WAWANCARA

Lukman Hakim Saifuddin: Mungkin Ada Pihak-pihak Yang Ingin Membenturkan Antarumat Beragama

Senin, 26 Oktober 2015, 09:25 WIB
Lukman Hakim Saifuddin: Mungkin Ada Pihak-pihak Yang Ingin Membenturkan Antarumat Beragama
Lukman Hakim Saifuddin/net
rmol news logo Peristiwa bentrok antarumat beragama masih saja sering terjadi. Peritiwa penyerangan ter­hadap umat Islam ketika saat melaksanakan salat Id di Tolikara, Papua hingga bentrok yang berujung pembakaran gereja di Aceh Singkil menambah deretan panjang catatan merah kasus intoleransi umat beragama. Kenapa masalah intoleransi ini masih sering terjadi, simak wawancara Rakyat Merde­ka dengan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin berikut ini:

Masalah intoleransi antar umat beragama masih saja terjadi, ini bagaimana?
(Kejadian) itu bahwa adalah peringatan bagi kita, tidak hanya bagi pemerintah khususnya pusat maupun daerah, tapi juga aparat penegak hukum kita, para tokoh-tokoh masyarakat, para tokoh-tokoh agama, para tokoh-tokoh ormas Islam, dan kita semua bahwa kita harus lebih bijak, harus lebih arif, dan taat hukum.

Salah satu pemicu terjadi konflik antarumat beragama adalah terkait izin pendirian ru­mah ibadah. Bagaimana upaya Anda agar peristiwa serupa tak terjadi lagi di kemudian hari?
Dalam menyikapi hal-hal yang terkait dengan rumah iba­dah ini. Pemerintah memastikan akan mengevaluasi Peraturan Bersama Menteri (PBM) Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 tentang pedoman pelaksanaan tugas kepala daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan forum kerukunan umat beragama, dan pendirian rumah ibadat. Evaluasi ini bukan mengarah pada pencabutan PBM tetapi penyempurnaan. Evaluasi itu harus dilakukan untuk melihat apakah ada bagian-bagian ter­tentu yang harus disempurnakan dari PBM itu, tetapi tidak meng­hilangkan semuanya.

Penyempurnaan harus di­maknai dengan melihat bagian-bagian yang bila dimungkinkan perlu dihilangkan, atau sebaliknya ada bagian-bagian yang belum cukup kuat, sehingga belum cukup tegas dan perlu penam­bahan. Evaluasi PBM itu, akan sejalan dengan penyelesaianRUU perlindungan umat beragama. Salah satu yang akan dibahas misalnya berkaitan dengan syarat pendirian rumah ibadah.

Memang aturan main dalam pendirian rumah ibadah itu saat ini seperti apa?
Saat ini, dalam pasal 14 ayat 2 PBM berbunyi pendirian rumah ibadat harus memenuhi per­syaratan khusus meliputi, daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) pengguna rumah ibadah paling sedikit 90 orang yang di­sahkan pejabat setempat, dukun­gan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa, reko­mendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota, dan rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/kota.

Bunyi pasal 14 ini diperkuat lagi dalam pasal 16 ayat 1 yang berbunyi, permohonan pendi­rian rumah ibadat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 diaju­kan oleh panitia pembangunan rumah ibadat kepada bupati/walikota untuk memperoleh IMB rumah ibadat.

Justru (soal izin dari warga yang sering dianggap mem­beratkan pendirian rumah iba­dah) inilah yang menjadi ta­hap penyelesaian dalam RUU perlindungan umat beragama. Itulah kenapa kita mendengar pandangan-pandangan dari or­mas keagamaan, tokoh-tokoh agama, dari berbagai kalan­gan, termasuk juga tentu dari pers. Pemerintah akan melihat secara menyeluruh mengenai PBM. Namun, sejauh ini belum menerima masukan mengenai perlunya pencabutan PBM.

Dorongan evaluasi PBM ini muncul setelah peristiwa pembakaran rumah ibadah di Aceh Singkil?
Persoalan di Aceh sebenarnya tidak boleh dilihat parsial. Makanya Presiden Joko Widodo meminta berhati-hati dan melihat persoalan secara me­nyeluruh, sebab persoalan Aceh dalam kaitannya peristiwa di Singkil itu tidak sepenuhnya persoalan agama. Boleh jadi ada kepentingan-kepentingan lain yang kemudian ikut terlibat se­bagai pemicu munculnya kasus di Singkil itu. Oleh karenanya harus dilihat secara menyeluruh, secara komprehensif.

Yang jelas untuk pendirian ru­mah ibadah itu harus senantiasa mengacu pada ketentuan hukum, pada ketentuan peraturan seperti juga penolakan terhadap rencana atau proses pendirian rumah ibadah juga itupun harus berlandaskan prosedur ketentuan hukum yang berlaku. Artinya baik yang ingin mendirikan rumah ibadah maupun yang menolak keberadaan rumah ibadah itu tidak boleh main hakim sendiri. Karena bagaimanapun juga kita adalah negara hukum. Indonesia adalah negara yang beragam yang majemuk yang Bhineka Tunggal Ika, sekaligus berdasar hukum. Karenanya terkait pembangunan rumah ibadah pun juga harus menjunjung tinggi hu­kum tidak main hakim sendiri.

Upaya untuk mencegah Intoleransi lainnya apa?
Kita terus mensosialisasikan lewat pendidikan, lewat per­temuan-pertemuan dalam forum kerukunan umat beragama, da­lam berbagai event atau kegaitan-kegiatan kita terus tekankan bagaiamanapun juga ke-Indone­siaan kita yang beragam ini harus disikapi dengan penuh kearifan, dengan menjunjung tinggi se­mangat toleransi.

Selain lewat kurikulum yang berisi hal-hal yang menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi, kita juga mengadakan program-pro­gram lain misalnya pertukaran guru-guru agama yang beda agama. Ada forum-forum dialog di antara mereka itu juga dalam rangka mengedepankan nilai-nilai toleransi.

Dari peristiwa bentrok yang terjadi adakah kemungkinan campur tangan dari pihak- pihak yang sengaja ingin me­mecah belah kerukunan demi sebuh proyek?
Iya tentu hal seperti itu tak tertutup kemungkinan, bagaimanapun juga Indonesia adalah bangsa dengan sumber daya alamnya luar biasa, banyak kepentingan pihak-pihak lain di dalamnya.

Dan tidak tertutup kemung­kinan memang ada pihak-pihak yang ingin membenturkan antarumat beragama ini dengan mengangkat isu-isu sensitif seperti pro-kontra terkait pendirian rumah ibadah. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA