Para pelaku menganiaya korban, David Herdiansyah (16) dengan membacok bagian kepala, punggung, dan bagian tubuh lainÂnya hingga berlumuran darah.
Peristiwa ini terjadi sekitar pukul 03.00 WIB di depan suÂpermarket Perumahan Cilebut 2, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor.
Ada apa dengan fenomena ini? Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas-PA) Arist Merdeka Sirait, kepada
Rakyat Merdeka, Selasa (7/4) menjelaskan selengkapnya keÂnapa terjadi fenomena itu:
Apa sebenarnya yang terÂjadi?Kejadian ini merupakan akuÂmulasi dari berbagai peristiwa kekerasan yang terjadi di lingÂkungan anak, baik di rumah, sekolah, maupun di ruang publik. Ini tampaknya juga merupakan daur ulang dan mengimitasi apa yang terjadi dari praktek-praktek begal yang ada sekarang.
Apa faktor yang melatarÂbelakangi timbulnya sikap sadisme pada anak?Kita harus melihat faktor akumulasi. Anak-anak sekarang ini tidak lagi punya ruang untuk mengekspresikan dirinya sesuai usia perkembangannya.
Maksudnya?Di rumah, misalnya, mungkin ada kecenderungan membangun perilaku kekerasan anak. Bisa juga rumah itu tidak sehat, tidak nyaman karena faktor ekonomi dan sebagainya. Bisa juga lingÂkungan sekolah yang tidak raÂmah pada anak-anak.
Lingkungan sekolah yang tidak ramah itu seperti apa?Itu kan terbukti banyak anak yang melakukan
bullying denÂgan kekerasan fisik, kekerasÂangan psikis. Ada juga yang bentuknya tawuran. Itu beÂrarti selain rumah nggak aman, sekolah juga tidak punya ruang untuk mengekspresikan diri sesuai dengan perkembangan anak itu.
Cuma itu?Televisi kita juga ada yang mengajarkan kekerasan, tonÂtonan hang tidak kondusif, sehingga anak-anak kehilangan teladan. Dengan perspektif itu, anak meniru dan mendaur ulang apa yang dia rasakan di rumah, di sekolah, di ruang publik, dan lain sebagainya.
Selain itu robohnya nilai-nilai kebaikan, kejujuran, agama, di rumah maupun di sekolah.
Penanganan model apa seÂbaiknya diberikan kepada anak yang melakukan sadisme?Biasanya bisa dilakukan restorasi. Pendekatannya bukan penghukuman, tapi melakukan restorasi dan membuat efek jera, sehingga anak-anak itu bertangÂgung jawab melindungi, tidak menjadi pelaku kekerasan atau tindak pidana.
Konkretnya seperti apa?Prosesnya bisa mendamaikan, tapi dilihat kasusnya. Pendekatan restorasi adalah bagaimana mengajak korban dan pelaku menyadari betul bahwa tindakan itu tidak baik.
Kalau kasusnya membaÂhayakan ketertiban umum?Itu perlu pendekatan yang berbeda, apakah perlu restorasi atau tidak.
Bagaimana dengan penÂjara?Itu alternatif akhir. Bisa juga dengan ditempatkan di panti selama berapa tahun. Ini sanksi sosial.
Kalau tidak mempan?Kan bisa dikenakan sanksi soÂsial, sanksi sosial bukan berarti lepas dari tindak pidananya.
Pemerintah harusnya baÂgaimana?Saya kira pemerintah tidak boleh alpa, dia harus hadir di tengah-tengah masyarakat. Karena kita melihat kasus tinÂdak pidana anak ini sudah masuk pada taraf darurat. Penegakan hukum harus jelas.
Catatan Komnas-PA, beraÂpa banyak kasus kekerasan dan mayoritas motifnya seperti apa?Catatan kita dari 3.726 kasus kekerasan terhadap anak, 52 persen di antaranya adalah keÂjahatan seksual.
Sekitar 28 persen kekerasan dalam bentuk fisik,
bullying, dan lainnya terjadi di lingÂkungan sekolah. Itu yang terÂlaporkan, bukan data nasional ya. ***
BERITA TERKAIT: