Padahal, menurut Rokhmin, anggaran yang diplot untuk Kementerian Perikanan dan Kelautan (KKP) yang saat ini dipimpin Menteri Susi Pudjiastuti bisa dibilang terbesar sepaÂnjang sejarah berdirinya KKP yakni hingga Rp 10,5 triliun. Sayangnya besaran anggaran itu tak berhasil mendongkrak pendapatan sektor perikanan seperti yang yang dijanjikan Menteri Susi yang ketika itu mengatakan akan menaikkan PNBP tahun 2015 hingga 508 persen atau Rp 1,27 triliun, dari target sebelumnya yang hanya Rp 250 miliar. Berikut ini wawancara Rakyat Merdeka bersama Rokhmin Dahuri;
Bagaimana Anda menilai pengelolaan KKP saat ini?Saya ingin objektif saja, kalau menilai Kementerian Kelautan dalam hal pengelolaannya itu ya dasarnya; Pertama, kemenÂterian itu mampu memecahkan masalah internal sektornya, kemudian kedua bagaimana dari sektornya bisa berkonstribusi memecahkan persoalan bangsa.
Kalau di sektor internal, anda melihat apa masalah terbesar saat ini?
Masalah pertama dan palÂing utama saat ini adalah soal kemiskinan nelayan, juga terÂmasuk budidaya ikan. Masalah kedua adalah belum optimalÂnya pemanfaatan sumber daya akuakultur, perikanan budidaya. Menurut data saya itu baru 15 persen. Dari potensinya 57 juta ton per tahun, tahun lalu yang baru dihasilkan 12 juta ton. Masalah berikutnya adalah mengenai daya saing produk kita. Sektor industri pengoÂlahan kita itu belum optimal juga. Kemudian baru masalah ilegal fishing, pengrusakan lingkungan.
Anda melihat kebijakan Menteri Kelautan saat ini bagaimana?Kebijakan yang benar itu kan kebijakan yang berimbang antara ekonomi, lingkungan ekologi dan penegakan kedaulaÂtan. Cuma karena persoalan bangsa saat ini adalah pengangÂguran dan kemiskinan harusnya sesuai dengan kampanye Pak Jokowi yang ingin menjadikan kelautan sebagai poros maritim dunia. Harusnya sumber daya kelautan bisa jadi sumber perÂtumbuhan, sumber lapangan kerja dan seterusnya.
Faktanya...Hampir semua menurun. Produksi, nilai ekspor. Bisa dilihat di sini (Rokhmin menunÂjukkan data BPS yang diolah Ditjen P2HP KKP: Volume ekÂspor hasil perikanan tahun 2015 turun menjadi -14,91 persen, sementara nilai ekspornya turun menjadi -8,57 persen dibandingÂkan tahun 2014). PNBP pada masa saya Rp 400 miliar lalu setelah itu turun menjadi Rp 200 miliar. Sekarang malah baru terkumpul Rp 30 miliar kan. Itu karena banyak usaha perikanan dimatikan.
Apa penyebabnya?Kebijakan yang tidak berÂimbang. Harusnya kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan itu seimbang, bukan hanya sifatnya yang 'ngerem' dan mematikan.
Maksud anda?Ibu Susi menurut saya, dia mendikotomikan antara meÂlindungi lingkungan dengan pertumbuhan ekonomi. Padahal, maaf-maaf dalam ilmunya itu bisa mengawinkan. Jadi konÂservasi terpenuhi, pertumbuhan ekonomi tercapai. Jadi saat ini tujuannya untuk menyelesaikan masalah, malah menimbulkan masalah.
Jadi aspek mana yang harus menjadi fokus Menteri Susi?Aspek ekonomi atau keseÂjahteraan, aspek kelestarian lingÂkungan, dan aspek penegakan kedaulatan. Tetapi
policy KKP sekarang ini jauh atau boleh dibilang hanya fokus di bidang
illegal fishing. Kemudian hampir semua yang modern dipandang seolah-olah merusak, sehingga udang vaname dilarang. Maaf-maaf siapa yang bisa menguasai laut seluas itu. Jadi menurut saya, jurus ibu Susi itu salah, jika hanya mengandalkan pada penegakan hukum. Sementara nelayan kita dengan Permen 2 tahun 2015 tentang pelarangan dua alat tangkap yang harusnya efektif, jadi malah mati.
Jadi, anda tidak setuju denÂgan gebrakan Menteri Susi memberantas illegal fishing?Saya setuju pada kebijakan beliau soal
illegal fishing, saya juga setuju mengenai konservasi dan sumber daya ikan ya, tetapi caranya salah, mematikan semua usaha. Harusnya seimbang.
Kalau pemberantasan illeÂgal fishing tidak fokus sumber daya kelautan kita akan makin dikuras?Jadi sebenarnya akar masalahÂnya itu karena nelayan kita engÂgak mampu mendayagunakan sumber daya laut yang selama ini dicuri asing. Dari 680 ribu kapal ikan miliki Indonesia itu yang tergolong modern yang berat bobotnya di atas 30 gross ton itu hanya sekitar 1 persen. Itu yang mampu menjangkau laut tengah, natuna, arafura, zona-zona ekslusif, laut suÂlawesi yang selama ini dicuriin. Permasalahan di situ memang ada kelakuan maaf-maaf oknum pagar makan tanaman.
Bukankah dengan pemberÂantasan illegal fishing, hasil perikananan tangkap kita akan meningkat?Kalau perikanan tangkap kan, ibarat dagang platform itu sudah mentok sekitar 6,5 juta per tahun dalam tiga dekade terakhir. Itu kalau bisa ditangkap semua ya. Kalau dibudidaya kan bisa 60 juta ton per tahun. Kalau hanya mengandalkan perikanan tangÂkap untuk konsumsi domestik saja sesuai standar WHO, ngÂgak cukup. Penangkapan itu nggak bisa ditingkatkan karena itu alam. Sementara sekarang budidaya dikerdilin.
Lantas siapa yang harusnya fokus memberantas illegal fishing? Tugas utama
illegal fishing itu ya Bakamla (Badan Keamanan Laut). Kalaupun Ibu Susi meliÂhat bahwa ada yang pagar maÂkan tanaman, tidak usah terjun langsung, dor (sampaikan) aja di sidang kabinet.
Jadi apa jurus paling efektif menurut Anda?Jurusnya itu kalau menurut saya ya ekonomi. Bagaimana memberdayakan nelayan kita agar mampu memanfaatkan sumber daya ikan yang selama ini dicuri. Kalau untuk penegaÂkan hukum misalnya dari 100 kapal ikan Indonesia, satu di antaranya harus ada kapal TNI Angkatan Laut, untuk membekÂing itu. ***
BERITA TERKAIT: