Memangnya sudah berapa DPD yang dukung Anda?Saya selama menjadi Sekretaris Jenderal partai yang sekaÂrang ini sudah enam tahun dan selama ini selalu melakukan koÂmunikasi politik dengan mereka, dan selama menjadi Sekjen saya telah melakukan langkah-langkah yang mengedepankan kepentingan partai, tidak berÂpikir untuk diri saya sendiri. Kepentingan partai lebih utama dari kepentingan pribadi.
Contoh konkretnya?Awal tahun 2011 saya menÂgundurkan diri sebagai anggota DPR, dengan pertimbangan semata-mata fokus pada posisi saya sebagai Sekjen. Tahun 2011 saya juga ditawari Menteri oleh ARB (Aburizal Bakrie) untuk diusulkan dalam reshuffle kabiÂnet pada waktu itu, saya lagi-lagi menolak.
Karena saya masih Sekjen dan ingin prioritas. Pada tahun 2014, lagi-lagi saya tidak menÂcalonkan pada Pileg, meskipun ditandatangani oleh Ketua Umum dan Sekjen daftar caleg, tapi saya katakan jangan. Karena kita ingin konsentrasi.
Dan yang paling penting, ketika Partai Golkar mengalami dilema, ancaman tidak bisa ikut dalam pilkada pada tahun yang lalu, waktu itu inisiatif sendiri tanpa ada tekanan apa-apa, yang penting Partai Golkar ikut pilkada dan saya siap munÂdur sebagai Sekjen ketika itu, dan saya memanggil saudara (Zainuddin) Amali, Anda saja seÂbagai Sekjen. Saya mendatangi ARB dan JK untuk meyakinkan ini. Pengorbanan-pengorbanan seperti ini tentu diperlukan ketika menjadi pemimpin ke depan atau siapapun kita yang memiliki syahwat kekuasaan yang lebih tinggi.
Apabila Anda terpilih sebaÂgai Ketum, bersedia nggak diÂcapres atau dicawapreskan?Maka itu pandangan saya, ketua umum Partai Golkar tidak otomatis menjadi calon presiden atau wakil presiden 2019.
Kenapa?Karena paradigmanya beda, karena yang memilih ketua umum adalah para pemegang suara DPD I dan DPD II Partai Golkar dan Ormas. Tetapi calon presiden dan cawapres dipilih oleh rakyat, karena itu saya akan menciptakan sebuah sistem yang memberi peluang kepada seluÂruh kader partai Golkar untuk bersaing duduk pada posisi itu.
Caranya?Saya akan melakukan metodologi survei dengan lembaga survei yang independen, dan siapapun yang dikehendaki oleh rakyat, itulah yang ditetapkan di Golkar. Siapapun dia. Begitulah kalau Golkar ingin besar.
Memangnya Munas Golkar bisa berlangsung demokraÂtis?Tidak hanya demokratis, rekonsiliatif dan berkeadilan tetapi juga harus jujur dan berkualitas. Maka kata jujur itu tercermin pada proses-proses yang tidak diwarnai dengan money politics, pertimbangan matematis.
Sementara konsep berkualitas itu adalah bahwa mengedepankankonsep dan gagasan, yang diÂlakukan melalui perdebatan konseptual, agar ketua umum yang terpilih nanti mempunyai konsep yang jelas, ideologi yang tegas, jaringan sosial yang kuat.
Kenapa demikian?Saya melihat, ke depan ini pertarungan politik semakin terbuka. Karena itu, ketua umÂum yang terpilih melekat poÂtensi kematangan ideologis, intelektual, sosial dan politik itu penting. Kalau tidak punya kematangan politik maka akan lebih berorientasi pada lobi-lobi, bahkan bargaining yang menyimpang dari tujuan utama Partai Golkar.
Kabarnya KPK diminta dilÂibatkan untuk mengantisipasi money politics di Munas?Yang kita inginkan adanya kesadaran bersama dari semua calon ketua umum yang ada untuk mengakhiri cara-cara yang tidak bermoral, tidak bermartaÂbat, yaitu melegitimasi money politics, transaksional. Saya mencermati, sejak reformasi ketika praktik money politics marak di hampir semua partai termasuk Golkar, maka elekÂtabilitas partai dari waktu ke waktu semakin turun. Saya kira ini harus kita cermati semua.
Jadi uang itu tidak perlu?Kita perlu uang, tapi bukan satu-satunya yang penting, tapi baÂgaimana komitmen kerakyatan kita kalau Golkar menang di Pemilu yang akan datang. Tapi kalau hanya mengedepankan transaksi kemudian tidak muncul di tengah masyarakat, maka Golkar akan ditinggalkan oleh rakyat. ***
BERITA TERKAIT: