WAWANCARA

Azwar Abubakar: Sukanya Bikin Peraturan yang Membuat Pengusaha Makin Sulit Berkembang

Jumat, 16 Oktober 2015, 08:10 WIB
Azwar Abubakar: Sukanya Bikin Peraturan yang Membuat Pengusaha Makin Sulit Berkembang
Azwar Abubakar/net
rmol news logo MenPAN & RB era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini lama tak nongol. Kendati begitu bukan berarti dia tidak mengikuti perkembangan pemerintahan saat ini utamanya sekali terkait kemajuan lembaga yang dulu pernah dipimpinnya yakni KemenPAN & RB. Dia melihat, sejumlah terobosan reformasi birokrasi yang diluncur­kan pada masa kepemimpinannya banyak yang sudah berjalan, meski diakuinya masih ada jarak antara yang dicita-citakan dengan kondisi saat ini.

Karena memang diakuinya, mereformasi birokrasi tidak semudah membalikkan telapak tangan dan tidak bisa pula dilaku­kan sendirian oleh MenPAN-RB. Bekas orang nomor satu Aceh ini mengatakan, meski KemenPAN bukanlah kementerian portofolio, namun perannya sangat strategis untuk meningkatkan daya saing bangsa. "KemenPAN juga partner semua kementerian, lembaga dan daerah," ujar Azwar Abubakar saat berbincang dengan Rakyat Merdeka di Jakarta. Berikut ini wawancara selengkapnya;

Sebenarnya apa tujuan re­formasi birokrasi itu?
Yang pertama membangun in­tegritas. Ini dimulai dengan zona antikorupsi. Yang paling perlu dia membangun pengawasan internal yang lebih independen, yang lebih kompeten. Yang kedua meningkatkan pelayanan publik, baik pelayanan masyarakat, pendidikan, administrasi, dan pelayanan publik kepada dunia usaha. Ini penting sekali. Itu untuk memudahkan dalam per­izinan. Kenapa orang bisa dua hari, kenapa kita 12 hari.

Birokrasi itu harus mampu menciptakan peraturan-peraturan yang memudahkan, mendorong bukan mempersulit. Banyak kali izinnya, banyak kali prose­durnya. Sehingga barang kita tidak bisa bersaing dengan negara tetangga. Buat apa hebat betul punya peraturan tapi membuat orang makin lama makin mis­kin. Barang kita makin lama makin nggak laku. Tiongkok bagaimana dia membuat pera­turan untuk mendorong (dunia usaha). Kasarnya mereka masih boleh menjiplak orang, yang penting maju dulu, nanti baru diperbaiki lagi. Jadi berpikirnya seperti itu. Jangan bikin peraturan yang membuat pengusaha sulit berkembang. Dibalik, dibuat mu­dah dia. Didampingi dia.

Kalau pelayanan publik, apa ada perubahan di masa Anda?
Kita sudah mulailah. Undang-undang sudah ada, pelayanan publik sudah ada peningkatan. Walaupun masih ada jarak antara keinginan kita dengan keadaan sekarang. Tapi ada perkem­bangan.

Seberapa besar perkembangannya?
Biar orang lain yang me­nilailah.

Melihat situasi saat ini, ba­gaimana Anda melihat progres reformasi birokrasi saat ini dan apa saja yang harus di­lakukan untuk mempercepat reformasi birokrasi itu?
Reformasi birokrasi adalah mutlak, karena peran birokrasi sangat besar dalam mening­katkan daya saing bangsa. Di samping kemampuan pelaku usaha, birokrasi dan politik harus mampu melahirkan kebi­jakan publik yang mendorong bangkit dan berkembangnya dunia usaha.

Lalu apa yang perlu diban­gun saat ini agar birokrasi semakin baik?
Membangun manajemen kinerja yang berorientasi pada hasil, outcome APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) yang digunakan pemerintah harus berorientasi pada hasil bu­kan project oriented. Itu ada un­dang-undangnya, yaitu Undang- Undang Keuangan Negara tahun 2003. Tapi masih ada ruang untuk kita sempurnakan. Untuk membangun ini, leadership har­us kuat, harus punya visi yang jelas yang diturunkan bertahap ke bawah. Kalau Menteri ke eselon satu dan eselon dua. Ada kontrak kinerja. Nah itu terbuka bagi umum untuk melihat. Jadi jelas betul kenapa lembaga ini ada, untuk apa pemerintah ini ada, jelaskan itu untuk apa. Pertanggungjawaban yang pal­ing hebat itu.

Saat ini pemerintah menerapkan moratorium PNS, ba­gaimana Anda melihatnya ?
Sebenarnya setiap tahun tetap harus ada tes PNS. Mau jumlah­nya 100 ribu, 50 ribu, itu relatif. Supaya setiap tahun itu orang ada semangat untuk ikut testing. Karena setiap tahun akan ada yang pensiun 130.000 orang. Sehingga nanti jadi PNS, men jadi kebanggaan. Dan anak baru itu juga bisa membantu reformasi yang ada di dalam.

Karena sebagian yang ada di dalam sudah ada yang mau berubah. Dengan adanya darah baru itu, bisa membantu mem­percepat itu tadi.

Tapi (moratorium) itu boleh saja. Kalau yang sudah ada kan tidak bisa kita pangkas semuan­ya. Penerimaan dibatasi sesuai kebutuhan, jadi penerimaan PNS tidak lagi boleh dipandang seba­gai ketenagakerjaan. Tapi harus mampu melahirkan birokrasi yang bisa menciptakan lapangan kerja.

Lantas bagaimana nasib pegawai kontrak dan honorer yang sudah terlanjur lama mengabdi, tapi belum diang­kat menjadi PNS?

Ya seharusnya pusat hal ini harus bekerjasama dengan daer­ah. Jangan kerannya dibuka daerah, pusat diminta untuk menampung. Itu ndak bisa, rusak semua nanti. Mana daerah yang butuh guru, mana yang sudah jadi guru honorer K2. Baru kita lihat, gitu dong. Nggak bisa pukul rata. Harus ada hitungan dan cek lapangan. Otonomi sudah membuat kita dan pusat terpisah, intinya menyelesaikan masalah itu harus duduk bersa­ma. Kompetensi dan kebutuhan itu saja kuncinya. Negara mem­bayar yang punya kemampuan. Itu saja prinsipnya.

Bagaimana dengan rekrut­ment PNS baru?
Ya minimal memenuhi dua syarat. Pertama, harus dicari orang-orang yang kompeten, atau relatif kompeten. Ya kita bicara kondisi regional daerah masing-masing lah ya, nggak bisa dipukul rata. Dan diterima berdasarkan jumlah yang dibu­tuhkan. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA