastis. Jika sebelumnya dirinya biasa memperoleh pendapatan koÂtor Rp 400-500 ribu per hari, sekarang dîrinya paling banyak hanya memperoleh Rp 300 ribu. Itu pun jika dirinya narik angkot seharian, sejak jam 5 pagi samÂpai 10 malam.
"Kalau narik setengah hari seperti sekarang, ya di bawah itu dapatnya. Akibatnya pendapatan bersih juga turun banyak. Kalau sebelumnya bisa Bawa pulang Rp 200-Rp 250 ribu per hari, sekarang Rp 100 ribu saja sudah canggih. Itu pun kadang masih nombok setoran," tuturnya.
Sebelumnya, Surat Keputusan (SK) mengenai penurunan tarif angkutan umum tersebut telah ditandatangani oleh Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama. Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishubtrans) DKI Jakarta pun telah menetapkan besaran tarif angkutan yang baru.
Rincian penurun tarif angkuÂtan umum tersebut, yakni tarif bus kecil (angkot) dari Rp 3.500 menjadi Rp 3.000, tarif bus seÂdang dari Rp 3.800 menjadi Rp 3.500 dan tarif bus besar dari Rp 3.800 menjadi Rp 3.500.
Sementara itu, tarif taksi flag fall atau buka pintu pertama turun dari Rp 7.500 menjadi Rp 6.500. Sedangkan tarif per kilometer turun dari Rp 4.000 menjadi Rp 3.500, waktu tunggu dari Rp 48.000 jadi Rp 42.000 atau turun 13 persen.
Terkait penetapan tarif baÂru ini, Indra mengaku belum mengetahuinya. Sampai Sabtu kemarin, sepengetahuannya tarif angkot tidak mengalami penurunan. "Sampai hari ini ongkos angkot tetap. Biasanya kalau ada keputusan soal tarif, pemberitahuannya dipasang di area terminal. Tapi sampai hari ini belum ada, dan saya harap tidak ada," ucapnya.
Indra menambahkan, seperti biasa, dirinya menarik ongkos Rp 6.000 kepada penumpang yang menaiki angkotnya dari Pasar Minggu sampai Kampung Melayu, dan sebaliknya. Untuk penumpang yang turun di Kalibata, dirinya hanya menÂgenakan tarif Rp 4.000.
"Kalau harus turun menjadi Rp 3.500 susah juga, soalnya setoran nggak turun. Bisa-bisa nombok makin sering dan makin banyak ini," ucapnya.
Indra mengaku, penurunan harga BBM yang berlaku mulai 1 April 2016, cuma terasa sedikit dampaknya. Jika biasanya ketika narik selama satu hari penuh dirinya menghabiskan Rp 120 ribu-Rp 130 ribu untuk beli solar, maka sekarang dia hanya mengeluarkan Rp 100 ribu. Jika biasanya saat narik angkot setengah hari dirinya harus mengeluarkan Rp 60 ribu-Rp 70 ribu untuk solar, maka sekarang dirinya hanya mengeluarkan Rp 50 ribu.
"Tapi kalau setoran tak turun, tetap saja berat. Soalnya walau penurunan harga BBM terasa, dampaknya nggak sebesar penuÂrunan pendapatan akibat sewa sepi," tuturnya.
Terkait soal sanksi yang kaÂtanya akan diberikan kepada sopir angkutan umum yang ogah menurunkan tarif, Indra mengaku pasrah. Sebab, diÂrinya dalam posisi serba salah. Jika tarif diturunkan, sementara setoran tetap dan pendapatan tidak membaik, maka dirinya hanya akan semakin sengsara jika menurunkan tarif. Kecuali pemerintah bisa menurunkan harga BBM, minimal sampai bisa menyamakan dampak penuÂrunan jumlah penumpang.
"Bukannya kami tak mau menurunkan tarif. Masalahnya kalau kondisinya begitu, kami cuma semakin babak belur kalau nurunin tarif. Mau demo juga percuma, nggak berhasil. Yang ada cuma kehilangan pendapaÂtan. Jadi kami cuma bisa pasrah dan berharap Pemprov DKI berÂbaik hati enggak ngasih sanksi," tukasnya.
Hal senada diungkapkan oleh Adi, sopir Metromini 75 jurusan Pasar Minggu-Blok M. Menurut dia, pendapatan mereka saat ini sangat memprihatinkan akibat banyaknya ojek online, sehingga tidak mungkin untuk menuÂrunkan tarif.
"Sekarang paling bawa pulang duit Rp 50 ribu-Rp 100 ribu. Itu juga sudah gas pol dari pagi. Kalau tarif turun tapi setoran tetap dan penumpang sepi, bisa-bisa pulang enggak bawa duit," tukasnya.
Adi pun berharap agar ketenÂtuan penurunan tarif dan sanksi itu dievaluasi lagi. Sebab, saat ini kondisi mereka sangat tidak memungkinkan. Apalagi, meski rejeki katanya sudah ditentukan, tetap saja harus diusahakan seÂcara maksimal.
"Saya harap sih nggak usah turun dan nggak ada sanksi, karena kondisinya lagi susah. Kecuali kalau nanti ada arahan dari metromini dan bos untuk nurunin tarif, ya pasti kami tuÂrunin. Karena kalau bos sudah nyuruh turunin ongkos kan setorannya juga pasti ikut turun," tandasnya. ***