Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Api Muncul Dari Tengah Lantai Sebanyak 4 Titik

Pedagang Kain Ratapi Kebakaran Di Pasar Senen

Senin, 28 April 2014, 09:37 WIB
Api Muncul Dari Tengah Lantai Sebanyak 4 Titik
ilustrasi
rmol news logo Parde Sitompul hanya mampu tertunduk lesu, duduk berselonjor di antara genangan air sisa pemadam kebakaran. Tubuh basah kuyup, seakan tidak ia hiraukan.

Sesekali tangan kanannya ia usapkan ke wajah letih, sembari meluruskan kedua kaki di tengah ribuan warga masyarakat yang te­rus menyesaki gerbang depan Blok 3 Pasar Senen, Jakarta Pusat.

“Hancur lae, semua habis. Nggak ada lagi yang tersisa. Se­mua­nya terbakar,” ujarnya tanpa mengalihkan pandangan dari ba­ngu­nan berlantai tiga, pasar yang se­lama ini dikenal sebagai pasar­nya orang Batak di Jakarta ini.

Menurut Sitompul, dua kios mi­liknya, di mana masing-ma­sing berukuran 2x2 meter yang se­lama ini ia sewa persis berada di lantai dua bagian tengah, tidak me­nyisakan satu bal pun kain yang selama ini menjadi jualannya.

“Sudah nggak tahu lagi aku be­rapa kerugiannya. Kemarin saja itu barang (kain) kita masuk 800 bal. Satu bal itu paling murah Rp 3 juta. Itu saja udah Rp 2,4 mi­liar. Itu belum termasuk barang-barang yang sudah ada terlebih dahulu,” katanya meratap sedih.

Hal senada dikemukakan pe­dagang lainnya, A Sinaga. Na­mun nasibnya masih lebih baik. Karena kebetulan kiosnya berada di lantai dua, menghadap persis ke Jalan Gunung Sahari, ber­se­be­rangan dengan Mal Atrium.

“Begitu dengar berita dari ka­wan jam 6 pagi, aku langsung ke­mari. Jadi waktu api belum sem­pat menyebar, kita bersama ka­wan-kawan sudah saling bahu mem­bahu menyelamatkan ba­rang-barang. Semua lagi kita je­mur. Kasihan kawan-kawan yang lain. Api kebetulan berasal dari bagian tengah lantai dua. Dan itu ada empat titik. Sementara kita kan di depan itu,” katanya.

Menurut Sinaga, setidaknya ada sekitar 5.000 kios di seluruh blok tiga Pasar Senen. Dan ham­pir seluruhnya habis terbakar, Jumat (25/4). Dari total jumlah pe­dagang yang ada, hampir se­te­ngahnya berasal dari suku Batak. Sementara sebagian lainnya suku Padang dan etnis Tionghoa.

“Di sini kita Batak banyak kali. Lebih dari setengah. Kalau satu orang saja rugi sampai ratusan juta rupiah, ya bisa kalikan sen­dirilah berapa total kerugian yang ada. Belum lagi ada yang sampai rugi miliaran rupiah,” katanya.

Jumlah pedagang yang dike­mu­kakan Sinaga, tidak sinkron dengan informasi yang diperoleh dari Direktur Utama PD Pasar Jaya, Djangga Lubis. Menurut­nya, saat ini terdapat 3.096 tem­pat usaha di pasar yang dibangun sejak tahun 1974 tersebut. Meski begitu di antara keduanya ter­dapat kesesuaian informasi ter­kait peremajaan.

Menurut Lubis, Blok 3 Pasar Se­nen rencananya akan direma­ja­kan setelah Lebaran. Sementara menurut Sinaga, selama ini me­mang mereka telah mendengar rencana tersebut. Dan bahkan ren­cananya peremajaan akan di­lakukan setelah pemilu di­selenggarakan.

“Rencana peremajaannya su­dah dari 2004 lalu. Tapi akhir-akhir ini wacana tersebut me­nguat kembali. Tapi me­min­dah­kan 5.000 pedagang itu kan nggak mudah. Mau ditempatkan ke mana? Makanya kita menduga ini memang sengaja dibakar, ka­rena nggak ada yang mau pin­dah,” kata Sinaga.

Dugaan Sinaga tentu bukan tan­pa sebab. Indikasi diwarnai se­jumlah keanehan yang muncul di malam sesaat sebelum kebakaran terjadi, Pukul 04.00 WIB, Jumat (25/4) subuh.

“Tiba-tiba tadi malam itu gem­bel-gembel diusir-usirin sama pe­tugas dari dalam pasar. Nah se­telah itu hampir tidak ada petugas yang kelihatan. Bang Lerry (salah seorang pedagang) melihat lang­sung. Tapi ia nggak curiga. Ke­betulan kiosnya di bagian tengah. Anehnya setelah itu, nggak ada petugas yang terlihat. Tapi ada sekitar empat orang tidak dikenal berkeliaran,” katanya.

Lerry, menurut Sinaga, kemu­dian melanjutkan aktivitasnya menonton siaran langsung per­tan­dingan semifinal sepak bola piala Eropa, antara Benfica me­lawan Juventus. Ia baru merasa­kan keanehan saat terlihat ada asap di mana-mana. Kemudian berusaha mencari tahu dari mana asap tersebut berasal.

“Yang paling aneh, waktu bang Lerry ke bagian belakang, ia me­lihat ada satu titik api. Demikian juga waktu berjalan ke bagian kanan dan kiri, terdapat masing-masing titik api juga. Demikian juga waktu ia berjalan ke bagian depan menghadap ke Mal At­rium, ada lagi titik api. Makanya kuat dugaan memang sengaja dibakar,” katanya.

Kecurigaan menurut pria yang telah lima tahun berjualan di Blok 3 ini, karena selama ini dari tiga ba­gian di Pasar Senen, dua blok di ­antaranya kini dikelola pihak swasta. Masing-masing di sam­ping kanan dan kiri. Se­men­tara Blok 3 masih ditangani PD Pasar Jaya.

“Selama ini juga pengelolaan di Blok 3 seperti sudah nggak je­las yang mengelolanya. Kita ba­yar biaya pengelolaan itu juga jum­lahnya beda-beda. Nggak ada yang pasti dan diserahkan ke siapa itu juga beda-beda. Tapi waktu dulu itu untuk satu kios itu di­hargai 25 juta per tahun,” katanya.

Blok 3 Pasar Senen diketahui ter­bakar sejak Pukul 04.00 WIB Jumat (25/4). Menerima infor­masi sekitar Pukul 04.10 WIB, ratusan petugas pemadam keba­karan dari seluruh wilayah Ja­kar­ta dikerahkan. Pemadaman api me­libatkan 52 unit mobil pema­dam kebakaran.

Baik yang ber­asal dari Jakarta Pusat 24 unit, Ja­karta Timur 10 unit, Jakarta Barat 3 unit, Jakarta Utara 4 unit, Ja­karta Selatan 3 unit dan 8 unit dari Bogor.

Demi memadamkan si jago merah, pemadam kebakaran juga mengerahkan 18 unit pompa, 6 quick respons, sebuah mobil am­bulans dan memompa lang­sung air Kali Ciliwung dari samping Markas TNI Angkatan Laut, de­pan Tugu Tani, Kwitang.

Namun meski telah bekerja sa­ngat maksimal, api hingga Ju­mat petang belum juga berhasil dipa­dam­kan. Api yang sebelum­nya pada Jumat petang terlihat me­nyisakan bara, tiba-tiba sekitar pukul 18.10 WIB, terlihat kem­bali membesar.

Akibatnya, petugas yang telah sangat kelelahan kembali harus bekerja ekstra keras, termasuk memaksimalkan penggunaan se­buah alat penyemprot be­r­ke­kua­tan tinggi yang dioperasikan le­wat komputer. 

Tempat Nongkrong Seniman Sampai Copet
Pasar Senen Di Masa Jaya

Pasar Senen dibangun 30 Agustus 1735 oleh tuan tanah yang juga seorang arsitek ber­nama Yustinus Vinck. Awalnya pasar ini hanya dibuka pada hari Senin. Itu sebabnya disebut Pa­sir Snees atau belakangan men­jadi Pasar Senen. Perkem­ba­ngan­nya pasar ini semakin ra­mai hingga akhirnya hingga kini di­buka setiap hari.

Pada awal abad ke-20, Senen telah menjadi jantung ibu kota dengan denyut perdagangan yang tak pernah berhenti. Bebe­rapa toko besar dan terkenal, banyak berdiri di sepanjang Ja­lan Kramat Bunder, Jalan Kra­mat Raya, Jalan Kwitang, dan Jalan Senen Raya.

“Apotik Rathkamp” yang se­telah kemerdekaan men­jadi Ki­mia Farma, berdiri di sebe­rang Segi Tiga Senen. Di Gang Ke­na­nga terdapat toko sepeda “Tjong & Co”. Di Jalan Kramat Bunder terdapat rumah makan terkenal “Padangsche Buffet”. Di Jalan Kwitang terdapat toko buku Gunung Agung. Serta dua bioskop terkenal, Rex Theater (kini Bioskop Grand) dan Rivo­li Theater di Jalan Kramat Raya.

Di Pasar Senen terdapat toko Djohan Djohor milik saudagar Minangkabau, yang terkenal karena sering memberikan po­to­ngan harga. Pada periode 1960-1970, beberapa toko di atas lenyap tergerus zaman.

Pada akhir dekade 1930-an, kawasan Senen mulai didata­ngi anak-anak muda dari se­an­tero Nusantara. Kebanyakan di an­tara mereka adalah mah­a­sis­wa, aktivis, dan pejuang ba­wah tanah.

Di samping itu terdapat pula para pemain sandiwara, pemain musik, pembuat puisi, dan pe­nulis cerita, yang kemudian hari lebih dikenal dengan sebutan “Seniman Senen”. Salah satu­nya Chairil Anwar. Beliau ke­rap mondar-mandir, mencari ins­pirasi dan menulis sajak di pinggiran Stasiun Senen.

Para seniman Senen yang ke­lak menjadi orang-orang suk­ses antara lain Usmar Is­mail, Mis­bach Yusa Biran, Delsy Syam­­su­mar, Soekarno M. Noer Wim Um­boh, dan Wolly Sutinah.

Dipilihnya Pasar Senen men­jadi tempat berkumpulnya para seniman, dikarenakan de­katnya kawasan tersebut de­ngan Ge­dung Kesenian Jakarta dan stu­dio film Golden Arrow. Dan dari sini juga, orang bisa men­capai se­gala penjuru Jakar­ta dengan biaya amat murah.

Pada era 1950-an, tempat kum­­pul paling ternama adalah kedai Masakan Padang “Ismail Merapi”. Di tempat ini, tak ha­nya para seniman saja yang ber­kumpul, tetapi juga para pen­copet, preman, dan gelandangan.

Pada tahun 1968, Gubernur Jakarta Ali Sadikin meresmi­kan Taman Ismail Marzuki dan ke­mudian mendirikan Institut Ke­senian Jakarta (IKJ). Selain se­bagai obyek wisata, tempat ini juga diperuntukkan bagi para se­niman yang hendak me­ngembangkan bakat dan ke­mam­puannya.

Sejak itu mereduplah nama besar Seniman Senen. Kini Ci­kini dengan Taman Ismail Mar­zuki-nya, telah menggantikan Planet Senen sebagai tempat pembiakan para seniman muda.

Ali Sadikin lalu menca­nang­kan pembangunan proyek Se­nen yang dilengkapi fasilitas ge­dung parkir melingkar, yang merupakan lokasi parkir per­tama yang ada di Jakarta. Selain itu, juga dibangun pasar inpres dan terminal.

Belum lama jadi, pada tahun 1974, meletus peristiwa Malari atau malapetaka 15 Januari. Peristiwa ini diawali aksi unjuk rasa mahasiswa yang menolak kebijakan pemerintah yang pro­a­sing. Kerusuhan pecah. Massa mengamuk. Dua blok Pasar Se­nen turut menjadi sasaran. Ka­ wasan ini pun sebagian ludes terbakar. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA