Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

WAWANCARA

Rieke Diah Pitaloka: Ada Indikasi Invisible Hand Yang Mengatur BUMN

Jumat, 30 Oktober 2015, 09:19 WIB
Rieke Diah Pitaloka: Ada Indikasi Invisible Hand Yang Mengatur BUMN
Rieke Diah Pitaloka/net
rmol news logo Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini blak-blakan mengaku sudah mengantongi bukti-bukti awal dugaan malpraktek dalam tata kelola di PT Pelindo II. "Banyak temuan-temuan indikasi awal terjadinya mal­praktek dalam tata kelola di Pelindo II dan ini jelas pent­ing karena pelabuhan sektor vital," kata Rieke kepada Rakyat Merdeka. Apa saja indikasi awal malpraktek itu, simak wawancara selengkapnya:
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Apa temuan-temuan yang sudah didapat Pansus?
Dari temuan (audit) BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) misalnya sudah terlihat ada pengadaan-pengadaan barang yang sebetulnya itu tidak diper­lukan. Seperti pengadaan crane. Itu tidak diperlukan bahkan pengadaannya ditolak oleh dela­pan cabang pelabuhan. Delapan cabang pelabuhan itu mengung­kapkan tidak pernah mengajukan (pengadaan crane) tapi tetap saja pengadaan barangnya di­adakan.

Sebetulnya hampir setiap hari ada saja data yang datang kepada kami, tanpa ingin diketahui na­manya untuk alasan keamanan dan sebagainya. Tapi saya tidak mau terburu-buru meny­impulkan. Tapi pastinya kami sudah mendapatkan berbagai masukan penting termasuk data dan fakta dari orang-orang saksi hidup yang juga terlibat dalam beberapa keputusan. Mereka ada yang mengungkapkan ketika menolak sebuah keputusan, lalu mereka diminta untuk mundur atau dimundurkan.

Dan data-data itu semua sudah barang tentu harus kami cek lagi, setelah itu pihak-pihak terkait yang mengetahui kasus itu ten­tunya akan kami panggil.

Malprakteknya hanya terkait pengadaan crane saja?

Crane bermasalah iya, tetapi bukan berarti persoalan hanya ada di crane, bahkan ada indikasi invisible hand yang bisa meng­atur bagaimana alur keuangan dan alur jabatan di dalam BUMN ini. Dan ini tidak boleh kita bi­arkan terus menerus. Sekali lagi kami tidak ingin penanganan kasus ini hanya pada persoalan crane. Ini jauh lebih besar, di situ ada isu saya tidak menga­takan memang benar terjadi kasus, tetapi ada isu yang perlu diselidiki seperti perpanjangan konsesi (Pelindo II). Kasus Pelindo II ini menjadi strategis mengingat Desember 2015 ini kita masuk fase masyarakat ekonomi ASEAN, jelas makin pentingnya pelabuhan bagi neg­ara manapun, apalagi pemerintah menyatakan ingin menjadi poros maritim dunia. Bagaimana akan manjadi poros maritim dunia jika kemudian indikasi-indikasi (adanya malpraktek) itu benar adanya. Hal-hal seperti ini tentu saja menjadi penting dalam tata kelola BUMN, jangan sampai model yang sama kemudian di template ke BUMN-BUMN lain. Yang dekat ini ada kereta cepat misalnya, yang pembi­ayaannya melalui pinjaman luar negeri yang harus ditanggung tiga BUMN sehat.

Banyak kalangan menuding Pansus Pelindo II hanyalah tunggangan PDIP untuk me­lengserkan Dirut Pelindo II RJ Lino dan Menteri BUMN Rini Soemarno?
Saya kira ini bukan persoalan yang kecil yang akhirnya kita mengatakan, bahwa ini hanya ingin menembak orang per orang. Bagi kami orang per orang itu hanya sekadar efek dari persoalan yang ada. Tetapi ini lebih jelasnya adalah kita sedang berjuang un­tuk mengembalikan BUMN ini sesuai dengan amanat konstitusi. Bahwa aset BUMN adalah aset negara, jadi tidak boleh ia diper­lakukan dalam aksi korporasinya seperti sewasta murni. Itu tidak boleh. Ada payung hukum, yang harus ditaati.

Dalam koridor ini sebetulnya kami ingin kembali menegaskan kenapa harus ada pansus, dan kenapa kami memilih Pansus Pelindo II, kenapa tidak kasus-kasus yang lain. Alasannya ada­lah seperti kita ketahui logistik keluar-masuk barang, pangan, kebutuhan industri, semuanya lewat pelabuhan. Ketika ada per­soalan di pelabuhan biaya tinggi dan sebagainya, pastilah nyampe ke rakyat juga akan mahal.

Kalau sekadar target untuk menyasar seseorang saya kira DPR tidak akan kompak. Dan tentu saja kita tidak hanya fokus pada Pelindo sebagai satu satu­nya persoalan di BUMN. Tapi ini adalah pintu masuk untuk membenahi BUMN.

Kapan Menteri BUMN dan menteri lainnya dipanggil un­tuk diminta keterangan?
Ya tentunya menteri-men­teri terkait lainnya, tak hanya Menteri Kemaritiman, Menteri Perhubungan dan Menteri BUMN saja. Dari Komisi IX mengusulkan memanggil Menaker terkait persoalan ketenagakerjaan di Pelindo-nya.

Para pakar hukum, maritim juga akan kami panggil untuk memperkuat argumentasi su­paya pansus ini sasarannya tidak hanya orang per orang. Sekali lagi pansus ini bukan berdasar­kan opini personal, atau opini fraksi partai tertentu, tapi sekali lagi kami ingin jadikan ini pintu masuk untuk menyelamatkan aset negara.

Tujuan akhir dari Pansus ini apa sih?

Ini adalah pintu masuk kita untuk membenahi BUMN. Ada persoalan enggak di BUMN kita? Kalau tidak ada persoalan, paling tidak (keuangan BUMN) enggak perlu disuntik terus-terusan.

Berkaca dari Pansus Century, bagaimana upaya Anda agar Pansus Pelindo II tidak sia-sia?
Ya tentu saja, endingnya itu kami berharap ada sesuatu yang benar-benar bukan sekadar ngawang-ngawang lalu heboh di depan. Saya tidak mau itu semua terjadi. Jangan sampai udah bikin pansus angket kemudian terakhirnya tidak ada hasil apa-apa. Hasil akhirnya nanti tentu harus ada rekomendasinya.

RJ Lino disebut-sebut ke­mungkinan besar yang akan dijerat?
Belum tentu juga, itu sudah tendensius, belum bisa dikata­kan RJ Lino bersalah. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA