WAWANCARA

Rizal Djalil: BUMN Tidak Perlu Setor Deviden, Cukup Bayar Pajak & Layani Publik

Rabu, 25 Februari 2015, 09:02 WIB
Rizal Djalil: BUMN Tidak Perlu Setor Deviden, Cukup Bayar Pajak & Layani Publik
Rizal Djalil
rmol news logo Pemerintah dan DPR telah menyepakati suntikan modal kepada 37 BUMN senilai Rp64,8 tril­liun. Ada pro-kontra atas kebijakan ini. Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Prof. Dr. Rizal Djalil, termasuk yang menyetujuinya.

Kepada Rakyat Merdeka, Anggota DPR Komisi Keuangan BUMN periode 1999-2004 dan 2004â€"2009 dan penulis deser­tasi tentang sepuluh BUMN bluechips, memberikan tanggapan terhadap kebijakan Pemerintah Jokowi sebagai berikut:

Bagaimana tanggapan Anda terhadap kebijakan Pemerintah Jokowi terkait PMN BUMN?
Saya menyambut baik dan mendukung sepenuhnya kebi­jakan penyertaan modal terse­but, karena akan memberi na­fas investasi yang besar bagi BUMN yang akan bermuara pa­da dampak positif pertumbuhan ekonomi dan sekaligus multi­plier efeknya untuk masyarakat. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang No.19 Tahun 2003 tentang BUMN, yang menye­butkan bahwa tujuan pendirian BUMN, terutama dalam rangka memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya.

Mengapa Anda mendukung?
Pada esensinya, BUMN itu memang tidak perlu lagi me­nyetor deviden kepada Negara karena BUMN tersebut telah berkontribusi terhadap pembayaran pajak. Selama Tahun 2013, besaran pajak yang dis­umbangkan oleh BUMN sebesar Rp 113,7 triliun. Di samping itu, BUMN tersebut harus memberi­kan pelayanan publik yang mak­simal. Jadi dengan melakukan dua fungsi tersebut, BUMN telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan amanah undang-undang. Dengan adanya kebijakan pem­berian suntikan modal tersebut, maka kemampuan BUMN untuk melakukan ekspansi usaha akan semakin besar.

Apakah Anda melihat masa lalu terdapat BUMN yang tidak melakukan ekspansi
?
Terus terang, memang selama ini BUMN kita ini agak terlam­bat melakukan ekspansi karena kesulitan finansial, contoh PT. Perkebunan Nusantara (PTPN).
Kalau pada masa lalu, PTPN adalah yang menguasai jumlah luas perkebunan yang paling besar di Indonesia. Tetapi karena ketidakmampuan berkembang dan ekspansi, PTPN jauh terting­gal dengan kemampuan swasta dan asing dalam bidang perke­bunan. Posisi saat ini jumlah perkebunan kelapa sawit seluas 10,9 juta hektar dengan produksi 29,3 juta ton CPO, sedangkan PTPN hanya 0,75 juta hektar atau 6,83% dari total luas areal kelapa sawit. Padahal kita tahu bahwa di samping komoditi batubara, salah satu andalan ekspor kita adalah kelapa sawit.
Jadi, PTPN tertinggal dalam mengembangkan kapasitas usa­hanya dibanding swasta. Salah satu penyebabnya karena tidak ada dana. Dengan kebijakan Menteri Rini Suwandi, maka ekspansi dan perluasan usaha bisa ditingkatkan.

Apakah BUMN yang menda­patkan suntikan modal terse­but sudah tepat?
Dari 37 BUMN yang menda­pat suntikan modal tersebut, su­dah sangat tepat dan kita tinggal menunggu realisasi dari business plan setiap BUMN tersebut.

Apa yang harus dilakukan Kementerian BUMN supaya tujuan Pemerintah memberi­kan suntikan modal tersebut dapat tercapai?

Tentu saja, supervisi dan mon­itoring dari kementerian harus lebih maksimal untuk melihat sejauh mana business plan di­laksanakan secara benar.

Apakah menurut Anda, terdapat BUMN yang perlu mendapat perhatian khusus terkait dengan penyertaan modal ini?
Pemerintah dan DPR sudah mengambil keputusan yang tepat, misalnya ada salah satu BUMN yang tidak tunai peny­ertaan modalnya karena masih banyak hal dari segi manajerial dan finansial yang harus diper­baiki pada BUMN tersebut. Di samping itu, PLN misalnya, merupakan BUMN yang sangat vital juga diberikan penyertaan modal dan atas hal tersebut su­dah sangat tepat.

Bicara soal PLN, saat ini CEO-nya merupakan mantan orang bank, apa itu tepat?
PLN, sebuah BUMN dengan asset per September 2014 sebe­sar Rp 621 triliun, dan jumlah customernya 54 juta. Sementara itu, laba sementara PLN sam­pai September 2014 sebesar Rp 15,27 triliun, sebelumnya pada periode 2013 sebesar Rp 21,4 triliun, namun demikian laba tersebut antara lain karena adanya subsidi pemerintah sebe­sar Rp 83,14 triliun, meningkat dari tahun 2013 sebesar Rp 72,2 triliun, boleh dikatakan kinerja keuangannya jelek. Jadi peso­alan fundamental di PLN adalah how to manage money dengan benar. Dan sudah sangat tepat, Ibu Rini Suwandi menunjuk Sofyan Basir menjadi CEO di PLN untuk melakukan pem­benahan pengelolaan uang dan sistem pengadaan yang terkait dengan pembangkit dan pen­gelolaan asset vital lainnya.

Apakah Anda masih melihat adanya intervensi dari ekster­nal BUMN seperti politik dan lain sebagainya?
Dengan ketatnya control, baik melalui mekanisme pengen­dalian internal dan eksternal, maupun pengawasan dari pub­lik, nyaris tidak mungkin lagi ada intervensi terhadap BUMN. Kalaupun itu terjadi pasti keta­huan dan pasti akan ada respons dari stakeholders. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA