Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

WAWANCARA

Otto Hasibuan: Sibuk Koalisi, Kualitas Capres Belum Terlihat Secara Mendalam

Rabu, 07 Mei 2014, 09:13 WIB
Otto Hasibuan: Sibuk Koalisi, Kualitas Capres Belum Terlihat Secara Mendalam
Otto Hasibuan
rmol news logo Capres yang bakal berlaga dalam Pilpres 9 Juli mendatang masih sibuk menggalang koalisi, sehingga belum ketahuan visi misinya dalam penegakan hukum.

”Kita belum melihat visi misi capres. Mereka sedang sibuk cari teman koalisi dan pasangan cawapres. Jadi bisa dibilang, kualitas mereka belum bisa dilihat secara mendalam,’’ kata Ketua Umum  Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Otto Hasibuan kepada Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.

Berikut kutipan selengkapnya;

Apa yang harus dimiliki capres agar bisa sukses memimpin bangsa ini?
Seorang presiden, siapapun dia, pertama-tama harus bisa mengidentifikasi permasalahan bangsa. Jika tidak bisa melakukan ini, tak mungkin bisa membereskan masalah bangsa.

Setelah bisa mengidentifikasi persoalan bangsa, harus bisa menangkap apa sih kemauan kolektif dari bangsa ini. Tidak boleh melihatnya dari kemauan pribadi-pribadi. Langkah selanjutnya, harus mampu menggelorakan seluruh komponen bangsa untuk menyelesaikan masalah yang sudah teridentifikasi tadi. Jika bisa melakukan ini, tidak akan kesulitan menjalankan pemerintahan.
    
Bagaimana di bidang penegakan hukum?
Khusus di bidang hukum, ini agak tertinggal dibenahi sehingga seperti kurang terurus. Padahal, sebenarnya seorang pemimpin harus bisa melihat masalah ekonomi, politik dan sebagainya dari kacamata hukum. Hukum itu berada di mana-mana. Hukum panglimanya. Ini masalah para pemimpin kita sebelumnya.
 
 Apa peranan advokat dalam hal ini?
Nah, ini masalahnya. Hampir tidak ada yang memperhitungkan peranan advokat di bidang penegakan hukum. Di kacamata presiden sebelumnya, selalu berpikir, menegakkan hukum hanya kerjaan jaksa, polisi, hakim. Padahal, yang lebih berpotensi menjalankan hukum adalah advokat.

Sebab, advokat itu bekerja dari awal sampai eksekusi sebuah kasus. Kalau polisi kan di awal kasus. Sedang hakim hanya di pengadilan, begitu juga jaksa. Artinya, advokat punya potensi terbesar memastikan jalannya hukum itu, sehingga kalau hukum itu mau belok, dia bisa belokan. Kalau mau lurus, dia bisa meluruskan.

Pemimpin masa lalu tak mendekatkan diri kepada advokat. Dianggapnya advokat ini profesi di luar jangkauannya. Saya tahu pemimpin tidak boleh mencampuri advokat sebagi profesi yang independen. Tapi pemimpin itu juga harus bekerja sama dengan advokat untuk memastikan berjalannya hukum.

Bagaimana cara melakukan itu?
Pemimpin harus mengajak advokat turut serta sebagai penegak hukum untuk memastikan jalannya hukum. Advokat harus didekati, harus diajak serta, untuk memastikan bersama-sama jalannya penegakan hukum. 

Konkretnya, organisasi advokat harus dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan yang penting. Contohnya pembuatan undang-undang, pengambilan keputusan presiden tentang hukum. tak ada salahnya dia meminta pendapat para ahli hukum, dari segi advokat.

Bagaimana jika saran Anda ini tidak dilakukan presiden mendatang?

Lihat akibatnya. Betapa banyaknya perkara di Mahkamah Konstitusi, yang produknya dibuat di legislatif bersama pemerintah. Yang mengerjakan perkara di MK siapa, lawyer. Dan lawyer melihat kelemahan produk legislatif itu. Jadi seharusnya, sebelum sebuah Undang-undang dimasukkan ke DPR, dan sebelum diundangkan, maka lawyer sudah harus memberikan pendapat karena laywer tahu di mana kelemahan-kelemahan dalam penegakan hukum.

Karena selalu ditempatkan di luar sistem, akhirnya advokat mengalah dan bertindak sebagai oposisi. Karena itu peranan para advokat tak menonjol. Malah selalu head to head dengan penegak hukum yang lain dan pemerintah. Padahal harusnya advokat jadi bagian dari penegakan hukum.

Ada saran lain agar presiden mendatang bisa membereskan masalah di bidang hukum?
Presiden hasil pileg nanti jangan takut memberi komando ke jaksa dan polisi. Jangan takut dianggap intervensi, karena memang bukan intervensi. Jangan menganggap mengkomandoi jaksa dan polisi sebagai intervensi. Salah besar itu.

Proses hukum memang tak boleh dicampuri. Tapi tentang politik hukum, ya harus campuri.

Presiden harus menentukan, begini lho kebijakan Kepolisian. Begini lho kebijakan Kejaksaan. Presiden harus berani memimpin langsung jaksa dan polisi. Karena mereka di bawah eksekutif. Begitu sistem hukum kita, baru bisa beres.

Bagaimana dengan keberadaan KPK?

KPK sudah bagus dan perlu didukung. Tapi perlu dicatat, KPK lembaga temporer. Ibarat rumah sakit, negara kita ini sedang masuk UGD dan ditangani KPK. Tapi kalau pasien terlalu lama di UGD, artinya KPK tidak sukses menyembuhkan penyakit itu.

Harusnya, selesai di UGD masuk ruang biasa. Jangan juga KPK berbangga hati. Kalau terlalu lama berdiri, itu juga bukti KPK tidak berhasil. Ini juga berarti ketidakberhasilan pemerintah.

Karena itu, pemimpin mendatang harus bisa mengembalikan posisi jaksa dan polisi menggantikan KPK. Kalau ini tak berhasil, berarti pemimpin itu gagal.  ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA