WAWANCARA

Muhammad Prasetyo: Deponering Hak Prerogatif Jaksa Agung, Biarkan Saja DPR Menolak

Senin, 15 Februari 2016, 08:10 WIB
Muhammad Prasetyo: Deponering Hak Prerogatif Jaksa Agung, Biarkan Saja DPR Menolak
Muhammad Prasetyo:net
rmol news logo Jaksa Agung Muhammad Prasetyo tak memper­masalahkan sikap Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang menolak surat pengajuan de­ponering untuk dua bekas pimpinan Komisi Pem­berantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad (AS) dan Bambang Widjojanto (BW) yang dijerat perkara pidana. Jaksa Pras menyebut, deponering merupakan hak prerogatifnya.

Sekadarinformasi deponering adalah hak yang diberikan kepada Jaksa Agung untuk mengesampingkan suatu perkara demi kepentingan umum. "(Deponering) Itu kan hak prerogatif saya. Biarkan saja kalau mereka menolaknya," kata Prasetyo menanggapi aksi peno­lakan DPR terhadap pengajuan deponering untuk AS dan BW.

Prasetyo menambahkan, pihaknya juga telah melakukan komunikasi dengan berbagai pihak terkait keputusan tersebut. Lembaga apa saja yang dimintai pendapat oleh Kejagung, berikut penjelasan Prasetyo.

Apa tanggapan Anda terkait aksi penolakan DPR terhadap rencana Anda menerbitkan deponering dalam kasus yang membelit AS dan BW?

Kan baru isunya begitu. Saya belum pernah menerima jawaban­nya secara resmi. Saya baru den­gar dari teman-teman semuanya.

Langkah kejaksaan selan­jutnya?

Kita tunggu seperti apa, yang pasti, supaya kita semua me­mahami bahwa deponering itu adalah kewenangan tunggal dari Jaksa Agung. Hak prerogatif dari Jaksa Agung.

Artinya penolakan dari DPR tidak ada gunanya?

Ya silakan artikan sendiri lah. Hak prerogatif kan.

Prosesnya biasanya berapa lama?

Ya nggak ada biasa-biasanyalah.Kita rekonsiliasi.

Siapa saja yang Anda minta pertimbangan?
Yang saya minta pertimban­gan itu ada beberapa pihak. Termasuk kita juga mendengarkan bagaimana pendapat dan aspirasi masyarakat. Apa yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat.

Apa pertimbangan Anda melakukan deponering?
Saya ingin katakan bahwa pemberantasan korupsi adalah kepentingan umum. Betapa tindak pidana korupsi, itu men­gakibatkan dan menimbulkan akibat yang luar biasa.

Dia bukan hanya merampas hak ekonomi, tapi juga sosial dan politik yang tidak boleh kita biarkan. Karenanya, tentunya kita tidak menghendaki pemberantasan korupsi terganggu oleh sebab apap­un, termasuk oleh perkara (yang membelit AS dan BW) ini.

Lho, mereka kan bukan lagi pimpinan KPK, apakah tetap mengganggu pemberantasan korupsi?
Semangat pemberantasan korupsi kan tidak selalu ke­tika mereka menjabat. Mereka bisa saja melakukannya sebelum menjabat, selama menjabat, dan setelah menjabat, ya semangat­nya sama. Ya kan? Dan semua orang tahu itu. Makanya saya ka­takan, jangan sampai terganggu semangat pemberantasan.

Seperti ada perlakuan khusus saja bagi keduanya...

Saya katakan sekali lagi, pem­berantasan korupsi ini adalah ke­pentingan umum. Kepentingan kita semua, dan ini yang harus kita jaga. Kita melihat korupsi seolah-olah tidak ada korbannya secara langsung. Beda dengan pembunuhan.

Langsung ada kor­ban, ada yang meninggal. Beda dengan penganiayaan, ada yang terluka. Korupsi ini pembunu­han pelan-pelan. Betapa dengan korupsi itu, jalan cepat rusak, sekolah cepat hancur, jalan cepat roboh, ya kan. Kita lihat semua itu. Harus kita berantas.

Apa saja lembaga negara lainnya yang dimintai penda­pat selain DPR?
Ada Mahkamah Agung (MA) kita minta pendapat. Masyarakat juga kita mintai pendapat juga saya dengar pendapatnya ya.

Dari kepolisian sudah P21, dan siap disidangkan, apakah sudah ada komunikasi dengan kepolisian selaku penyidik?
Yang jelas semua sudah kita mintai pendapat. Polri menyer­ahkan sepenuhnya kepada Jaksa Agung.

Berarti tidak ada gunanya kejaksaan minta pendapat dari lembaga lain?

Ya pada akhirnya seperti itu. Ini kan hak prerogatif.   ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA