Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Sambil Nenteng Kardus, Pendatang Serbu Terminal

Ada Yang Ingin Kerja Di Pelabuhan Hingga PRT

Rabu, 06 Agustus 2014, 10:15 WIB
Sambil Nenteng Kardus, Pendatang Serbu Terminal
ilustrasi
rmol news logo Cuaca panas terik membakar terminal bis antar kota Pulogadung, Jakarta Timur, ketika beberapa bus antar kota antar provinsi kota tiba. Para penumpang turun dan mengangkati barang-barang bawaannya. Mulai dari tas, kardus-kardus yang diikat hingga bungkusan kantong  plastik.

Para penumpang pun berpencar setelah meninggalkan terminal luar kota. Mereka mencari angkutan umum untuk menuju tempat tinggalnya masing-masing. Beberapa ada yang dijemput sanak keluarganya yang telah menunggu di Terminal Pulogadung.

Dua pria berkulit gelap terlihat menelusuri jalan keluar terminal. Satu sudah berumur. Satunya lagi remaja. Mungkin usianya masih belasan. Pria yang berusia 40 tahun mengenakan topi putih. Turun dari bus dia tak membawa barang bawaan.

Pria yang belia memanggul tas punggung dan menenteng kardus berukuran sedang. Ia tampak berusaha mengimbangi langkah pria yang lebih tua sambil celingak-celinguk.

“Mau naik angkot ke arah (Tanjung) Priok (Jakarta Utara),” ujar pria bertopi yang mengaku bernama Hasan Basri. Mereka berdua baru saja tiba dari kampung halamannya Pamanukan, Subang, Jawa Barat.

“Tadi macet sekali di jalan,” ujarnya dengan logat Sunda pesisir Hasan Basri mengaku sudah lama tinggal di daerah Muara Baru, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Sehari-hari dia bekerja sebagai buruh kasar di Pelabuhan Tanjung Priok.

Remaja yang bersamanya adalah saudara dari kampung yang diajaknya ke Jakarta setelah mudik lebaran. Remaja berambut gondrong itu hendak mengadu peruntungan di ibukota.  “Mau kerja di pelabuhan,” ujar Hasan Basri.

Remaja yang masih malu-malu itu untuk sementara tinggal bersama Hasan Basri sampai mendapat pekerjaan dan memiliki tempat tinggal sendiri.

Di luar terminal, angkutan Mikrolet berwarna biru berjejer ngetem menunggu penumpang. Hasan Basri dan saudaranya menaiki salah satunya.

Setelah lebaran, banyak pemudik yang kembali ke Jakarta sambil mengajak sanak saudaranya. Para pendatang baru itu berharap bisa mendapatkan pekerjaan di ibukota.

Tahun ini diprediksi akan ada 68.500 pendatang baru yang datang setelah lebaran. Meningkat 25,5 persen dibanding tahun lalu. “Prediksi itu dimulai dari H +1 sampai H+ 10. Tahun lalu, pendatang barunya mencapai 51.000 orang,” kata Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) DKI Jakarta Purba Hutapea.

Prediksi ini berdasar hasil penelitian Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LDFE UI) terhadap penduduk DKI Jakarta. Lembaga itu mencatat bahwa penduduk Jakarta yang mudik mencapai 3.616.774 orang, atau sebesar 36,21 persen dari total penduduk Jakarta sebesar 9.988.329 orang. Sedangkan arus balik diprediksi mencapai 3.685.274 orang.

Survei itu tidak hanya mengenai prediksi jumlah pendatang baru ke Jakarta. Namun, juga mengklasifikasi pendatang dari asal daerahnya. Mulai dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur dan Banten.

Para pendatang baru itu terbagi menjadi tiga kategori. Yakni pendatang baru yang akan menetap permanen di Jakarta, tinggal sementara waktu, dan melanjutkan kembali pulang ke kampung halaman.

“Mereka yang menetap permanen ini kaum urban yang ingin mengubah nasib di Jakarta. Kalau yang sementara, biasanya hanya libur Lebaran saja,” kata Purba.

Disdukcapil DKI tidak menggelar operasi yustisi terhadap pendatang baru paska lebaran. Namun menurut Purba, pihaknya akan memulang pendatang yang mengganggu ketertiban umum.

“Tidak ada razia, yang akan dilakukan adalah bina kependudukan berupa sosialisasi pendaftaran penduduk bekerja sama dengan RT/RW terutama di daerah-daerah padat pendatang baru,” kata Purba.

Dia menegaskan pendatang baru yang melanggar ketertiban umum akan ditindak sesuai Perda Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.

“Jika melanggar ketertiban umum seperti jadi pengemis atau gelandangan akan dirazia oleh dinas sosial bersama Satpol PP dan akan dipulangkan ke daerah asal,” jelas dia.

Terkait pendatang baru ke Jakarta yang diprediksi akan mencapai 68 ribuan orang tahun ini, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama tidak mempersoalkannya. Asalnya pendatang baru itu jelas tempat tinggalnya dan pekerjaan yang akan dilakoninya di ibukota.

“Saya kira Jakarta terbuka, siapapun boleh datang. Kita ambil contoh sederhana saja, pembantu rumah tangga saja pulang kampung, ibu-ibu pesan, ‘kalau ada yang mau kerja, diajak ya’. Bener ga?” kata pria yang akrab disapa Ahok itu.

Menurut Ahok boleh saja pendatang baru mencari nafkah di Jakarta bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT) karena ada majikan yang menampungnya. Beda halnya jika pendatang tersebut adalah calon pekerja di pabrik.

“Yang paling repot itu pabrik-pabrik karena merekrut tenaga kerja muda supaya bisa dibayar murah. Itu yang saya larang, dan biasanya mereka tidak menyediakan tempat tinggal, mereka terpaksa tinggal di pinggir-pinggir sungai. Nah ini yang bahaya, kita mau dorong pabrik itu keluar dari Jakarta,” kata bekas Bupati Belitung Timur itu.

Lebih lanjut Ahok juga tak masalah jika pendatang baru itu bertujuan untuk wisata ataupun ingin mencari peruntungan di ibukota. Namun ia menegaskan akan tetap melakukan bina kependudukan dan memberantas kawasan kumuh.

“Kalau kamu bisa berhasil kita kasih tinggal, kalau nggak kamu mesti pulang kampung juga. Nah caranya gimana? Ya jangan ada kawasan kumuh, semua yang tinggal di pinggir kereta, pinggir sungai, di kolong tol mesti kita bongkar semua, seperti itu,” ujar Ahok.

Arus Balik Masih Ramai Di Pulogadung

Kepala Terminal Bis Antar Kota Pulogadung Muhamad Arafat menyampaikan, puncak arus balik di terminal itu terjadi pada hari Minggu (3/8). Meski begitu, arus balik yang disertai dengan pendatang baru masih terus mengalir hingga beberapa hari ke depan.

Ketika ditemui di kantornya di dalam terminal Pulogadung, Arafat juga telah mempersiapkan pendataan pemudik dan arus balik di lokasi tempatnya bekerja itu. “Hari minggu kemarin, itu adalah puncak arus balik di Pulogadung,” ujar Arafat kepada Rakyat Merdeka.

Pada hari minggu itu, dia mencatat sebanyak 13.135 penumpang yang masuk dari luar kota ke dalam terminal Pulogadung, dengan diangkut 624 bis.

“Dua hari ke depan ini masih tetap ada arus balik, tetapi ya biasanya semakin kecil jumlahnya,” jelas Arafat.

Jika dibandingkan dengan data tahun lalu, di hari yang sama yakni H+5, jumlah penumpang paska lebaran diterminal ini mengalami peningkatan. Tahun 2013 lalu, pada H+5 penumpang masuk sebanyak 9.367 penumpang yang mempergunakan 285 unit bis. Tahun lalu, total penumpang paska lebaran yang masuk ke terminal Pulogadung pada H+7 sebesar 64.881 orang.

“Memang ada peningkatan dari tahun lalu, tetapi untuk total keseluruhan belum tahu jumlahnya untuk tahun ini, sebab masih ada kedatangan arus balik,” jelas Arafat.

Dari evaluasi secara umum yang dilakukannya, proses pelayanan mudik dan arus balik yang terjadi di terminal Pulogadung lebih baik dari tahun lalu. “Secara keseluruhan baik dan tidak ada kendala berarti. Paling waktu mudik kemarin ada satu dua yang komplain soal tarif angkutan,” jelas dia.

Terkadang, lanjut dia, perusahaan bis antar kota menaikkan tarif angkutan dengan besaran yang melebihi ketentuan. Meski begitu, persoalan tarif itu segera diselesaikan, sebab pihaknya segera turun tangan.

“Segera diatasi. Sebab sudah ada ketentuan tarif. Daftar tarif kelas ekonomi ada, jadi tidak boleh seenaknya menaikkan tarif,” papar Arafat sembari menunjukkan daftar tarif yang terpampang di dinding ruangan kerjanya.

Meski ada korelasi banyaknya kedatangan penumpang dengan pertambahan pendatang baru di Jakarta, Arafat tidak bisa memastikan berapa banyak pendatang baru Jakarta yang masuk melalui terminal ini. “Karena memang penumpang itu beragam dan tak semua pendatang baru,” jelasnya.

Jokowi Janjikan Perbanyak Lapangan Kerja Di Daerah

Tekan Urbanisasi

Sehabis musim mudik lebaran, Jakarta selalu dibanjiri pendatang baru. Alasan mereka datang ke ibukota klasik: mencari kerja. Mereka menganggap di kota lebih banyak pekerjaan yang bisa dilakoni dibanding di daerah asalnya.

Ketimpangan ini sudah berlangsung lama. Berbagai program pengembangan desa belum mampu menekan angka urbanisasi ke kota. Sebab, perputaran uang masih lebih banyak di kota ketimbang di desa.

Joko Widodo yang telah ditetapkan sebagai presiden oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) berpendapat, urbanisasi masyarakat dari daerah ke Jakarta masih selalu terjadi dikarenakan pembangunan dan investasi di daerah masih rendah.

“Kalau peredaran uang dan investasi tidak didorong ke daerah ya akan seperti ini sampai kapan pun,” ujar Gubernur DKI Jakarta itu.

Jokowi mencontohkan, bila ingin mengatasi lonjakan pendatang baru pasca lebaran ke ibu kota kuncinya harus dapat memagari DKI Jakarta. Caranya, dengan menciptakan lapangan pekerjaan yang merata hingga ke daerah. Sehingga tidak hanya terpusat di satu titik saja.

“Kuncinya cuma di situ. Ada lapangan pekerjaan di daerah. Kalau ada lapangan pekerjaan di daerah, mereka nggak akan ke ibu kota. Supaya ada lapangan pekerjaan di daerah, berarti investasi (perlu) didorong ke sana. Peredaran uang didorong ke sana. Itu saja kuncinya,” ujar Jokowi.

Ketua Harian Posko Lebaran Terpadu Boedhi Setiadjid mengatakan, tingkat urbanisasi dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut Boedhi, urban atau pendatang masih menganggap Jakarta sebagai ‘lahan segar’ untuk mencari kehidupan yang lebih baik.

“Sekarang mereka (pendatang) melihat Jakarta lebih menarik untuk bekerja dan kehidupan yang lebih baik. Entah benar atau tidak, faktanya mereka beralasan demikian,” ujar Boedhi seperti dikutip Kompas.com.

Boedhi menilai, tingginya angka pendatang ke Jakarta dapat berdampak positif jika diimbangi dengan keterampilan yang mereka miliki sehingga dapat dikembangkan di Jakarta. Namun, jika para pendatang hanya akan berakhir dengan bekerja di jalanan seperti mengamen dan mengemis, lebih baik angka urbanisasi ditekan.

Untuk menekan jumlah urban di Jakarta, menurut Boedhi, pemerintah daerah perlu berbenah untuk meningkatkan kualitas daerah. Ia menambahkan, semestinya pemerintah daerah membuka lapangan pekerjaan seluas mungkin sehingga masyarakat di daerah merasa peluang pekerjaan di sana sama besar seperti di Jakarta.

“Kualitas di daerah harus ditambah, harus ada sinkronisasi. Penyediaan lapangan kerja bagi mereka perlu ditingkatkan di daerah. Harus terbuka peluang mereka mendapat pelatihan, pendidikan, dan keterampilan,” ujarnya.

Untuk meningkatkan kualitas penduduk daerah, menurut Boedhi, perlu adanya peran pemerintah daerah untuk melakukan upaya pembinaan terhadap industri kecil penduduk setempat. Ia menambahkan, dengan cara tersebut, pembangunan daerah terutama masyarakatnya dapat berkembang pesat. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA