Selain itu, Dianto menolak hukum kebiri juga lantaran hingga kini belum ada satu pun negara yang bisa membuktikan secara statistik bahwa penerapan hukum kebiri itu berhasil menuÂrunkan tingkat kejahatan seksual terhadap anak.
Apa pandangan Anda terkait wacana Perppu hukum kebiri bagi pelaku paidofil? Kalau menurunkan kualitas diri seseorang itu, maka hukuman itu klasifikasinya ya melanggar (HAM).
Kenapa bisa demikian?
Yang paling penting kan beÂgini, perilaku atau tindakan pidana itu tidak dihukum dengan kekerasan. Jadi persepektif huÂkuman itu kan sekarang bukan menghukum. Tapi mengembaliÂkan seseorang kepada harkatnya sebagai manusia yang beradab.
Tapi kan saat ini anak-anak Indonesia yang menjadi korÂban paidofil sudah cukup banyak. Hampir seluruhnya meninggal tragis dengan konÂdisi mengenaskan, bagaimana Anda melihat fakta tersebut? Tidak ada yang membantah bahwa tindakan kriminal, keÂjahatan seksual kepada anak-anak sudah mengkhawatirkan. Nggak ada yang membantah itu. Saya juga nggak membanÂtah itu. Bahwa angkanya juga bertambah, itu memang realitanya begitu. Tetapi responsnya bukan dengan cara seperti tadi.
Lantas seperti apa merÂespons realitas tersebut? Kalau penghukuman itu diÂmaksudkan supaya orang kapok, maka itu kan nggak terbukti juga. Di sejumlah negara yang sudah menerapkan itu kan harÂus kita periksa. Apakah sejak hukum itu diterapkan terjadi penurunan kejahatan seksual terÂhadap anak-anak? Kalau nggak meaning-nya apa, selain sebuah upaya sistematik negara menguÂrangi kualitas hidup seseorang.
Tapi bukankah pelaku paidofil itu layak dijatuhkan hukuman berat? Bahwa harus dihukum berat, iya. Tapi kan bisa dipikirkan cara lain menghukumnya tadi. Juga dalam persepktif yang lain, bahwa menghukum tidak pada mengurangi kualitas pada kediÂrian atau kehidupan seseorang.
Jadi sebaiknya bagaimana? Kalau kita tarik dari ujung yang paling hilir dari penghukuÂman itu, itu memang pengadilan harus memberikan hukuman yang berat. Dan pembinaan si terdakwa itu nanti di daÂlam Lembaga Pemasyarakatan secara khusus agar mereka tidak mengulangi perbuatannya, gitu. Itu yang harus dilakukan. Hukumlah seberat-beratnya tapi juga upayakan semaksimal mungkin, supaya mereka tidak mengulangi.
Bukankah dengan jalan mengebiri praktis mereka tidak bisa mengulangi? Mengkebiri itu apa pun benÂtuknya kan sama saja seperti hukum rajam, mencuri potong tangan. Kan gitu. Hukuman itu bukan dengan cara menguÂrangi kualitas kemanusiaannya. Lagipula itu kan persoalan di hilirnya. Di bagian tengah-tengah, itu berarti memang ada yang harus kita perbaiki. Dalam sistem sosial, pengasuhan anak, dan sebagainya terkait dengan semakin terbukanya tindakan-tindakan kriminal seksual terhÂadap anak-anak.
Kalau di bagian hulu? Yang paling hulu itu penceÂgahan. Sekarang siapa yang berpikir sungguh-sungguh dari pemerintahan ini untuk mencegah terjadinya kejahaÂtan-kejahatan seksual terhadap anak-anak. Misalnya kejahatan seksual terhadap anak-anak di sekolah. Apakah di sekolah sudah mengembangkan sistem sendiri untuk meminimalisir kemungkiÂnan-kemungkinan itu. Apakah ada suatu sistem di masyarakat yang bisa mengeliminir kemungkinan-kemungkinan itu. Itu lebih baik energinya dipikirkan ke situ, dariÂpada kita mengambil jalan pintas.
Jadi kebiri itu jalan pintas? Ini kayak jalan pintas sebetulÂnya. Jadi, pemerintah sekarang ini senangnya berpikir jalan pintas. Misalnya mengurangi kejahatan narkoba, hukum mati aja bandarnya. Nggak ada bukti atau angka statistik yang memÂbuktikan bahwa semakin banyak bandar narkoba dihukum mati, kejahatan narkoba berkurang.
Sekarang juga untuk membikin jera para penikmat seks anak-anak, supaya mereka tidak melakukan tindak kriminal seksual khususnya terhadap anak-anak, udah dikebiri saja.
Bagaimana kalau pengeÂbirian dilakukan dengan teknologi kedokteran yang modern. Apa juga bisa disebut tidak beradab? Walaupun digunakan teknologi paling modern dalam ilmu kedokteran yang bagus sekalipun tidak mengurangi maknanya bahwa menghukum itu seperti mengurangi kualitas seseorang. ***
BERITA TERKAIT: