Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Calon Anggota Ombudsman Ditanya Apa Ijazahnya Palsu

Jalani Uji Kelayakan Di DPR

Rabu, 27 Januari 2016, 09:20 WIB
Calon Anggota Ombudsman Ditanya Apa Ijazahnya Palsu
foto:net
rmol news logo Komisi II DPR mulai menggelar uji kelayakan dan kepatutan terhadap 18 calon anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI) periode 2016-2021, kemarin.

Uji kelayakan dimulai pukul 14.30 WIB, atau molor setengahjam dari jadwal yang telah di­agendakan. Ketua Komisi II DPR Rambe Kamaruzzaman memimpin jalannya uji kelayakan,didampingi Lukman Edy dan Ahmad Riza Patria di Ruang Rapat Komisi II DPR di Gedung Kura-kura, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta.

Hari pertama, Selasa (26/1), ada enam calon anggota Ombudsman yang "diplonco" yaitu Adhar Hakim, Adrianus Eliasta Meliala, Ahmad Alamsyah Saragih, Ahmad Su’adi, Alvin Lie Ling Piao dan Amzulian Rifai.

Sebagai peserta pertama, Adhar Hakim dites selama satu setengah jam. Mengenakan batik lengan panjang, bekas Ketua ORI Nusa Tenggara Barat (NTB) ini, terlebih dahulu menjelaskan visi dan misinya selama lima menit. Hanya beberapa lembar kertas dan pulpen yang menemaninya.

Dengan penuh percaya diri, pria berkaca mata ini berharap ORI bisa tampil sebagai ma­ta-mata publik, sehingga bisa melakukan pengawasan terhadap pelayanan publik yang dilakukan seluruh lembaga pemerintah, di tingkat pusat maupun daerah.

Harapannya, agar seluruh lem­baga pemerintah bisa menjadi lembaga yang modern dan bisa melayani masyarakat dengan baik. "Bila pelayanan kepada masyarakat buruk, ORI sebagai garda terdepan dalam melakukan pengawasan," ucap Adhar.

Selain itu, dia juga meminta kewenangan ORI diperkuat agar bisa mengembalikan marwah dan tugas yang telah diamanatkanundang undang.

Tak lama usai menjelaskan visi dan misinya, Adhar ditanya anggota Komisi II Arteria Dahlan soal keaslian Ijazahnya. "Apa betul Bapak lulusan tahun 1992. Kami belum menerima aslinya. Jangan-jangan palsu," tanya politikus PDIP ini.

Tak cukup, Arteria memper­tanyakan jumlah kekayaan calon. "Berapa kekayaan Saudara, soal­nya belum dilaporkan secara jujur," cecar dia.

Belum cukup, politikus PDIP lainnya, Henry Yosodiningrat mempertanyakan niatan Adhar maju sebagai anggota ORI "Bagaimana meyakinkan bahwa Anda menjadi Ombudsman bukan hanya untuk mengejar jabatan? Bukan Hanya untuk mengejar gaji?" tanya Henry menggebu-nggebu.

Pertanyaan juga datang dari Asikin Sultan. Anggota Fraksi Gerindra ini mempertanyakan konsep agar ORI dipercaya masyarakat. "Sekarang masyarakat apatis. Apa yang akan Anda lakukan agar lembaga ini dikenal masyarakat," kata Asikin.

Terus dicecar, Adhar akhirnya menjawab satu persatu pertanyaan tersebut. Soal ijazah, dia mengaku baru dihubungi kesekretariatan Komisi II DPR kemarin. "Saat baru turun dari pesawat, ada SMS masuk untuk membawa ijazah asli. karena su­dah tidak memungkinkan, saya minta waktu minggu depan un­tuk melengkapinya," janji dia.

Adhar berjanji akan menun­jukkan ijazah asli bila memang dibutuhkan. "Bila Bapak-bapak ingin lihat, saya bisa tunjukkan. Saya janji akan membawanya," ucap dia.

Dia menambahkan, kekayaan­nya sebesar Rp 615 juta. "Paling berharga rumah di NTB seharga Rp 450 juta. Padahal tahun 2001, saya beli hanya Rp 50 juta," sebut dia. Terkait keinginan menjadi anggota ORI, Adhar mengaku betul-betul ingin mem­perjuangkan masyarakat yang hak-haknya dalam mendapatkan pelayanan publik dilanggar.

"Saya sudah punya pengala­man menyelesaikan masalah pelayanan publik di NTB. Ini akan menjadi modal dasar saya maju sebagai anggota ORI," jelasnya.

Bahkan, dirinya mengklaim pernah membantu masyarakat miskin yang ditolak pelayanan­nya di salah satu rumah sakit di Mataram. "Saat kejadian, masyarakat yang ditolak pelayanan­nya di rumah sakit, langsung lapor ke Ombudsman. Kami bergerak hari itu juga, akhirnya rumah sakit menerima setelah kami datangi," akunya.

Penasaran, Henry Yosodiningrat memotong jawaban Adhar. "Betul yang Saudara ucapkan? Jangan bohong. Apa betul Ombudsman NTB buka24 jam dan bisa melayani masyarakat sepanjang waktu. Tolong diberi­tahu saya, siapa pasiennya, jam berapa lapornya dan tanggal berapa. Saya catat ini," gertaknya.

Adhar lantas menyebut keja­diannya tahun 2013. "Tapi lebih lengkapnya, saya kasih datanya setelah ini. Karena saya lupa persis nama orang dan rumah sakitnya," ucapnya.

Peserta selanjutnya, Adrianus Meliala. Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) ini memilih melamar sebagai anggota ORI dibanding mendaftar kembali sebagai ang­gota Kompolnas yang akan berakhir masa jabatannya bulan Mei 2016.

Kesempatan pertama diguna­kan Adrianus untuk menyam­paikan visi dan misi selama 10 menit. Dengan menenteng tascoklat dan beberapa berkas, Guru Besar Universitas Indonesia (UI) ini akan lebih mengenalkan lembaga ombudsman kepada masyarakat. Caranya, dengan menggandeng media massa dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

"Agar semua tugas dan fungsi Ombudsman bisa lebih diketahui masyarakat," jelasnya.

Selain itu, dirinya juga mem­inta kewenangan yang sudah ada di Ombudsman agar digunakan semaksimal mungkin. Sebab, kewenangan lembaga ini lebih baik dibanding dengan lembaga yang dihuninya dahulu.

"Dulu kami hanya bisa mem­berikan rekomendasi, tidak bisa memanggil. Ombudsman bisa memanggil pimpinan lembaga bila rekomendasi tidak dijalank­an," jelasnya.

Mendapat penjelasan terse­but, Henry Yosodiningrat lantas mencecar Andrianus. "Anda masih mengajar," tanya Henry. "Masih. Tapi saya tidak menja­bat apapun di UI. Saya juga tidak mendapat tunjungan apapun," jawab Andrianus.

Belum puas, Henry kembali mencecar, bila terpilih apakah Adrianus akan meninggalkan status PNS-nya. "Kalau soal itu, saya tanya dulu ke Rektorat UI. Saya tidak bisa putuskan sekarang," elak Adrianus.

Tak lama kemudian, Arteria Dahlan kembali mencecar. "Harus diputuskan sekarang. Kalau tidak, kami lebih baik memilih yang lain. Jangan mengam­bang seperti itu," tanya anggora Fraksi PDIP ini.

Mendapat cecaran seperti itu, Andrianus hanya diam dan tidak melanjutkan jabawannya.Seakan belum puas, Henry kembali bertanya. Kali ini soal kelebihanAdrianus. "Apa kelebihan Saudara, sehingga saya pantas memilih Anda," tanya Arteria.

Dengan sigap Adrianus men­jawab. "Saya orangnya ngotot," tegasnya. "Terus sekarang apa kelemahan Anda," Henry ikut bertanya. Namun, Adrianus terlihat kesulitan menjawab dan hanya tersenyum.

Melihat ekspresi seperti itu, Henry lantas mencontohkan ketidakngototan Adrianus saat mendapat ultimatum Polri akan menjadi tersangka karena menuding Bareskrim sebagai ATM Polri.

"Kenapa waktu itu, Anda takut dan langsung meminta maaf. Bukannya ini Anda lemah," tanya Henry.

Adrianus lantas membela diri bahwa saat itu sebetulnya Kapolri Sutarman sudah akan mencabut ancamannya. Namun, karena agar enak dan ada alasan mencabut ancaman tersebut, akhirnya dirinya berinisiatif minta maaf.

"Saya tidak lemah. Bahkan setelah itu, ada Kapolri yang seharusnya 10 bulan lagi pensiun sudah diganti. Jadi sebetulnya siapa yang win the war," klaim dia.

November lalu, Pansel ORItelah menyerahkan 18 nama calon kepada Presiden Joko Widodo dan DPR. Calon-calon itu disaring dari total 269 orang yang mengikuti seleksi tahap awal. DPR pun harus memilih dan menetapkan sembilan dari 18 nama yang diajukan.

18 calon anggota ORIyang diajukan kepada DPR adalah Adhar Hakim, Adrianus Eliasta Meliala, Ahmad Alamsyah Saragih, Ahmad Suadi, Alvin Lie Ling Piao, Amzulian Rifai, Anung Didik Budi Karyadi, Dadan Suparjo Suharmawijaya, Djuni Thamrin, Gunarto, Helda Ritta Tirajoh, Hendra Nurtjahjo, Idham Ibty, La Ode Ida, Lely Pelitasari Soebekty, Ninik Rahayu, Rohina Budi Prihatin dan Sudarto. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA