WAWANCARA

Nila Farid Moeloek: Gubernur Tetapkan Tanggap Darurat Agar Pemerintah Pusat Bisa Segera Bantu

Selasa, 27 Oktober 2015, 08:17 WIB
Nila Farid Moeloek: Gubernur Tetapkan Tanggap Darurat Agar Pemerintah Pusat Bisa Segera Bantu
Nila Farid Moeloek/net
rmol news logo Asap kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan makin menggila. Berdasarkan catatan Humas BNPB Su­topo Purwo Nugroho, terhitung sudah setelah dua bulan kabut asap membekap wilayah Sumatera dan Kaliman­tan 43 juta jiwa sudah terpapar dampak negatif asap yang mengandung partikel beracun bagi tubuh manusia.

Operasi pemadaman besar-besaran menggunakan bantuan asing tak menurunkan jumlah titik api. Sebaliknya justru titik-titik api baru bermunculan. Korban meninggal semakin banyak di kalangan bayi, anak balita, dan usia lanjut. Kementerian Kesehatan berjibaku mengh­adapi dampak kesehatan dari bencana itu:

Kondisi kesehatan warga yang terpapar kabut asap semakin parah, bantuan pemerintah dinilai tidak mencu­kupi, ini bagaimana?

Ya ini sudah darurat keseha­tan, tidak bisa dibiarkan. Dari data Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) yang telah kami terima, bagi kami sekarang telah terjadi darurat kesehatan. Kami minta gubernur tetapkan tang­gap darurat supaya pemerintah pusat bisa bantu, status darurat kesehatan ditetapkan ketika pemerintah daerah menyatakan perlu dukungan untuk mengatasi masalah di wilayahnya sendiri. Saat itulah, pemerintah pusat wajib mengulurkan bantuan.

Saat ini kondisinya bukankah sudah darurat, tapi be­lum ada bantuan berarti dari pemerintah pusat?
Kementerian Kesehatan se­jauh ini telah mengirimkan bantuan logistik dan tenaga kesehatan guna menanggulangi dampak kesehatan akibat pa­paran asap. Sampai dengan26 Oktober 2015, telah dikirim­kan 37,806.4 ton bantuan yang terdiri dari obat-obatan, masker, oxygen, MP(Makanan Pendamping) air susu ibu bagi bayi, PMT (Pemberian Makanan Tambahan) bagi ibu hamil. Bantuan tersebut disalurkan ke provinsi Aceh, kepulauan Riau, Sumetera Selatan, Sumatera utara, bangka Belitung, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Utara. Sementara untuk tenaga kesehatan telah dikirimkan 2 dokter spesialis anak dan paru/penyakit da­lam, 2 dokter umum dan 1 perawat masing-masing dari RS. Fatmawati, RSCM, RSPersahabatan, RSSardjito, RS. Karyadi, RS. Hasan Sadikin, RS. Muhamad Husain, RS. Adam Malik, dan RS. Jamil Padang. Semua bantuan yang dikirimkan berasal dari dana operasional Kemenkes. Sedangkan untuk obat-obatan dan sejumlah alat kesehatan diambil dari cadan­gan Kemenkes. Tim kesehatan dikirim dari berbagai rumah sakit vertikal Kemenkes. Mereka bertugas di kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah mulai 25 Oktober 2015 kemarin.

Menurut laporan dari Posko kesehatan di Riau, stok masker sudah habis, ini bagaimana?
Kami akan distribusikan kembali 125 ribu masker per kabupaten/kota, di mana ada 97 kabupaten/kota yang akan mendapatkannya.

Bantuan Apa lagi yang sua­dah disipakan?

Saat ini kami telah menye­diakan tenda isolasi yang di­lengkapi air purifier di Provinsi Kalteng tiga unit, Riau tiga unit, dan Jambi satu unit. Di masing-masing tenda tersebut sudah ada dokter yang siap menangani warga yang membutuhkan pe­layanan medis.

Selain bantuan medis?

Ya selain itu penting juga melakukan edukasi ke masyarakat yang terdampak asap. Untuk itu Pemerintah akan secepatnya membuat film edu­kasi kesehatan di televisi lokal. Pemerintah juga akan mendis­tribusikan poster dan pamflet agar warga paham dampak asap terhadap kesehatan.

Karena terbatasnya bantuan pemerintah, berbagai usaha untuk mengatasi masalah per­napasan warga di Sumatera dan Kalimantan mengguna­kan tabung oksigen buatan sendiri. Bagaimana menurut Anda?
Dalam hal tersebut saya mem­peringatkan agar masyarakat tidak sembarangan dalam peng­gunaannya. Secara ilmu kedok­teran, masyarakat harus hati-hati dengan penggunaan alat bantu pemberian oksigen karena tidak boleh berlebihan. Kalau terlalu berlebihan pemberiannya, mis­alnya pada anak-anak, itu bisa membahayakan paru-parunya. Jadi harus dengan indikasi yang tepat.

Sebaiknya masyarakat me­minta bantuan tenaga medis, karena pemberian oksigen harus diukur dulu, khususnya untuk anak-anak dan balita yang uku­ran paru-parunya masih kecil. Sementara itu, bantuan yang kita (pemerintah) berikan dalam ben­tuk tabung oksigen dan oxycan memang sudah sesuai standar, tapi penggunaannya tetap harus diawasi tenaga kesehatan.  ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA