Hal ini mengacu pada hasil temuan yang dilakukan Gerakan Pemuda Anshor, organ saya dari Ormas Islam PBNU baru-baru ini. Pada sekolah TK dan PAUD yang berada di kawasan Depok, Jawa Barat, GP Anshor menemukan buku yang di dalamnya terdapat banyak kalimat berbau unsur radikalisme.
"Ini menjadi pesan bagi kiÂta, bahwa penyebaran paham radikalisme tidak hanya identik dilakukan pada anak-anak muda dan orangtua saja. Anak-anak usia dini yang masih polos sudah dicekoki dengan paham radikalisme ini," ujar Wakil Ketua Umum GP Anshor Benny Rhamdani saat berbincang denÂgan
Rakyat Merdeka, kemarin.
Seperti apa isi buku yang diangÂgap GP Anshor sangat bermuatan paham radikalisme itu? Berikut wawancara selengkapnya :
Bisa diceritakan gimana awalnya GP Anshor memÂbongkar buku pelajaran untuk anak SD yang diduga berbau unsur radikalisme?Awalnya kami menerima lapoÂran dari orang tua siswa yang tinggal dikawasan Depok, Jawa Barat. Dalam laporan tersebut, orang tua itu menceritakan bila dirinya bingung saat anaknya bertanya tentang kata-kata yang berhubungan dengan gerakan teroris, seperti 'rela mati bela agama', 'gegana ada di mana', 'bila agama kita dihina kita tiada rela', 'basoka dibawa lari', 'seleÂsai raih bantai kiyai', dan 'kenapa fobia pada agama'. Orang tua itu pun lantas bertanya pada anaknya yang masih TK dari mana dapat kata-kata tersebut. Ternyata anak itu pun menunjukan buku pelajaÂrannya di sekolah yang berjuduÂlAnak Islam Suka Membaca.
Dari situ kami pun melakukan pengecekan terhadap buku yang tersebut. Hasilnya, kami dapat 32 kalimat yang mengarahkan kepada tindakan radikalisme di antaranya 'sabotase', 'gelora hati ke Saudi', 'bom', 'sahid di medan jihad', hingga 'cari lokasi di Kota Bekasi'. Kemudian ada juga kalimat dan kata-kata yang mengandung radikalisme seperti 'rela mati bela agama', 'gegana ada di mana', 'bila agama kita dihina kita tiada rela' dan sebaÂgainya.
Bukankah bisa saja penulis dari buku tersebut memang tidak memiliki unsur kesenÂgajaan apalagi menyebarkan doktrin radikalisme?Dalam mencari pengikut, banyak cara yang dilakukan teroris pada masyarakat. Nah buku yang ini, kami sebut upÂaya menanamkan bibit-bibit radikalisme pada anak usia dini. Banyaknya kalimat-kalimat berbau radikalisme dalam buku tersebut justru menjadi aneh kalau kemudian penulis tidak punya maksud apa-apa.
Apalagi ada 5 jilid buku yang ditemukan. Ironisnya, buku-buku itu sudah dicetak sejak 1999 dan terakhir 2005 yang sudah mencapai cetakan ke-167. Dari tahun 1999 hingga 2015, bisa kita bayangkan sudah berapa ribu eksemplar buku itu dibaca anak-anak. Anak-anak kita sudah didoktrin paham radikal selama bertahun-tahun lamanya.
Tapi terlalu dini juga bila mengkaitkan buku ini dengan ajaran radikalisme?Bayangkan di jilid lima ada kata seperti bantai kiai. Dalam analisa kami, buku ini dirancang untuk indoktrinasi dan inideÂologisasi. Buktinya ditemukan kata-kata manhaj batil, sahid di jalan, gegana ada dimana-mana. Mereka juga menanamkan nama-nama tokoh radikal yang anak TK tidak paham seperti bin Baz. Itu ulama garis keras dari Arab Saudi penganut paham salafi wahabi yang nama panjangnya kalau tidak salah Abdullah bin Baz. Mereka berusaha menanamkan ideologi keras sejak dini sekaÂligus menggambarkan ideologi dari penulis buku itu.
Setelah mengetahui temuan tersebut, lantas apa langkah selanjutnya yang dilakukan GP Anshor?Kami langsung mengirim surat resmi pada Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Dan kami bersyukur, surat kami langsung diproses. Mendikbud langsung mengeluarkan edaran untuk menarik buku-buku itu. Bahkan Mendikbud juga menÂgancam akan mencabut izin sekolah bila masih ditemukan penggunaan buku-buku terseÂbut. Mendikbud juga meminta agar penulis buku dan penerÂbitnya diekspose ke publik. Menurutnya, penulis dan penerÂbitnya harus diperiksa agar mereka ikut bertanggung jawab kepada publik.
Anda puas dengan reaksi dari Mendikbud?Sebenarnya, langkah yang dilakukan Mendikbud tidak lebih seperti pemadam kebakaran. Apalagi, kasus ini bukan baru pertama kali terjadi. Dulu pernah ada buku anak SD berbau unsur pornografi setelah ada laporan juga. Artinya, selama ini upaya pencegahan yang dilakukan peÂmerintah dalam peredaran buku-buku yang dianggap tidak pas untuk anak-anak masih kurang.
Menurut Anda seperti apa idealnya?Kami akui, pemerintah dalam hal ini Mendikbud tentu akan kedodoran bila harus mengawasi sendiri peredaran buku-buku seperti ini. Jadi, alangkah lebih baiknya dalam pengawasan ini Mendikbud membentuk badan khusus dengan melibatkan banÂyak kalangan, seperti kampus, orÂmas kepemudaan hingga tokoh-tokoh masyarakat. Agar setiap saat, badan khusus ini melakukan pemeriksaan terhadap peredaran buku yang tidak layak. ***
BERITA TERKAIT: