Berlangsung selama 20 menit, pipa sepanjang 75 meter itu bisa berdiri tegak menembus dasar laut. Hanya menyisakan 2 meter ujungnya menyembul di atas permukaan air.
Pipa ini adalah cetakan (beÂkisÂting) pondasi tanggul laut raksasa (
giant sea wall) Jakarta. “Nanti di dalamnya akan diisi cor beton agar kuat,†kata Wawan, pekerja yang mengenakan helm proyek berÂtuliskan PT Karya Bangun SeÂmesta. Ia mengamati proses peÂnancapan pipa dari atas tongkang.
Sudah hampir sebulan dia dan 19 pekerja lainnya menancapkan pipa di Muara Baru. Sebanyak 17 pipa sudah ditancapkan berderet. Membentuk “benteng†sepanjang 24 meter. “Nanti (pipa) dilas agar menyambung,†jelas Wawan.
Pondasi tanggul model ini akan membenteng sepanjang 32 kiloÂmeter di laut uatara Jakarta. PemÂbangunan tanggul ini merupakan bagian dari proyek
National CaÂpital Integrated Coastal DeÂveÂlopmet (NCICD) atau PeÂngemÂbangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara.
Proyek ini diawali dengan memÂperkuat dan membangun tanggul yang akan membentengi ibukota dari air laut. Kamis lalu, program ini diluncurkan. Ditandai dengan
groundbreaking pipa pondasi tanggul.
Acara itu tidak dihadiri GuÂberÂnur DKI Jakarta, Joko Widodo, maupun wakilnya, Basuki Tjahja Purnama. Adalah, Sarwo HanÂdaÂyani, Deputi Gubernur Bidang Tata Ruang dan Lingkungan yang mewakili Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Saat diminta memberikan samÂbutan, Handayani menyebutkan sang gubernur maupun wakilnya tiÂdak dapat hadir. Handayani meÂngatakan, proyek tersebut selain solusi dari
rob, juga sebagai peÂnanggulangan dampak penuÂruÂnan tanah untuk wilayah utara Jakarta.
Menurut wanita yang akrab diÂsapa Yani ini, nanti akan dibaÂngun pusat ekonomi, bisnis dan peÂmukiman baru di atas 17 pulau buatan. “Karena ada pengemÂbangan pelabuhan internasional, pengembangan kawasan komerÂsial dan pemukiman,†jelasnya.
Sehari berselang, Wakil GuberÂnur Basuki Tjahja Purnama angÂkat bicara atas ketidakhadirannya saat
ground breaking mega proÂyek tersebut. Pria yang akrab diÂsapa Ahok itu mengeluhkan koÂmunikasi antara pemerintah pusat dengan pemda yang sering tak lancar mengenai pelaksanaan proyek kakap ini.
Dia tak kaget Wali Kota Jakarta Utara Heru Budi Hartono melaÂporkan belum diajak koordinasi untuk menangani masalah sosial yang muncul akibat dimulainya Tahap A NCICD. “(Pemerintah) puÂsat memang sering begitu,†kritik Ahok pada wartawan di BaÂlai Kota, Jumat lalu.
Pencanangan Tahap A awalnya dilakukan Pemprov DKI dengan pengembang. Pengembang—yang akan mereklamasi laut menÂjadi 17 pulau—memiliki keÂwaÂjiban membangun tanggul laut sepanjang 24 kilometer.
“Pencanangan itu tadinya memang DKI dan pengembang. Tiba-tiba pusat bilang ada penÂcaÂnangan. Tapi sekarang pusat yang mau
leading, ya saya sih nggak apa-apa. Mau siapa yang meÂnÂcanangkan yang penting beres,†kata Ahok.
Selama ini, baru digelar satu kali pertemuan antara pusat dan Dinas Tata Ruang DKI memÂbaÂhas soal desain kawasan terÂpadu yang akan dibangun.
Pada pencanangan Kamis lalu hadir Menteri Koordinator PerÂekonomian Chairul Tanjung, WaÂkil Menteri Pekerjaan Umum HerÂmanto Dardak, Kepala BapÂpeÂnas Armida Alisjahbana, MenÂteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C. Sutardjo, dan perwakilan pengembang.
Chairul Tanjung mengatakan, komitmen pemerintah sangat penÂting untuk menyelesaikan proÂyek Giant Sea Wall Jakarta. Jika tidak, proyek yang ditarÂgetÂkan selesai 2030 bisa molor 2050. Saat itu mungÂkin Jakarta sudah tenggelam.
Ia menjelaskan proyek ini diÂbagi menjadi tiga tahap. Tahap A atau pertama adalah pemÂbaÂnguÂnan tanggul sepanjang 32 km di tepi pantai. Tanggul ini dikerjaÂkan bersama pemerintah pusat, Pemprov DKI Jakarta, dan inÂvestor. Targetnya selesai tahun 2017—2018.
“Biaya yang dibutuhkan sangat besar. Sudah diputuskan 8 kiloÂmeter tanggung jawab pemÂeÂrinÂtah pusat dan DKI. Sebanyak 50 persen (biayanya) ditanggung puÂsat dan 50 persen ditanggung DKI,†jelas Tanjung.
Sisanya, pembangunan tanggul sepanjang 25 km menjadi tangÂgung jawab investor pemegang konsesi proyek reklamasi pantai di Teluk Jakarta.
Tahap berikutnya pembaÂnguÂnan fase B dan fase C. Proses peÂngembangan seluruh kawasan yang diperkirakan tuntas tahun 2030. Diperkirakan, butuh angÂgaran hingga Rp 500 triliun unÂtuk menyelesaikannya pada 2022.
PLN Minta Pembuatan Tanggul Dilakukan Hati-hatiPembangkit Muara Karang & Priok Jadi Tulang Punggung Listrik Di Ibukota PLN meminta kontraktor berhati-hati dalam menggarap pemÂbaÂngunan tanggul laut raksasa di peÂsisir Jakarta. Jangan sampai pemÂbangunannya mengganggu pemÂbangkit listrik.
Direktur Perencanaan dan PemÂbinaan Afiliasi PT PLN MurÂtaqi Syamsuddin mengatakan pembangunan tanggul raksasa berÂsinggungan dengan beberapa pembangkit yang memasok listrik ke wilayah Jakarta. Yakni PemÂbangkit Listrik Gas Uap (PLTGU) Muara Karang dan TanÂjung Priok berkapasitas total 4.000 megawatt (MW). Kedua pembangkit ini meruÂpakan tulang punggung keÂlisÂtriÂkan Jakarta.
“Pelaksanaan harus hati-hati, di sana ada dua PLTU yang totalÂnya 4.000 Megawatt. Itu tulang punggung pasokan listrik JaÂkarÂta,†ujar Murtaqi.
PLTU Muara Karang dan TanÂjung Priok, lanjut dia, sangat berÂgantung pada pasokan air laut seÂbagai media pendinginan. ArtiÂnya, bila proses pendinginan terÂseÂbut terganggu, maka akan meÂnimbulkan dampak penurunan kiÂnerja pembangkit mengÂhaÂsilÂkan listrik.
Untuk itu, PLN berharap pemÂbangunan tanggul bisa diÂkoorÂdinasikan terlebih dahulu agar tidak berdampak buruk terhadap aktivitas pembangkit.
“Itu yang perlu diperhatikan. HaÂrapannya perencanaan itu beÂkerja sama dengan PLN . Ini daÂlam proses,†katanya.
“Kalau kena pembangkit itu, DKI kehilangan 4 ribu megawatt. Apa gunanya pembangunan kaÂlau tidak punya listrik. Jadi perlu hati-hati dalam pelaksanaannya. Karena itu desainnya koordinasi dengan PLN jangan sampai keÂdua pemÂbangkit itu tergangÂgu,†tutupnya.
Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak berhaÂrap tanggul yang dibangun secara terpadu ini bisa berfungsi baik. Pemerintah, kata dia, akan meÂngeluarkan kriteria desain, yang di dalamnya tercakup soal keÂamaÂnan seperti desain penahan gelombang yang bisa bertahan lama.
“Tinggi elevasi mercu tanggul yang harus sama dan mampu meÂngatasi problema kenaikan muka air laut dan penurunan tanah hingÂÂga 2030,†ujar Hermanto.
Pada fase pertama pembaÂnguÂnan tanggul, imbuh Hermanto, juga akan dilakukan revitalisasi waduk-waduk atau kolam retensi banjir dan pompa-pompa tamÂpuÂngan banjir, serta peningkatan kaÂpasitas sungai dan perbaikan muaÂra-muara sungai.
Warga Maklumi Suara Bising Mesin Crane Proses pemasangan pipa-pipa baja cetakan pondasi tangÂgul laut menjadi hiburan terÂsenÂdiri bagi warga Muara Baru Ujung, Jakarta Utara. Pada sore hari, ibu-ibu berÂsama anaknya perÂgi ke tepi laut untuk meÂnyaksikan dimuÂlaiÂnya proyek NCICD.
Warga menaruh harapan besar pembangunan tanggul ini bisa menghindari mereka dari rob. Casmadi, warga RT 20 RW 17 Muara Baru, Penjaringan, JaÂkarta Utara mengatakan warga di sini akrab dengan banjir kaÂrena setiap tahun diterjang rob.
Ketika pasang tinggi, rumahÂnya yang berlantai dua merenÂdam sampai dua meter. “TÂangÂgul sudah di-double, mudah-mudahan nggak banjir lagi. (Tanggul) pernah jebol, semua rumah di sini terendam,†tutur Casmadi.
Dimulainya pembangunan tanggul laut ini memunculkan problem sosial baru. Mesin panÂcang dan crane mengeluarkan suara bising. Untungnya, warga bisa memaklumi.
“Asalkan tiÂdak banjir lagi tiÂdak apa-apa,†ujar Casmadi yang rutin “menonton†peÂnanÂcapan pipa baja di sela-sela naÂrik bajaj.
Wawan, pekerja proyek meÂngamini mesin-mesin yang diÂgunakan untuk menancapkan pipa baja ke dasar laut mÂeÂnimÂbulkan suara bising. Sejauh ini, kata dia, warga belum ada yang komplain.
Saat waktu tidur, para pekerja menghentikan aktivitas peÂnanÂcapan pipa. “Kita tahu mengÂgangÂgu, makanya tidak kami kerÂjakan 24 jam sehari,†ujarnya.
Air laut di tepi Muara Baru Ujung, Penjaringan, Jakarta Utara, berwarna hitam pekat. TiÂdak sedikit, sampah plastik meÂÂngambang hingga ke pipa-pipa baja cekatan pondasi tangÂgul yang akan dibangun.
Sampah mengambang ini menambah pekerja proyek. Dari atas kapal tongkang, mereka meÂnyeroki sampah dengan tongÂkat jaring. Ini dilakukan sampai perÂmukaan laut bersih sebelum pipa ditancapkan.
Jika tidak dibersihkan samÂpah itu akan terdorong ke dasar laut ketika adukan cor diÂtuangÂkan ke dalam pipa. “Kita galah dulu sampahnya, baru dipÂanÂcang,†ujar Wawan.
Terlihat ada empat orang peÂkerja yang membersihkan samÂpah yang mengambang. Jika perÂmukaan air sudah bersih, seÂorang pekerja menginstruksikan operator crane untuk mulai meÂnurunkan pipa baja.
Pembangunan tanggul laut raksasa ini bukan tanpa kritik. WaÂhana Lingkungan Hidup (WalÂhi) Jakarta menilai pembaÂngunan ini bukan solusi meÂngaÂtasi rob yang kerap melanda peÂsisir Jakarta.
Dewan Daerah Walhi Jakarta Ubaidillah mengatakan, rob hanya salah satu konsekuensi dari kesemrawutan dalam tata keÂlola sumber daya dan penÂaÂtaÂan ruang kawasan pesisir JaÂkarta.
“Selain rob, masalah lainÂnya yang ada di teluk Jakarta, adaÂlah seperti fenomena peruÂbaÂhan iklim dan kenaikan muka air laut, abrasi pantai, sampah dan limbah, serta instrusi air laut,†sebutnya.
Ia menambahkan ada masalah lain yang harus diperhatikan, yaitu penurunan tanah, hanÂcurÂnya ekosistem pantai laut, peÂmukiman kumuh, krisis air berÂsih, kandungan logam berat yang terdapat pada tangkapan ikan dan budidaya kerang neÂlayan tradisional, hingga anÂcaÂman hilangnya cagar budaya serÂta situs sejarah.
Banyaknya persoalan tersÂeÂbut, lanjutnya, disebabkan tata kelola kawasan pesisir Jakarta yang mengabaikan daya dukung lingkungan dan peruntukan ruang yang tidak adil.
“Kalau diÂperhatikan faktanya, panjang pantai Jakarta sepanÂjang 32 kiÂloÂmeter yang mÂeÂmÂbentang dari barat ujung Kamal Muara, PenÂjaringan hingga ke Timur ujung Cilincing, lahan didominasi oleh pusat industri, pelabuhan, temÂpat rekreasi koÂmersil dan hunian eksklusif,†katanya. ***