Pelaut & Enginer Kita Sehebat McGyver, Sayang Kurang Mampu Berbahasa Inggris

Jumat, 23 Oktober 2015, 17:20 WIB
Pelaut & Enginer Kita Sehebat McGyver, Sayang Kurang Mampu Berbahasa Inggris
rmol news logo Urat takut Agustin Fitriyah sepertinya sudah putus. Keseharian perempuan berusia 34 tahun ini akrab dengan lautan. Dia lebih suka menaklukkan gelombang dan arus laut yang dahsyat dibandingkan kemacetan Jakarta.

"Di daratan, saya stres melihat macet,” kata Agustin, saat diwawancarai eksklusif tim Rakyat Merdeka Ratna Susilowati, Kartika Sari, Aditya Nugroho dan Siswanto. Wawancara berlangsung dalam suasana santai sambil makan siang di Mall Summarecon Bekasi, Sabtu (10/10).

Agustin boleh dibilang wanita langka. Indonesia baru punya satu nahkoda wanita di kapal tanker. Ngobrol dengannya cair. Langsung klik, seperti bicara dengan teman lama. "Padahal saya lebih sering ketemu ikan lho, daripada ketemu orang ha...ha...ha..," kelakarnya sambil tertawa lebar.

Pernahkah Anda mengalami kejadian menyeramkan, misalnya seperti menghadapi perompak?

Saya nggak takut sama perompak. Pelaut hanya takut sama badai, kapal kandas, bocor atau kebakaran, ha...ha...ha... Pernah sih dengar kisah seorang teman saat menghadapi perompak. Kru dibuang ke laut, dan justru itu diselamatkan. Perompak sandera nahkodanya, sekian bulan. Kapal dijual dan minyaknya diambil. Saya pernah berlayar dengan kapal penuh lobang peluru. Kabarnya itu pernah ditembaki pemberontak saat zaman operasi militer di Aceh.

Agustin bekerja untuk Pertamina sejak 2007. Mengangkut ribuan liter bahan bakar minyak (BBM) untuk didistribusikan hingga ke sudut-sudut pulau di wilayah Indonesia.

Wilayah Indonesia mana yang cukup rawan dan pernah dilabuhi?

Saya pernah ke Kolonedale, sekitar perbatasan Filipina dan Sulawesi Tengah. Itu jalur yang bagus, tapi sama sekali tak ada tanda-tanda lalulintas lautnya. Jadi, pakai ilmu sakti. Tanpa panduan, hanya menggunakan ilmu nelayan, melihat angin, melihat arus. Saat seperti itu, jika tiba-tiba melihat speedboat melaju kencang, kita bersiap, regu jaga harus ditambah.

Kami sering baca berita, adanya muatan BBM yang berkurang atau hilang di tengah laut. Bagaimana hal itu bisa terjadi ya?


Muatan berkurang belum tentu hilang. Minyak itu sifatnya menguap. Ada faktor density, temperatur dan sebagainya. Saya belum pernah lihat atau mengalami ada minyak hilang karena ada yang diam-diam menjual.

Pernahkah mengalami perlakuan diskriminatif karena alasan gender?

Bukan diskriminatif. Tapi kadang ada lelaki yang underestimate (meremehkan) terhadap kemampuan perempuan. Misalnya, wanita tidak mungkin melek dan jaga kapal dari jam 12 malam sampai jam 4 pagi. Padahal, perlakuan pendidik terhadap murid laki-laki dan wanita di sekolah pelaut ya sama. Merayap bareng, dan segala macam perlakuan lain ya sama.

Katanya, pelaut mata keranjang...Ha...ha...ha... Bukannya orang jahat lebih banyak di darat daripada di laut? Sejak saya jadi kadet (taruna calon pelaut) tidak pernah digoda-goda kok. Mereka respek. Soal mata keranjang, ya tergantung orangnya. Kalau kita tidak linjeh-linjeh, ya nggak mungkin digodain he...he...he...
Nenek moyang kita katanya seorang pelaut.

Sebenarnya, kemampuan pelaut Indonesia seberapa hebat sih?


Pelaut dan engineer Indonesia harusnya dibayar mahal, karena kemampuan mereka jauh lebih hebat dibanding pelaut luar negeri. Kekurangan banyak pelaut kita kurang percaya diri. Misalnya, karena kurang mampu berbahasa Inggris. Padahal, keahliannya luar biasa. Engineer-nya saya ibaratkan sebagus McGyver ha...ha...ha... (McGyver adalah tokoh film seri di tahun 80-an yang jago mengotak-atik segala macam peralatan-red)

Pernahkah mengalami kejadian luar biasa di lautan?


Saya pernah melihat saat-saat lautan lebih terang dari langit. Waktu itu jabatan saya Mualim 2 (Chief Officer pengatur arah navigasi). Tengah malam, tapi laut terang sekali seperti ada lampunya, dan terang itu mengikuti jalur kapal kita. Menurut Google sih, kemungkinan sekelompok ikan jenis tertentu. Tapi, saya merasakan itu kuasa Tuhan. Pada saat yang lain, saya pernah melihat cahaya dari awan jatuh persis ke kanan dan kiri kapal. Membentuk seperti tiang yang terang sekali. Air laut seperti berputar, lalu cahayanya naik lagi ke langit.

Itu mungkin bagian dari pengalaman spiritual ya...

Saya tidak tahu. Tapi sejak itu, saya tak mau lagi bersikap sok-sokan, apalagi sama Tuhan. Bicara apapun, kalau di kapal harus lebih hati-hati. Tidak boleh gampang lempar omongan. Saya pernah mengalami, ada kru menggampangkan situasi. Pas kapal mau sandar, enam kapal di depan tidak melihat kami. Hampir nabrak, untunglah, kabut yang menyelimuti kapal kami akhirnya hilang.

Bagaimana pengalaman menghadapi masalah?

Wanita biasanya cepat panik. Kalau saya panik, semua kru bisa panik dan kapal bisa kandas beneran. Meskipun hati saya panik, saya mencoba tertawa saja. Kalau Captain-nya tertawa saat menghadapi masalah, ya anak buah bisa senyum. Takdir di tangan Tuhan, kalau kita saatnya mati ya mati.

Apa kelebihan dan kekurangan nahkoda wanita dibandingkan lelaki?


Mengendalikan kapal tanker itu sulit. Kalau salah prosedur, ya risikonya siap-siap dipanggil Yang Kuasa. Saya merasa perempuan jadi nahkoda itu kelebihannya lebih detail melihat persoalan. Tapi, kekurangannya, mudah main perasaan. Apalagi kalau ada alasan menyangkut keluarga, kita sering mengalah. Saat jadi Chief Officer, saya galak. Tapi kini orang lebih mengenal saya sebagai Captain yang suka memberi makan, tapi nggak suka makan ha...ha...ha...

Agustin bercerita, sebenarnya dia orang yang gampang makan. Tapi, menu kesukaannya jarang tersaji di kapal. Makanan kesukaannya: tempe, tahu, sambal dan ikan asin. Di kapal, kadang dia minta dimasakkan botok (parutan kepala dan ikan teri dipepes-red).

Bagaimana caranya menginspirasi pelaut wanita supaya bisa jadi nahkoda seperti Anda?


Harusnya makin banyak pelaut wanita jadi nahkoda. Wanita bisa dan mampu kok. Saat ini saya sedang mengkader Mualim 1 wanita dan berharap suatu saat dia bisa jadi nahkoda. Peluang terbuka lebar, kesempatan banyak. Tinggal kemauan saja. Sayangnya, banyak wanita pelaut yang mundur setelah menikah. Mungkin karena keadaan mereka tidak memungkinkan.

Padahal menurut saya, lebih enak dan nyaman di lautan. Berbulan-bulan saya di kapal tak ada apa-apa. Di daratan malah stres, liat macet, mikirin tagihan ha...ha...ha... ... Saat saya hamil, saya diturunkan dari kapal. Bukannya baik malah keguguran. Mungkin bagi saya, daratan itu mudah membuat stres. ***
 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA