WAWANCARA

KH Hasyim Muzadi: Diduga Ada Jaringan Yang Menjadikan Konflik Antarumat Beragama Sebagai Proyek

Selasa, 20 Oktober 2015, 08:15 WIB
KH Hasyim Muzadi: Diduga Ada Jaringan Yang Menjadikan Konflik Antarumat Beragama Sebagai Proyek
KH Hasyim Muzadi/net
rmol news logo Anggota Wantimpres bidang Kesra dan Keagamaan ini mengelus dada begitu mendengar berita peristiwa ben­trok hingga pembakaran Gereja di Aceh Singkil. Bekas Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ini menduga ada pihak-pihak yang berupaya mendesain konflik antaru­mat beragama di Indonesia. "Ini baru dugaan lho, tetapi ada indikasi-indikasinya," ujar pria yang akrab disapa Abah ini ketika dihubungi Rakyat Merdeka. Lalu apa indikasinya, berikut wawancara selengkapnya;

Anda menduga ada yang mendesain konflik antarumat beragama di Indonesia, apa indikasinya?
Pada tanggal 1 Ramadhan yang lalu, tepatnya tanggal 18 Juli saya bertepatan ada di Den Haag, Belanda. Jam 9 pagi tang­gal 18 itu, Geert Wilders Ketua Partai Kebebasan di Belanda, yang suka menghujat Islam itu mengadakan deklarasi kartun Nabi Muhammad. Semula deklarasi itu mau diadakan di kan­tor parlemen, tapi oleh parlemen Belanda ditolak karena berisiko hubungan antar- negara. Akhirnya oleh Great Wilder itu diumumkan sendiri kartunnya itu.

Lalu hubungannya den­gan konflik antar agama di Indonesia?

Itu tanggal 18 Juli, 1 Ramadhan ya. Nah kemudian tanggal 1 Syawal terjadi peristiwa di Tolikara. Kemudian Idul Adha tidak terjadi karena ada penga­manan. Nah 1 Muharram terjadi dua peristiwa, pertama di Singkil itu, yang kedua penghinaan Tuhan di pabrik sandal di Gresik.

Jadi apa kejanggalan di ba­lik rentetan kejadian itu?

Di Aceh kan jarang ada konf­lik lintas agama, ini kok terjadi. Nah di Gresik ada sandal yang bertulisan Muhammad, bertu­lisan Allah. Itu Muharram juga.

Jadi Anda mau mengatakan ada pihak-pihak yang mendi­sain peristiwa itu semua?
Nah ini yang perlu diinves­tigasi, sehingga bangsa kita tidak selalu dipermainkan oleh ambisi-ambisi yang lain, gitu. Maka dengan demikian perlu dua pendekatan. Pertama sisi hukum kita, yang kedua ke­mungkinan adanya network nasional dan internasional yang memang memproyektir konflik lintas umat beragama.

Lalu, apa kepetingan mereka?
Ya itu kan kepentingan poli­tik, mulai Papua, Aceh, Gresik, masak kepentingan agama. Jadi agama ini dikorbanin un­tuk kepentingan non-agama. Dan banyak yang mengambil manfaat dari situ. Ini perlu ada pencerahan-pencerahan kepada tokoh agama di daerah. Karena kalau tidak diberi pencerahan, dikira membakar gereja itu dapat pahala. Padahal dia sedang diadu oleh kepentingan-kepentingan yang di luar agama itu sendiri sebenarnya. Yakni merusak citra dan kondisi Indonesia secara keseluruhan. Itu finalnya.

Kenapa mereka masuknya lewat agama. Kan bisa melalui politik atau ekonomi lang­sung?

Karena pengrusakan itu tidak hanya melalui ekonomi dan poli­tik. Tapi pengrusakan bisa juga melalui agama. Kalau melalui agama itu lebih murah harganya. Cukup dua liter bensin, yang satu untuk membakar masjid, yang satu untuk membakar gereja. Sudah tawuran sendiri kan. Kalau yang lainkan pros­esnya panjang. Ini semuanya harus disadari oleh semua civil society kita.

Seberapa besar peran civil society dalam konflik ini?
Banyak civil society di negeri kita yang pekerjaannya me­laporkan ke luar negeri tentang konflik-konflik itu tanpa me­nyelesaikan di dalam negerinya sendiri. Sebagai warga negara kenapa melaporkan ke luar negeri dan memberikan amunisi ke orang luar untuk menyerang Indonesia. Nah ini semuanya harus terlihat kalau persoalannya ingin selesai.

Lantas baiknya seperti apa?
Harus diingatkan, bahwa pekerjaan you itu kurang sehat. Mestinya dia duduk bersama-sa­ma sesama bangsa menyelesai­kan konflik, bukan melaporkan ke luar negeri, supaya hantamin Indonesia.

Tapi banyak kalangan khususnya dari tokoh agama di daerah belum memahami betul apa kepentingan di balik masalah ini?
Masalah yang saya sampaikan perlu diinformasikan ke tokoh-tokoh agama. Baik di tingkat nasional maupun regional, agar mereka tidak jadi ayam aduan dari kemauan orang lain.

Langkah yang ditempuh pemerintah saat ini sudah tepat belum?
Ya sesungguhnya langkah teorinya sudah. Tapi prakteknya yang masih kurang terkonsoli­dasi. Seperti upaya-upaya untuk menenangkan agama itu kan tugas negara telah dilakukan, tetapi belum sempurna. Oleh karenanya harus ada penger­tian dari tokoh-tokoh agama di daerah yang ini dijadikan um­pan konflik untuk kepentingan di luar agama itu sendiri. Nah selama ini kan kalau ada konflik saling tuduh, saling maki gitu aja. Padahal dia sedang dikonf­likkan orang.

Jadi apa yang harus dilaku­kan Pemerintah?
Yang pertama itu bagaimanapun juga harus ditegakkan hukum yang semestinya. Karena ini adalah masalah kriminal yang menggunakan selubung agama. Karena agama tidak menyuruh membakar gereja. Yang mem­bakar gereja itu kan orang yang beragama bukan agamanya. Nah itu harus dihukum semestinya. Kenapa selama ini berlanjut terus, karena sering juga hukum itu tumpul.

Apa arahan seperti itu sudah disampaikan ke Presiden?
Ya saya tidak menunggu ara­han, tapi saya selalu menyampaikan itu kepada Beliau. Itu kan tugas saya di Wantimpres untuk memberikan konstelasi bagaima­na sesungguhnya masalah konf­lik agama di Indonesia. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA