Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Ada Spanduk Jokowi-JK Di Dinding Pendopo Galeri

Mau Dijadikan Taman, Rumah Henk Ngantung Dipugar

Selasa, 21 Oktober 2014, 10:00 WIB
Ada Spanduk Jokowi-JK Di Dinding Pendopo Galeri
ilustrasi
rmol news logo Menggunakan celana jeans dan kaos merah, Kamang Ngantung turun dari angkutan umum di mulut Gang Jambu, Jalan Dewi Sartika, Jakarta Timur. Usai membayar ongkos, anak ketiga dari pasangan Henk Ngantung dan Evie Ngantung itu melangkah ke rumah mendiang orang tuanya.

Perlu menapaki gang sempit sejauh 25 meter sebelum tiba di de­pan rumah yang terletak di se­belah kiri gang. Gembok pagar besi dibukanya. Enam anjing me­nyambut. Tak mengindahkan he­wan peliharaannya, Kamang me­nuju kamar di bangunan baru di ha­laman seluas 2.444 meter persegi.

Bangunan itu berukuran 5x15 meter. Ada sebuah kamar yang disekat dari tripleks. Kamar itu sempat ditempati Evie Ngantung, ibu Kamang sebelum tutup usia pada 3 September lalu. Bangunan ini dibangun Dinas Perumahan dan Tata Ruang DKI Jakarta. Rencananya akan dijadikan galeri dan Taman Henk Ngantung.

Henk yang memiliki nama leng­kap Hendrik Hermanus Joel Ngan­tung adalah gubernur Jakarta periode 27 Agustus 1964 dan 15 Juli 1965. Henk berlatar be­lakang seniman. Saat itu, Pre­siden Soekarno ingin mem­ba­ngun Jakarta sebagai kota bu­daya. Henk—yang sebelumnya wakil gubernur Jakarta periode 1960-1964—pun dipercaya un­tuk mewujudkan keinginan itu.

Belum sempat mewujud ke­inginan Soekarno, meletus Ge­rak­an 30 September.  Peristiwa itu berujung pada berakhirnya ke­kuasaan sang prokolamator. Henk dituduh terlibat Lembaga Kesenian Rakyat (Lekra) yang ber­afiliasi dengan Partai Ko­mu­nis Indonesia (PKI). Ia pun di­ber­hentikan dari jabatannya. Hingga Henk tutup usia, tuduhan itu tak pern­ah dibuktikan.

Setelah tak jadi gubernur, Henk dan keluarganya menempati rumah dengan pekarangan luas di gang Jambu. Ia hidup dari me­lu­kis. Kehidupan keluarganya morat-marit setelah sang seniman wafat pada 1991.  Pasalnya, uang pen­siun yang diterima keluar­ga­nya hanya Rp 830 ribu per bulan. Rumah peninggalan hancur ka­rena tak terawat.

Pada 2012 lalu, Evie, istri men­diang Henk mengadu ke Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama. Basuki yang biasa di­panggil Ahok menjanjikan akan memugar tempat tinggal Henk. Janji itu ditempati.

Menurut Kamang, bangunan ba­ru yang ditempati ibunya se­lesai dibangun akhir tahun 2013. “Jelang Natal bangunan sudah jadi,” tuturnya.

Bangunan baru itu tadinya ber­bentuk seperti pendopo tanpa sekat maupun dinding. Termasuk akses masuk melalui anak tangga tak berpintu. Di dalamnya ditaruh satu set sofa seperti tempat me­ne­rima tamu. Di sudut ruangan men­diang Evie meminta dija­di­kan kamar karena rumahnya su­dah tak layak. Di dinding pen­dopo ini dipasang spanduk ber­gam­bar Jokowi-JK.

Bangunan ini berdiri di bekas sang­gar lukis Henk. Dulu lu­kis­an-lukisan peninggalan disimpan di sanggar ini. Lantaran tak te­ra­wat, sanggar ini hancur termakan usia. Atapnya ambruknya. “De­ngan uang pensiun 830 ribu per bulan, Ibu tak bisa merenovasi,” tutur Kamang.

Sebelum Evie wafat, dia sem­pat menawarkan rumahnya ke­pada Ahok agar dibeli Pemprov DKI. Kamang, selaku waris juga se­tuju tempat tinggalnya dibeli pe­merintah. Ia mengatakan se­dang mengurus peningkatan surat tanah rumah orang tuanya dari Hak Guna Bangunan (HGB) men­jadi Hak Milik. “Sudah ke BPN (Badan Pertanahan Nasio­nal) Jakarta Timur. Minggu depan mau diukur,” kata Kamang.

Sejak ibunya meninggal, Ka­mang menempati rumah ini se­orang diri. Kedua kakaknya ting­gal di luar negeri. Kamang ber­pisah dengan istri dan anak-anak­nya yang tinggal di rumah mertua di Cipayung, Bogor.

Kamang berharap surat tanah bisa cepat terbit sehingga rumah ke­luarganya bisa segera dise­rah­kan ke Pemprov DKI. “(Dinas) Per­tamanan juga sudah men­desak,” sebutnya. Ia diberitahu, Di­nas sudah menyediakan ang­garan pembelian pada tahun ini.

Sketsa Dan Tulisan Tangan Diserahkan Ke Arsip Nasional

Hendrik Hermanus Joel Ngan­tung, atau Henk Ngan­tung, merupakan salah satu se­niman terbaik Indonesia. Kar­ya­nya yang terkenal antara lain, sketsa Tugu Selamat Datang yang menggambarkan sepasang pria dan wanita sedang me­lam­baikan tangan di bundaran Ho­tel Indonesia, Jakarta.

Ide pembuatan patung itu, ber­asal dari Presiden Soekarno dan design awalnya dikerjakan oleh Henk Ngantung yang saat itu merupakan wakil Gubernur DKI Jakarta. Henk juga mem­buat sketsa lambang DKI Ja­kart­a dan lambang Kostrad.

Semenjak tidak menjadi gu­ber­nur, keluarga Henk tinggal di­sudut Ibukota. Tepatnya, di Gang Jambu Nomor 25 RT 07 RW 04, Jalan Dewi Sartika, Jakarta Timur. Meski memiliki lahan seluas 2.444 meter, para man­tan pejabat seangkatannya, kebanyakan tinggal di kawasan elite, Menteng, Jakarta Pusat.

Di rumah itulah, karya-karya Henk Ngantung disimpan. Tan­pa perawatan khusus, beberapa karyanya rusak dimakan usia. Ha­nya sebagian yang bisa dise­la­matkan Evie, istrinya. Pihak Arsip Nasional Republik Indo­ne­sia (ANRI) beberapa kali da­tang untuk membujuk Evie me­nyerahkan dokumen maupun kar­ya Henk kepada negara. Di­sepakati, penyerahan pada 28 Ok­tober 2014.  Sebelum itu ter­ja­di, Evie tutup usia. Serah te­rima akan dilakukan Kamang selaku ahli waris.

“Ibu sempat nggak mau (me­nyerahkan). Kami lalu diajak ke Arsip Nasional, di sana diper­li­hatkan bahwa tempat penyim­pan­annya baik. Ibu akhir mau me­nyerahkan,” ujar Kamang.

Beberapa karya yang akan di­serahkan adalah, tulisan ta­ngan maupun sketsa-sketsa Henk Ngantung. Menurutnya, selama ini benda-benda itu ditaruh di ru­mah tanpa dirawat. Kertasnya mulai lapuk.  “Kita ingin mem­bantu negara menyelamatkan arsip. Bagaimana juga, Bapak bagian sejarah,” kata Kamang.

Kamang lalu memperlihatkan salah satu karya ayahnya, yakni lukisan pria muda mengenakan kemeja berkerah. Lukisan itu dipajang di kamar tidurnya. Pria di lukisan itu adalah ayahnya. Henk melukis dirinya pada 1939. Bisa diketahui dari tang­gal yang dibuat di bawah tulis­an. “Ini Bapak melukis muka­nya sendiri pakai kaca,” ujar Kamang.

Selama Evie hidup, lukisan ini selalu dijaganya. Meski su­dah berusia lebih 70 tahun, kon­disi lukisan itu masih baik. Bing­kainya pun belum rusak. Jika galeri Henk Ngantung jadi dibuat, Kamang akan menye­rah­kan lukisan ini untuk dipajang.

Hingga kini, Kamang masih menyimpan peninggalan Henk. Ia kha­watir benda-benda berse­ja­rah ini raib jika dipajang di pen­dopo galeri. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA