Di bagian depan pintunya, tergeletak sepasang sandal jepit penghuni unit ini. Mengetuk pintu dan mengucap salam, seorang wanita menggendong balita membuka seperempat pintu. "Ini disegel karena belum serahkan KTP dan KK," ujar wanita yang enggan menyebutÂkan namanya itu.
Secara singkat, wanita muda dan berambut lurus tersebut meÂnyatakan segel tersebut dipasang Dinas Perumahan DKIJakarta Minggu lalu. "Dikasih waktu dua minggu untuk melengkapi surat," ketus wanita itu sembari menutup pintu.
Sebelumnya, Minggu (24/5), ratusan personel Dinas Perumahan dan Gedung Pemda, satpol PP, Dinas Dukcapil DKIJakarta dibantu aparat kepoliÂsian menggelar razia di Rusun Marunda, Cilincing, Jakarta Utara. Hasilnya, sebanyak 30 unit rusun disegel. "Saya dapat laporan waktu hari Jumat (22/5), masih ada penghuni yang coba jual unit rusun," kata Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama.
Untuk mencegah jual-beli unit Rusun Marunda, para penghuni diminta menyerahkan KTP dan Kartu Keluarga (KK) lama untuk ditukar dengan KTP dan KK baru dengan alamat domisili di rusun ini.
Menurut Basuki, ada 200 penÂghuni yang menolak membuat kartu pengenal dengan alamat rusun. Mereka dicurigai hanya sementara tinggal di sini untuk dikemudian dialihkan ke orang lain atau dijual.
Pemantauan
Rakyat Merdeka di Blok Kerapu, semakin sore semakin ramai. Sedangkan ibu rumah tangga, keluar sekadar untuk ngobrol dengan tetangga.
Di lantai dua blok ini terliÂhat ada dua unit yang disegel. Sri, penghuni unit nomor 218 mengamini adanya sidak di rusun. Sejumlah unit pun disÂegel. "Yang digembok juga ada. Malahan ada yang segelnya udah dicopot lagi," katanya.
Ada dua unit yang disegel di dekat tempat tinggal perempuan berkerudung ini. Sri tak tahu siapa penghuni unit yang disegel itu. "Nggak kenal," akunya.
Sri hanya kenal penghuni rusun yang berasal satu daerah dengannya. Perempuan ini menÂgaku sebelumnya direlokasi dari Kalibaru, Cilincing. Selama dua tahun tinggal di sini, dia menÂgaku hanya kenal penghuni yang juga berasal dari Kalibaru.
Sri tak menaruh curiga terÂhadap para penghuni yang tak dikenalnya hingga dilakukan penyegelan Minggu lalu. Ia tak tahu jika ada praktik jual-beli unit di tempat ini.
Saat razia, unit yang ditempati Sri sempat didatangi petugas. Petugas menanyakan identiÂtas Sri dan sejarah menemÂpati rusun ini. Sri menunjukkan KTP dengan alamat rusun dan menceritakan tinggal di sini setelah direlokasi dari Kalibaru. Dianggap penghuni resmi, unit yang ditempatinya tak diusuk
Rusun Marunda diperuntukÂkan bagi warga yang terkena gusuran proyek pemerintah seperti normalisasi Waduk Pluit dan Kalibaru, Cilincing. Mereka kemudian direlokasi ke Rusun Marunda.
Merekan menempati rusun dengan sistem sewa. Sri, misalÂnya. Setiap bulan ia dikenakan biaya sewa Rp 128 ribu. Itu beÂlum termasuk iuran kebersihan, air, dan listrik. Tarif sewanya murah karena disubsidi pemerÂintah.
Pengurus RT Cluster A, Blok 1, Rusun Marunda, Aris Munandar mengungkapkan, pemerintah menyegel beberapa unit rusun yang kosong. "Rusun yang kosong digembok. Padahal, namanya tercatat dalam data pemerintah," kata Aris.
Aris menjelaskan dalam surat perjanjian penghuni bisa menÂempati rusun selama dua tahun. Setelah itu perjanjian bisa diperÂpanjang. Kenyataannya, banyak unit yang tidak ditempati.
"Sangat disayangkan, ketika ada penghuni yang tercatat naÂmun tak ada di tempat. Padahal di Unit Pelayanan Teknis (UPT) banyak berkas orang yang antre untuk masuk ke dalam rusun," ujarnya.
Sementara, Milla, ibu RT Cluster B, Blok 2, mengatakan, unit rusun bisa dipindahtanÂgankan. Namun pengalihan itu harus dilakukan sesuai prosedur. Warga yang ingin menempati rusun mendaftar di UPT. Jika disetujui, penghuni baru itu bisa mendaftarkan diri di RT setempat.
"Kalau ada persetujuan dari UPT bisa langsung lapor ke RT bawa surat nikah, Kartu Keluarga dan KTP," tutup Milla. Penghuni baru itu akan dibuatÂkan kartu identitas baru dengan alamat di rusun ini. Juga dibuatÂkan rekening dan kartu ATM Bank DKIuntuk pembayaran sewa rusun.
Tipu Ratusan Orang, Calo Rusun Ditangkap Tahun lalu, polisi menangkap orang yang diduga memperjualÂbelikan unit di Rusun Marunda. Pelaku menawarkan unit kepada ratusan orang. Para korban dimÂinta menyetor uang jutaan rupiah untuk panjar.
"Sudah ada sebanyak 200 warga menjadi korbannya," kata Kepala Kepolisian Sektor Cilincing, Komisaris Edi Purnawan pada Oktober 2014.
Menurut Edi, 200 orang korÂban ini dijanjikan akan diberi surat perjanjian penghunian di Blok C3 dan C4 Rusun Marunda. Namun, setelah para korban membayar, rusun tak kunjung di dapat.
Selain itu, polisi yang mengecek kepada pihak rusun juga mendapati bahwa dua blok terseÂbut telah penuh dihuni warga. "Blok C3 dan C4 sudah terisi penuh oleh warga Muara Baru yang menjadi korban banjir," ujar Edi.
Pihak kepolisian menaksir toÂtal aksi kejahatan kedua pelaku, mencapai ratusan juta rupiah. Sebab, dua pelaku mematok biaya Rp 350.000 sampai Rp 6 juta per orang, untuk aksinya.
"Apabila ditotalkan mencapai sekitar Rp 300 juta," ujar Edi.
Dua pelakunya yakni Ahyadri (45) dan Rio Jambormias (34) kini meringkuk di balik sel tahanan Mapolsek Cilincing. Dua pelaku dapat diringkus dari lapoÂran warga yang resah dengan ulah keduanya. Keduanya dikeÂtahui menawarkan jasa untuk mendapatkan hunian di rusun namun hanya fiktif belaka.
Belum lama, Juariah (50), warÂga RT 03/13, Kelurahan Lagoa, Kecamatan Koja, Jakarta Utara, menjadi korban modus serupa. "Saya sih percaya saja waktu ada yang menyanggupi untuk membantu. Soalnya, nggak paÂham cara mengurusnya. Giliran prosesnya bermasalah, uang yang sudah dikasih malah susah diminta lagi," ujar Juariah.
Kasus tersebut bermula dari keinginan Juariah untuk menempati salah satu cluster di rusuÂnawa tersebut. Ditemani seorang rekannya, dia bertemu kenalan yang mengaku bisa mengurus proses penempatan di rusun.
Namun, oleh kenalan tersebut, Juariah justru dikenalkan denga seseorang yang mengaku pengÂhuni cluster B blok 11 lantai 5.
Juariah diminta membayarkan sejumlah uang yang disebut uang muka. "Saya diminta menyÂetorkan uang sebesar Rp 6 juta. Tetapi nyicil, bayar panjarnya dulu, Rp 1,5 juta," kata dia.
Juariah pun mencicil guna melunasi uang sewa rusun hingga lunas. Namun kunci rusun yang dijanjikan tak kunjung diberikan.
Beberapa bulan kemudian, dia diberikan kunci unit rusunawa beserta surat penjanjian sewa (SP) unit rusun di lantai 4 blok 4 cluster A.
Setelah memastikan biaya administrasi dan kunci rusun, dia beserta suami dan keempat anaknya akhirnya memutuskan pindah ke hunian baru mereka.
Nahas, saat hendak mendaftar ke pihak RT/RW setempat, Juariah dan suaminya ditolak. Alasannya, SP milik korban tidak sesuai dengan SP pemilik sebelumnya yang diketahui bernama Afliana Serawati Mesakih (31).
Merasa ditipu, Juariah menÂcoba menanyakan hal itu ke calo yang membawa pergi uangnya. Namun tak dibalas. Akibat perÂistiwa tersebut, dia kehilangan uangnya Rp 6 juta.
"Setiap mau saya tagih, orangÂnya ngelak terus. Mau lapor polisi, bukti kuitansi pembayaran enggak punya," ujarnya.
Warga Eks Kalibaru Belum Dapat Surat Kontrak Huni RusunSudah 2 Tahun Direlokasi
Mulai Januari 2015, pembayaran sewa unit Rusun Marunda lewat Bank DKI. Namun belum semua penghuni dibuatÂkan rekening bank itu. Padahal, mereka sudah menyerahkan berbagai dokumen yang diperÂlukan untuk pembuatannya, kepada pengelola rusun.
Beberapa penghuni tak bisa membayar sewa. Mereka ditoÂlak ketika hendak membayar lewat teller Bank DKI. Alasan pihak bank, mereka belum punya rekening pembayaran sewa rusun.
Seperti yang dialami Sri, penghuni unit 218 di Blok B Kerapu. Ia adalah warga eks Kalibaru yang direlokasi ke rusun ini dua tahun silam. Perempuan berkerudung ini telah memiliki kartu identitas dengan alamat rusun ini.
Namun Sri belum dibuatkan rekening dan kartu ATM unÂtuk pembayaran sewa rusun. Selama ini proses pembayaran sewa dilakukan secara konvenÂsional: datang ke kantor penÂgelola rusun dengan membawa uang tunai.
Sri pernah mencoba memÂbayar di teller di bank DKI. Namun ditolak. "Mau bayar nggak bisa," katanya.
Terhitung sejak bulan itu, Sri tak bisa membayar sewa. Ia sempat ketar-ketir ketika ada sidak Minggu lalu. Petugas sempat mendatangi unit yang ditempatinya. Karena dianggap penghuni resmi, unitnya tak disÂegel meski dia belum membayar selama beberapa bulan.
"Banyak yang kayak saya. Tolong dong prosesnya diperÂcepat," harap Sri.
Ia takut diusir tiba-tiba karÂena dianggap tak mau bayar sewa. Apalagi dia berencana berencana mudik lebaran ke Jawa Timur.
"Jangan sampai kita balik ke Jakarta sudah digembok," ujarnya cemas.
Amburadulnya administrasi penghuni di Rusun Marunda ini juga terlihat dari belum diserahkannya Surat Perjanjian (SP) huni rusun kepada warga yang direlokasi sejak lama.
Beberapa unit di Blok B Kerapu sudah ditempeli fotokopi SP di jendelanya. Tujuannya agar petugas mudah mencocokkan identitas pengÂhuni dengan di surat perjanjian jika sewaktu-waktu dilakukan pemeriksaan.
Di Blok B Kerapu, masih ada 32 unit yang belum mendaÂpat SP. Salah satunya yang dihuni Sri. "Saya belum dapat SP," katanya.
Tanpa memegang SP, ia khawatir dianggap penghuni tak resmidan sewaktu-waktu bisa diusir dari rusun ini.
"Tidur tak nyenyak, makan pun tak nikmat," akunya.
Sri berharap pengelola rusun segera mengeluarkan SP untuk unit yang dihuninya. "Jangan sampai penghuni yang taat administrasi justru dirugikan karena lambat pengelola memÂprosesnya," harapnya. ***