Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Naik 2 Bus, Karyawan JIS Ramai-ramai Ke Polda

Kasus Pelecehan Murid, Dua Guru Diperiksa

Selasa, 15 Juli 2014, 09:36 WIB
Naik 2 Bus, Karyawan JIS Ramai-ramai Ke Polda
Jakarta International School (JIS)
rmol news logo “Naga, naga, naga... Oi, oi, oi....” Yel-yel itu bergemuruh di lantai dua ruang guru Jakarta International School (JIS). Di ruangan itu berkumpul puluhan orang dari Serikat Pekerja JIS dan perwakilan orang tua murid. Yel-yel semakin keras ketika Niel Bantleman dan Ferdinand Tjiong tiba bersama istri.

Neil, warga negara Kanada adalah guru sekolah dasar di JIS. Sedangkan, Ferdinand, asisten guru SD di sekolah yang terletak di Jalan Terogong Raya, Pondok Indah, Jakarta Selatan itu. Mereka dituduh melakukan pelecehan terhadap muridnya. Pekan lalu, polisi menyandang status tersangka kepada keduanya.

Puluhan orang yang menyambut Niel dan Ferdinand kompak mengenakan pita biru di dada, tanda keprihatinan. Bak demonstran mereka membawa poster-poster. Isinya dukungan terhadap kedua guru itu. Salah satu poster bertuliskan: “We Stand for You, Fredi and Neil.”

Tiba di ruangan, Fredi dan Neil menyalami dan memeluk staf JIS yang telah memberikan dukungan kepada mereka. Tangis haru tak terbendung. Sorak-sorai dukungan berubah serak karena beberapa orang terisak.

Ferdinand, Neil dan istri masing-masing lalu diminta duduk di muka ruangan. Tracy, istri Tracy yakin suaminya tak bersalah. “Kami sepenuhnya berada di pihak yang benar. Semua tuduhan itu tidak benar,” kata Tracy, sambil menahan tangis.

Hal senada juga diungkapkan Fransisca, istri Ferdinand. Fransisca ternyata bekas guru JIS. Ia bekerja di JIS selama 10 tahun. Suaminya bekerja lebih lama: 17 tahun.

“Dulu waktu kami masih sama-sama bekerja, kami selalu bersama-sama dari pagi sampai sore bekerja di sini (JIS). Saya yakin suami saya difitnah. Kebenaran akan terungkap nanti. Siapa yang paling jahat akan terbukti,” kata Fransisca sambil berurai air mata.

Neil dan Ferdinan tampak duduk di samping istri masing-masing. Tak sepatah kata yang keluar dari mulut kedua pria yang mengenakan kemeja batik itu. Wajah keduanya terlihat menahan air mata. Satu per satu staf JIS memeluk maupun mengucapkan kata-kata dukungan.

Kemarin, Neil dan Ferdinand diminta datang ke Polda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan atas kasus yang dituduhkan kepada mereka. Kedua guru memenuhi panggilan polisi itu.

Usai bertemu para staf JIS dan perwakilan orang tua murid, Neil dan Ferdinand turun ke bawah. Rekan-rekan mereka mengikuti dari belakang. Di depan ruang guru parkir sebuah minibus, yang akan ditumpangi Neil dan Ferdinand ke Polda Metro Jaya.

Di belakangnya parkir dua bus sekolah dengan mesin menyala. Staf JIS dan perwakilan orang tua masuk ke bus itu. Mereka hendak mengiringi kedua guru JIS ke kantor polisi. Yang tidak kebagian tempat di bus, memilih mengiringi menggunakan mobil parkir.

Masih suasana haru, rombongan pun keluar dari sekolah yang memiliki pengamanan dalam hingga tiga lapis itu. Perjalanan ke Polda Metro memakan waktu sekitar sejam. Tiba pukul 12 siang, Neil dan Ferdinan didampingi staf JIS menuju Direktorat Reserse Kriminal Umum. Keduanya menolak berkomentar kepada awak media mengenai pemanggilan polisi ini. 

Teddy, salah satu perwakilan karyawan JIS itu mengatakan, kedatangan mereka ke Polda Metro khusus mendampingi Neil dan Ferdinand sebagai sahabat maupun kerabat. “Ini bentuk dukungan kami, semoga mereka kuat dan bisa menjalani pemeriksan dengan baik,” ujarnya.
 
Teddy berharap agar kepolisian transparan dalam mengusut dugaan pelecehan yang terjadi di sekolah itu. “Kami harap polisi bertindak adil,” serunya.

Di Polda Metro Jaya, Neil dan Ferdinand bertemu dengan pengacara mereka: Hotman Paris Hutapea. Pengacara kondang itu sempat memberikan keterangan pers sebelum masuk ke ruang pemeriksaan.

“Mereka datang dipanggil sebagai tersangka. Saya tegaskan mereka jadi tersangka tapi belum pernah ditunjukkan alat bukti. Semua keterangan dari Humas Polda 100 persen versi pelapor,” tutur Hotman.

Sebelumnya, Kepala Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Rikwanto menyampaikan, Neil dan Ferdinand sudah ditetapkan sebagai tersangka. Keduanya dituduh melakukan pelecehan terhadap murid.

Rikwanto menyebut, polisi telah mengantongi bukti untuk menjerat keduanya. “Obat adalah bagian alat bukti yang ditemukan dalam penyidikan. Masih kita selidiki,” katanya.

Rikwanto tak bersedia menyelesaikan lebih jauh mengenai barang bukti maupun alasan menjerat kedua guru di JIS itu.

Di dampingi kuasa hukum mereka, Neil dan Ferdinand akhir buka suara. Ferdinand menyatakan siap menjalani proses hukum, termasuk jika polisi memutuskan menahan mereka.

“Ya (penahanan) itu wewenang polisi. Saya hanya sebagai warga negara yang baik, mengikuti saja. Silakan kalau polisi ingin menahan saya,” kata Ferdinand.
 
Dia berjanji akan terus bekerja sama dengan kepolisian untuk mengungkap peristiwa yang sebenarnya. “Sebagai warga negara yang baik, saya akan bekerja sama dengan polisi, menjawab pertanyaan sejujur-jujurnya,” ujarnya.

Ada Gugatan 1,4 Triliun Di Balik Kasus JIS

Kuasa hukum guru JIS, Hotman Paris Hutapea mencurigai penetapan status tersangka kepada kliennya ada hubungannya dengan gugatan perdata terhadap sekolah internasional itu.

Hotman menyebut penggugat meminta ganti rugi sebesar 125 juta dolar Amerika dari JIS. “Ada yang mulai sadar gugatan perdatanya cacat formal, karena yang digugat kurang pihak, gugatan tidak dapat diterima atau NO (niet onvankelijk verklaard—red), karena dalam surat gugatan disebut pelakunya bukan pegawai JIS melainkan pegawai ISS. Nah enam tersangka ini justru tidak ikut digugat,” ujarnya di Polda Metro Jaya sebelum mendampingi dua guru JIS menjalani pemeriksaan.

Masih menurut Hotman, agar gugatan bisa diterima, maka dibutuhkan tersangka baru dengan menuduh karyawan JIS melakukan pelecehan.

PT Indonesia Servant Service (ISS) dikontrak JIS untuk menjaga kebersihan sekolah internasional. Belakangan, enam pegawai perusahaan PT ISS ditangkap polisi karena diduga melakukan pelecehan seksual terhadap murid TK JIS.

JIS telah melayangkan somasi ke PT ISS. Perusahaan alih daya penyedia tenaga kerja kebersihan itu dianggap tidak bertanggung jawab atas kasus kekerasan seksual yang terjadi di JIS.

Pihak JIS telah tiga menggelar pertemuan dengan PT ISS, tapi tidak ada respons. Pihak JIS merasa ditinggalkan oleh PT ISS dalam mengatasi kasus kekerasan seksual yang menimpa murid JIS. Padahal para tersangka dalam kasus ini di antaranya beberapa petugas kebersihan yang direkrut dari PT ISS.

JIS memberikan kesempatan kepada perusahaan multinasional itu untuk merespons somasi tersebut dalam jangka waktu sepekan. Jika melebihi batas waktu itu, pihak JIS akan menuntut PT ISS Indonesia secara materiil.

“Kami menuntut seperti yang dimintakan orang tua korban kepada JIS,” ujar Harry Ponto, kuasa hukum JIS lainnya. Jumlah tuntutan sekitar US$ 125 juta atau sekitar Rp 1,4 triliun. Tim kuasa hukum masih menggodok pasal yang akan dituntutkan kepada PT ISS Indonesia.

Sebelumnya, Kepala Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Rikwanto mengatakan penyidik berhati-hati dalam mengusut kasus dugaan pelecehan di JIS. Pasalnya, kasus ini menjadi perhatian publik. Bahkan, sorotan dunia internasional.

Lima Pegawai ISS Segera Disidang

Terancam Hukuman 15 Tahun

Lima karyawan PT ISS yang menjadi tersangka kasus pelecehan terhadap murid TK JIS segera menjalani persidangan.

Kelimanya yakni Virgiawan 20 tahun, Agun 25 tahun, Afriska 24 tahun, Zaenal 28 tahun, dan Syarial 20 tahun.

Kepala Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Rikwanto mengatakan, lima tersangka itu masih berada di rumah tahanan Polda Metro Jaya. Namun kasus dan barang buktinya telah dilimpahkan ke Kejaksaan.

Kelima tersangka pun telah menjadi tahanan kejaksaan.

“Tahanan masih di Polda Metro Jaya, Kejaksaan titipkan. Tapi sebenarnya sudah diterima dan sudah menjadi tahanan kejaksaan,” ujar Rikwanto.

Rikwanto menambahkan, sebelumnya kelima tersangka itu telah dikenakan Undang-Undang Perlindungan Anak pasal 82 dan 83. Dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat 3 tahun dan denda paling banyak Rp 300 juta dan paling sedikit Rp 60 juta.

Belakangan, polisi menjerat dua guru SD JIS sebagai tersangka kasus pelecehan terhadap muridnya. Kalangan JIS pun kaget. Anggota Dewan Pembina Yayasan JIS Dino Vega mengatakan pihaknya tidak percaya dua guru sekolahnya yang ditetapkan sebagai tersangka kasus pelecehan.

“Kami percaya kalau kedua guru ini tidak bersalah. Selama bekerja di JIS, mereka selalu menunjukkan profesionalismenya,” ujar Dino.

Dino menambahkan selama ini pihaknya selalu bekerja sama dengan pihak kepolisian dalam penanganan kasus pelecehan seksual itu. Bahkan pihak JIS melakukan pendampingan terhadap guru-guru yang dijadikan saksi. Pihak JIS bekerja sama dengan kepolisian.

Setelah Dewasa, Korban Mengaku Salah Menuduh
Kasus McMartin

Periset bidang psikologi, Catherine Thomas, mengingatkan penegak hukum agar berhati-hati dalam menangani anak-anak yang mengaku menjadi korban kekerasan dan pencabulan.
 
Menurut dia, banyak sekali hasil penelitian yang membuktikan bahwa anak-anak dapat dengan mudahnya dikondisikan agar bercerita mengenai kejadian buruk yang sebetulnya tidak pernah mereka alami.

Kekeliruan ingatan atau false memories bisa saja diceritakan oleh anak-anak sebagai sesuatu pengalaman yang betul-betul terjadi.

Selain itu, teknik yang keliru yang digunakan dalam proses interogasi formal dan non-formal (misalnya yang dilakukan orang tua) juga dapat membawa proses penyelidikan pada kesimpulan yang tidak sesuai dengan kenyataan.

Hal itu dikemukakan kandidat doktor psikologi dari Universitas Radboud, Nijmegen (Belanda) tersebut menanggapi penetapan tersangka kasus kekerasan dan pencabulan di Jakarta Internasional School (JIS).

Catherine mengambil contoh kejadian pencabulan anak-anak yang pernah diadukan Kyle Sapp pada tahun 1984 di California, Amerika Serikat. Pada tahun tersebut, Kyle mengaku dirinya menjadi korban pencabulan sewaktu bersekolah di TK McMartin di dekat Los Angeles.

Kyle memang bersekolah di sana tahun 1979-1980. Kyle dan banyak anak-anak lain dari South Bay mengadukan penyelenggara TK McMartin dan para karyawan sekolah tersebut. Nama “McMartin” kemudian menjadi bahan pembicaraan masyarakat Amerika hingga pertengahan dekade 1990-an.

Pada tahun 1990, juri tidak sepakat bahwa kedua tertuduh kasus McMartin bersalah dan pengadilan membebaskan mereka. Kyle Sapp yang kini bernama Kyle Zirpolo (sekitar 40 tahun), mengakui tuduhan kepada pengelola sekolah memang tidak benar. Kenyataan baru terungkap setelah berpuluh-puluh tahun para guru yang pernah menjadi tertuduh ini hidup dalam hukuman sosial.

Catherine mengakui ada pendapat umum yang mengatakan bahwa anak-anak jauh lebih jujur dibandingkan orang dewasa. Namun, masyarakat perlu menyadari juga bahwa anak-anak sangat polos dan mudah dipengaruhi (highly suggestible).

“Anak-anak sangat mudah terpengaruh oleh situasi lingkungan, terutama tekanan dan proses hukum yang dihadapinya sewaktu menerima pertanyaan,” kata Catherine.

Ditegaskannya, pelaku yang bersalah memang harus dihukum. Namun, para penegak hukum harus betul-betul berhati-hati jangan sampai orang-orang yang tidak bersalah dijerumuskan sehingga menjalani sanksi sosial dan sanksi hukum yang tidak semestinya mereka tanggung. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA