Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pekik Merdeka & Kibaran Merah Putih di Perut Bumi Getarkan Hati

Rayakan HUT Kemerdekaan Bersama Karyawan Freeport di Papua

Jumat, 21 Agustus 2015, 10:55 WIB
Pekik Merdeka & Kibaran Merah Putih di Perut Bumi Getarkan Hati
Suasana upacara HUT Kemerdekaan RI ke 70 yang digelar karyawan Freeeport di terowongan area penambangan Deep Mining Level Zone atau DMLZ.
rmol news logo Menginjakkan kaki di terowongan yang dibangun PT Freeport Indonesia untuk merayakan HUT Kemerdekaan RI pada 17 Agustus lalu di Papua, merupakan pengalaman unik yang tak akan terlupakan. Suasana haru menyelimuti perayaan hari Kemerdekaan RI ke 70 yang digelar di perut Bumi Cendrawasih.

Selasa siang itu, Rakyat Merdeka bersama sejumlah wartawan media massa nasional dan media lokal, berkesempatan merayakan Tujuh Belasan di lokasi penambangan baru Freeport yang diberi nama DMLZ (Deep Mining Level Zone). Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, tampil se­bagai inspektur upacara. Podium sederhana dan tiang bendera yang dibangun untuk merayakan hari bersejarah itu, berdiri tegak.

Mengenakan seragam lengkap lapangan ala pegawai Freeport di area penambangan bawah tanah, yaitu helm, senter, kacamata, se­patu boot, jaket dan rompi serta tabung oksigen yang melilit di pinggang, Maroef tampak gagah dan berwibawa. Demi alasan ke­selamatan, semua peserta upacara wajib mengenakan seragam khusus tersebut.

Orang nomor satu di perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) itu, memimpin upacara dengan khidmat. Berdiri di atas podium yang terbuat dari kayu, dengan posisi tegap Maroef memberi hormat saat pasukan pengibar bendera mengerek sangsaka merah putih dengan diiringi lagu kebangsaan Indonesia Raya oleh paduan suara dan peserta upacara.

Upacara perayaan kemerdekaan itu diikuti istri Maroef, Vice President Corporate Communication PT Freeport Indonesia Riza Pratama, puluhan kary­awan, tamu undangan dan rom­bongan wartawan dari Jakarta serta Papua. Kibaran bendera merah putih di di sepanjang jalan menuju terowongan, alunan lagu Indonesia Raya, serta pekik "Merdeka" dari para peserta upacara, begitu menggetarkan hati. Lantunan lagu Gugur Bunga untuk mengenang para pahlwan yang telah gugur, membuat sua­sana upacara semakin haru.

Pasukan pengibar bendera, pembaca naskah UUD 1945, kelompok paduan suara, komandan upacara, semuanya karyawan Freeport. Mereka berlatih se­lama sekitar satu pekan. Syukur Alhamdulillah upacara berlang­sung lancar.

Upacara di perut bumi ini terasa semakin istimewa karena diikuti pula oleh karyawan asing Freeport. Karyawan bule dan kulit hitam perusahaan tambang raksasa itu, tampak semangat mengikuti upacara Tujuh Belasan ini. Mereka tak kalah bersemangat dan antusias oleh karyawan lokal.

Setelah upacara Senin siang itu, Maroef mengajak para tamu dan karyawan untuk makan siang bersama. Lunch bareng itu digelar secara prasmanan. Meja panjang dan kursi berjejer rapi. Lokasinya persis di depan masjid dan gereja yang berdampingan. Kami sangat takjub saat melihat ada masjid dan geraja yang dibangun di perut bumi.

Maroef mengajak semua tamu untuk menikmati hidangan. "Ayo teman-teman kita makan bersama. Kapan lagi kita makan sambil pake helm dan sepatu boot," ajaknya sambil tertawa.

Maroef bersama istri tercinta, karyawan Freeport dan tamu undangan, tampak lahap me­nikmati menu makan siang yang tersaji. Menunya sederhana: nasi kuning, ikan dengan sambal dabu-dabu, daging ayam, sayur, kerupuk dan aneka kue jajajan pasar sebagai makanan penutup

Pada kesempatan itu, hadir pula pengamat manajemen Rhenald Kasali, pengamat intelijen yang juga politisi Partai Hanura Nuning Kertopati dan para man­tan Presdir Freeport serta keluarganya. Tak mengenal pangkat dan kedudukan, semua makan siang bareng dengan menu yang sama. Canda dan tawa memwarnai makan siang itu di bawah soro­tan lampu yang remang-remang. Setelah makan siang, para tamu dan karyawan yang ingin menu­naikan shalat Dzuhur, langsung beranjak menuju masjid.

Untuk mencapai terowongan DMLZ tersebut, rombongan diangkut dengan kendaraan 4 gardan, yaitu jeep Toyota Land Cruiser. Kami melintasi jalur selebar 5 meteran dan tinggi 10-an meteran yang kondisinya gelap, lembab dan berlumpur. Terowongan itu dibangun oleh ribuan pekerja Freeport. Siang malam, tanpa henti. Menembus gunung, melubangi bukit, mem­buat akses penambangan baru.

Rombongan wartawan yang ikut blusukan ke terowongan DMLZ, berdecak kagum. Kami semua terbengong-bengong, takjub, menyaksikan mega proyek raksasa yang pastinya tak hanya membutuhkan modal super jumbo. Tapi juga keahlian, high technology dan keberanian. Maklum, ini berkaitan dengan faktor keselamatan. Membangun kawasan pertambangan di tero­wongan bawah tanah dan bekerja di sana, taruhannya nyawa.

"Keselamatan karyawan ada­lah salah satu hal yang paling penting dan menjadi perhatian kami. Untuk itu, manajemen Freeport selalu menekankan bahwa seluruh karyawan harus mendapat perlindungan memadai agar terhindar dari kecelakaan kerja," tandas Maroef.

Ya, diam-diam Freeport ternyata sudah membuat terowongan sepanjang sekitar 5 kilo­meter (km) di perut bumi Papua. Kata Maroef, DMLZ akan jadi areal pertambangan bawah tanah terbesar di dunia. Melihat apa yang telah dikerjakan, sungguh menakjubkan. Para pekerja seperti membangun "kehidupan" dan "negara sendiri" di perut bumi.

Tidak hanya tempat ibadah, mereka juga membangun kantor dan segala kelengkapannya di sana. Termasuk portable chamber untuk evakuasi pekerja. Bahkan, Freeport membangun permanent chamber terbesar di dunia, yang bisa menampung 300 pekerja, dalam keadaan dar­urat. Kini Freeport juga meng­gunakan teknologi baru untuk pekerja bawah tanah.

Sangat bangga rasanya melihat putra-putri dari tanah air mampu membuat terowongan dan mengelola pertambangan bawah tanah. Vice President Underground Mine Operations PT Freeport Indonesia Hengky Rumbino, membuat kami berdecak kagum. Betapa tidak, Hengky, putra Papua lulusan Teknik Pertambangan ITB itu, sukses memimpin pembangunan proyek tersebut.

Hengky mengisahkan, peker­jaan luar biasa dan penuh risiko di tambang Freeport ini dilakukan oleh anak-anak muda tangguh lulusan berbagai universitas di Indonesia. "Terowongan ini mur­ni karya putra-putri Indonesia," kata Hengky, yang mendampingi kami blusukan ke DMLZ.

Hore... Karyawan Bule Dan Sniper Ikut Ramaikan Tujuh Belasan di Tembagapura

Di pagi hari yang cerah, Senin (17/8), sebuah lapangan di dis­trik Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua, sudah berdan­dan cantik. Terletak persis di bawah kaki gunung dan bukit yang melingkar, lapangan itu dihiasi bendera merah putih di sekelilingnya. Podium dan tiang bendera untuk upacara perayaan HUT Kemerdekaan RI ke 70, berdiri tegak.

Suhu udara pagi itu sangat dingin, sekitar 10 derajat celcius. Hembusan angin menusuk kulit. Mengenakan seragam sekolah, sejumlah pelajar SD hingga SMU, tampak ceria dan berbaris rapi. Suasana makin ramai saat kelompok drumband berang­gotakan TNI dan Polri, tiba di lapangan. Paduan suara berikut alat musik pengiring, sudah stand by di sudut kiri lapangan.

Tepat pukul 8:30 pagi waktu Papua, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin beserta istri, tiba di tempat upacara. Upacara pun dimulai. Maroef tampil sebagai Inspektur upacara. Seluruh rang­kaian upacara digelar dengan lancar dan khidmat.

Peserta dan tamu undangan yang hadir ke upacara itu, sangat beragam. Dari warga asli Papua yang sebagian besar pegawai dan keluarga besar Freeport, pegawai Freeport dari seluruh provinsi di tanah air, hingga para ekspatriat. Para pegawai bule Freeport yang mengenakan batik dan peci, tak kalah bersemangat mengikuti upacara itu.

Perhatian Rakyat Merdeka tertuju ke sebuah bangunan bertangga di sekitar lapangan. Tampak sejumlah sniper standby di atas tangga sebuah bangunan. Mereka berdiri dengan senjata dibidikkan ke arah tempat upacara. Maklum, keamanan di Papua belum kondusif. Sehingga untuk berjaga-jaga, pasukan sniper ikut mengamankan rangkaian upacara perayaan kemerdekaan itu.

Setelah upacara selesai, para tamu dihibur oleh beragam atraksi. Antara lain penampilan drumband dari TNI dan Polri. Penampilan mereka sangat me­mukau. Selain musiknya enak didengar, mereka juga sukses menghibur para tamu dengan gaya atraksi yang luar biasa. Tepuk tangan hadirin bergemuruh saat menyaksikan aksi kelompok drumband tersebut.

Acara makin meriah saat warga asli Papua tampil membawakan tarian tradisional. Mengenakan pakaian adat berikut hiasan khas Bumi Cendrawasih di kepala, pu­tra-putri Papua itu tampil lincah di tengah lapangan yang dilapisi rumput hijau nan asri. Diiringi alunan musik tradisional, tarian daerah itu berhasil menghibur para tamu dan peserta upacara.

Sekumpulan anak-anak bule, asyik duduk lesehan di pinggir lapangan. Di bawah sinar ma­tahari yang mulai terik me­nyinari distrik Tembagapura, anak-anak karyawan ekspatriat PT Freeport Indonesia itu tam­pak ceria menyaksikan tarian tradisional Papua. Sebagian dari mereka mengenakan baju ba­tik. Sebagian anak perempuan bahkan ada yang mengena­kan kebaya. Sangat lucu dan menggemaskan. Mereka adalah murid sekolah internasional yang dibangun Freeport untuk keluarga karyawan dan warga sekitar di Tembagapura.

Selain acara musik dan tarian, perayaan tujuh belasan itu juga dimeriahkan lomba membuat tumpeng dan kue. Karyawan Freeport dari berbagai divisi, ikut unjuk gigi dan meme­riahkan lomba ini. Termasuk warga asli Papua dan karyawan perempuan bule yang tampil anggun mengenakan kebaya. Mereka berbaur menjadi satu di lapangan, di bawah pekikan "Merdeka" dan kibaran bendera merah putih.

Tour of Duty Ke Grasberg di Bawah Tipisnya Oksigen

Tidak afdol rasanya kalau berkunjung ke lokasi pusat per­tambangan milik PT Freeport Indonesia di Papua kalau tidak mampir ke Grasberg. Apalagi wilayah penambangan terbuka (open pit) di Grasberg, akan habis tahun 2017.

Terletak di ketinggian seki­tar 4.800 meter di atas permu­kaan laut, open pit di Grasberg bentuknya melingkar seperti spiral. Saya sangat bersyukur karena salah satu cita-cita sejak kecil adalah berkunjung ke Grasberg. Dalam hati saya bergumam,"Thank God finally my dream came true."

Untuk mencapai Grasberg, dari guest house milik Freeport tempat kami menginap di dis­trik Tembagapura, rombongan naik Jeep Toyota Land Cruiser. Jalan dan medannya sangat terjal. Tanjakan dan belokan sepanjang jalan sangat tajam. Melewati jurang yang sangat dalam di sisi kiri jalan, semua penumpang wajib mengenakan safety belt selama perjalanan.

Rasa lelah selama perjalanan karena medan yang begitu berat, terobati dengan indahnya pemandangan gunung dan bukit yang mengelilingi jalan yang kami lalui. Langit siang itu sangat cerah. Awan putih seperti saling berkejaran menu­tupi langit nan biru.

Perjalanan dari guest house ke lokasi penambangan di Grasberg sekitar 1,5 jam. Sesampainya di lokasi, kepala terasa pusing dan nafas agak sedikit sesak. Maklum, oksigen di ketinggian 4.800 meter dari permukaan laut sangat tipis. Kondisi itu juga membuat orang cepat mengantuk.

Bagi mereka yang merasa pusing karena berada di ketinggian, mendapat bantuan asu­pan oksigen dari tim medis yang selalu standby di sebuah ruangan khusus yang berdiri persis di atas lokasi penambangan Grasberg. Pengamat manajemen Rhenald Kasali misalnya, mendapat bantuan oksigen agar lebih fit.

Untuk bisa ikut tour of duty ke Grasberg, memang butuh fisik yang prima. Makanya, sebelum meluncur ke sana, satu per satu peserta dites tekanan darahnya oleh tim medis. Kami juga diwajibkan menjawab pertanyaan riwayat kesehatan masing-masing. Kalau hasil tes tim medis ternyata tekanan darah peserta tinggi, tak akan diizinkan untuk ikut tur ke Grasberg karena berbahaya bagi keselamatan.

Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin menjelaskan, Freeport telah menanamkan investasi awal sebesar 4 miliar dolar AS, dari total 17 miliar dolar AS, untuk membangun infrastruktur penambangan bawah tanah, meliputi akses jalan, teknologi pembersih udara, air dan listrik serta sistem pemadaman api dan keselamatan pekerja.

Di luar itu, total investasi yang telah dikeluarkan perusahaan tambang raksasa asal Amerika Serikat (AS) itu sampai tahun 2013 mencapai 10 miliar dolar AS (sekitar Rp 130 triliun) untuk membangun pabrik, pelabuhan, bandara, infrastruktur jalan, pembangkit listrik hingga pengolahan limbah.

Maroef menjelaskan, total karyawan Freeport mencapai 30 ribu orang. Mayoritas orang Indonesia, sedangkan jumlah pekerja asing sekitar 2 persen. Sebanyak 8 ribu di antaranya putra-putri Papua. Bahkan, hebatnya, 7 di antara mereka, duduk di top level management sebagai Vice President.

"Kami bertekad menjadikan PT Freeport Indonesia men­jadi perusahaan tambang kelas dunia berlandaskan good and clean management dan green industry," kata Maroef.

Maroef juga menguraikan misi perusahaan yang dipimpinnya. Yaitu, pertama, menjalankan prinsip-prinsip perilaku bisnis global, mematuhi pera­turan perundang-undangan na­sional, mengutamakan kepentingan nasional dan perusahaan serta adil dan terukur.

Kedua, mewujudkan nilai-nilai transparansi dan akuntabilitas sehingga dapat memeli­hara serta meningkatkan green industry.

Sedangkan ketiga, menurut Maroef, memberikan nilai tambah kepada pembangunan ekonomi nasional. Khususnya tingkat kesejahteraan masyarakat di Papua. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA