Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pekerja Sortir Kertas Suara Sambil Ngerokok Dan Ngopi

Melihat Kesibukan Kantor KPU Jakarta Timur Jelang Pileg

Rabu, 19 Maret 2014, 10:52 WIB
Pekerja Sortir Kertas Suara Sambil Ngerokok Dan Ngopi
ilustrasi
rmol news logo Sejak Kamis 13 Maret 2014, puluhan pekerja catutan yang diorganisir Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah mulai melakukan penyortiran dan melipat kertas surat suara. Tujuannya, agar segera bisa didistribusikan ke tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) di tingkat Kelurahan hingga ke Tempat pemungutan Suara (TPS).

Di kantor KPU Kotamadya Jakarta Timur, proses sortir dan melipat kertas surat suara sudah memasuki hari keenam.

Dua ruangan di bagian lobi gedung KPU Kodya Jakarta Timur yang terletak di Jalan Pulomas Barat VI Kaveling 14-16, Kayu Putih, Jakarta Timur itu, dipergunakan sebagai ruangan tempat bekerja untuk melipat kertas surat suara.
Ruangan yang tidak memiliki ventilasi itu terletak di sebelah kiri meja resepsions dan sebelah kanannya terdapat tangga.

Kemarin, kantor yang merupakan bekas Kantor Kecamatan yang kini difungsikan sebagai kantor KPU Jaktim itu sangat ramai dijejali orang-orang.

Di dalam ruangan sebelah kanan meja resepsionis, puluhan pria dan wanita tampak sibuk melipat kertas surat suara. Tumpukan kardus berisi surat suara itu satu per satu dibuka dan dibagi-bagikan kepada orang-orang yang berdiri di meja sebagai tempat melipat kertas suara tersebut.

Ruangan itu hanya diterangi oleh lampu listrik dengan daya yang tidak terlalu besar. Ruangan di sebelah kanan ini disekat setengah. Di dua bagian ditaruh meja-meja tempat para pekerja melipat kertas suara.

Suasana yang sibuk dan bau keringat, berbaur dengan kepulan asap rokok yang memenuhi ruangan ini. Sejumlah pekerja pria menyalakan rokok dan menghembuskan asapnya di dalam ruangan tertutup itu. Sebuah dispenser ditaruh di dekat meja, siapa saja yang haus dapat mengambil air minum di sana.

Ruangan ini hanya dilengkapi dua kipas angin yang tak henti-hentinya berputar-putar. Di beberapa meja terlihat ada bungkusan makanan dan belum dimakan. Di meja yang sama, seorang pekerja terlihat sibuk melipat kertas surat suara itu, di antara bungkus makanan yang belum sempat disantapnya.

Ruangan ini, tadinya digunakan sebagai gudang penyimpanan logistik Pemilu. KPU Jakarta Timur kini mengalihfungsikannya sebagai tempat para pekerja catutan melipat kertas surat suara yang akan dipergunakan pada Pemilu Legislatif (Pileg) 9 April mendatang.

Beralih ke ruangan sebelah kiri, situasi tidak jauh berbeda. Hanya saja, ruangan sebelah kiri ini ukurannya lebih kecil. Sebanyak 10 orang pekerja sedang menyortir dan melipat kertas surat suara di ruangan ini. Ada tiga meja yang dijejerkan sebagai tatakan melipat kertas surat suara itu.

Di ruangan ini, tidak hanya merokok, pekerja laki-laki dan perempuan juga bisa menikmati kopi yang ditaruh di meja-meja itu. Botol-botol minuman ditaruh di meja-meja itu.

Ruangan ini hanya mengandalkan  satu kipas angin di ruangan ini. Pintu terbuka yang menjadi akses keluar masuk ke ruangan ini membuat para pekerja gampang kehausan.

Tumpukan karet gelang juga tersebar di meja-meja. Karet itu digunakan untuk mengikat setiap kertas surat suara yang sudah dilipat, masing-masing 50 lembar untuk satu ikatan.

Di depan meja resepsionis, tumpukan kardus yang belum dibuka masih berjejer. Selain itu, kardus-kardus berisi kertas surat suara yang sudah dilipat pun di taruh di sekitar lobi.

Beberapa pekerja lainnya tampak menghitung tumpukan kertas surat suara yang sudah diikat, lalu memasukkannya ke dalam kardus, menutupnya dan menunggu untuk didistribusikan segera.

Di meja resepsionis, setumpukan kertas surat suara dibiarkan terpisah. Di sebelah tumpukan itu, terdapat dua lembar kertas surat suara yang robek.

“Yang rusak ditaruh dulu di situ,” ujar Ibu Aan, salah seorang pekerja yang berada di ruangan sebelah kiri meja resepsionis sembari menunjuk kea rah tumpukan kertas rusak di meja itu.

Diakui perempuan yang mengenakan kerudung warna merah dipadu cokelat itu, sejak awal proses sortir dan melipat kertas surat suara, ada saja kertas suara yang cacat, seperti robek, kotor atau kena tumpahan kopi dan air di sekitarnya.

“Itu semua dikumpulin, nanti dikasih ke seorang koordinator. Selanjutnya, ya enggak tahu mau diapain tuh yang rusak,” jelasnya.

Kertas Suara Dikirim Dengan Mobil Bak Terbuka

Di bagian teras kantor KPU Kotamadya Jakarta Timur ini sudah terlihat tumpukan kardus berisi kertas surat suara yang sudah disortir dan dilipat.

Puluhan anggota Kepolisian berpakaian lengkap bersama Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) bersiaga di sana. Dua mobil patroli Satpol PP bak terbuka juga siaga di depan kantor.

Begitu ada instruksi, para anggota Satpol PP itu mengangkati kardus-kardus tersebut dan menyusunnya di dalam mobil bak terbuka milik Satpol PP.

“Ini akan didistribusikan langsung ke Pulogebang,” ujar salah seorang petugas Satpol PP yang sedang menyusun kardus di dalam mobil patroli.

Anggota KPU Kotamadya Jakarta Timur Pujadi Ario Sanjaya menyampaikan, proses penyortiran kertas surat suara akan dilakukan sesegera mungkin.

“Proses pelipatan dan penyortiran akan terus dilakukan sampai selesai. Semoga bisa cepat selesai dan tidak ada kendala,” harap Pujadi.

Kertas Surat Suara Rusak Wajib Diganti

Dalam proses distribusi atau pengiriman surat suara, dilaporkan terjadi sejumlah kerusakan. Tentu saja, KPU harus melakukan penggantian atas kertas surat suara yang rusak itu.

Syarat penggantian surat suara rusak, KPU Kabupaten/Kota menyampaikan laporan tertulis dengan lampiran berita acara hasil penyortiran yang menyatakan surat suara tersebut rusak.

“Laporan dan berita acara tersebut ditandatangani oleh ketua atau anggota KPU Divisi Logistik atau Sekretaris KPU Kabupaten/Kota,” terang anggota KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah di Jakarta, Kamis (13/3).

Laporan permintaan untuk memenuhi kekurangan surat suara akibat kerusakan, harus disampaikan ke KPU Pusat paling lambat 20 Maret 2014. Menurutnya, batasan waktu itu penting agar kekurangan surat suara dapat dipenuhi sebelum logistik didistribusikan ke tempat pemungutan suara (TPS).

“Jangan sampai ada dua kali distribusi logistik ke TPS. Harus efektif, efesien, dan keamanannya terjamin,” ujar Ferry.

Sementara untuk kasus surat suara berlebih yang ketahuan setelah disortir, maka kelebihan surat suara itu dibuatkan berita acaranya dan disimpan di tempat yang aman. Pemusnahan surat suara berlebih dan surat suara rusak dilakukan oleh KPU Kabupaten/Kota, disaksikan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten/Kota dan kepolisian setempat.

“Pemusnahan surat suara itu juga dibuatkan berita acaranya dan ditandatangani tiga unsur tersebut, yaitu KPU Kabupaten/Kota, Panwaslu Kabupaten/Kota dan kepolisian,” jelas Ferry.

Surat suara rusak dan surat suara berlebih dilakukan sebelum pemungutan suara. Tujuannya,  mencegah potensi kecurangan dengan cara menggunakan surat suara yang berlebih tersebut untuk pihak tertentu.

“Jadi nantinya tidak ada lagi surat suara berlebih dan surat suara rusak yang terdistribusi ke TPS. Surat suara yang sampai ke TPS sebanyak jumlah DPT (daftar pemilih tetap) ditambah 2 persen dari jumlah DPT di TPS tersebut,” ujar Ferry.

KPU akan memastikan surat suara yang digunakan setiap pemilih berada pada kualitas terbaik. Oleh sebab itu, mereka menginstruksikan kepada KPU Kabupaten/Kota untuk menyortir surat suara secara ketat sebelum didistribusikan ke setiap TPS.

Proses sortir bertujuan untuk memisahkan surat suara yang baik dari surat suara yang rusak. Untuk mempermudah penyortiran, KPU membuat standar untuk mengkategorisasikan surat suara yang baik dan surat suara yang rusak sehingga ada kesamaan pemahaman di setiap daerah.

Berikut 9 kriteria surat suara yang dianggap rusak atau cacat:

1. Surat suara dalam kondisi mengkerut atau kusut.

2. Surat suara yang cetakannya kotor merata dalam satu halaman.

3. Surat suara sobek atau berlubang pada bagian kolom nomor dan nama calon anggota DPR, DPRD dan pada kolom nomor atau nama atau kolom foto pada calon anggota DPD.

4. Surat suara yang berlubang panjang secara horizontal atau vertikal sebagai akibat proses pencetakan.

5. Surat suara yang terdapat noda dalam jumlah banyak pada kolom, nomor, atau nama tanda gambar pada partai, nomor, atau nama calon anggota DPR, DPRD dan pada kolom nomor atau nama atau kolom foto calon anggota DPD yang dapat mengganggu pada saat menentukan sah tidaknya surat suara.

6. Surat suara yang terdapat bercak atau flek yang besar pada nomor kolom, nama calon, atau pada tanda gambar/lambang parpol.

7. Terdapat gradasi warna atau flek warna hitam memanjang pada kolom nomor, nama caleg, atau tanda gambar parpol sehingga sulit dibaca.

8. Nomor dan nama caleg tidak jelas terbaca atau tanda gambar atau nama parpol tidak jelas.

9. Nama parpol tidak lengkap.

Sementara untuk surat suara Dewan Perwakilan Daerah (DPD), jika foto calonnya agak kabur, sepanjang masih dapat dikenali wajah dan namanya, tidak masuk kategori surat suara rusak.

Perbedaan besar kecilnya huruf pada nama caleg juga tidak menjadikan surat suara cacat atau rusak. Perbedaan tersebut terjadi secara otomatis karena aplikasi yang digunakan.

Bekerja Hingga Subuh, Gaji Belum Jelas

Ibu Aan, salah seorang pekerja yang digaji oleh KPU Kodya Jakarta Timur untuk menyortir dan melipat kertas surat suara Pemilu 2014, tampak sibuk melipat dan mengikat kertas-kertas suara di mejanya.

Sesekali perempuan yang mengenakan baju lengan panjang dengan kerudung warna merah itu menyeka keningnya. Dia mengangkat kardus dari bawah meja, meletakkannya di atas meja kerjanya, membuka kardus itu dan mengeluarkan lembaran-lembaran kertas surat suara yang belum dilipat. Selanjutnya, dia pun dengan cekatan melipat kertas-kertas itu menjadi ukuran mini dan mengikatnya dengan karet gelang.

Ibu Aan diajak oleh seorang tetangganya untuk ikut bekerja melipat kertas surat suara di KPU ini. Perempuan yang berdomisili di Cawang, Jakarta Timur itu, sehari-hari datang bekerja ke tempat ini bersama seorang keponakannya yang juga sama-sama diajak.

“Numpang naik motor keponakan. Setiap hari ke sini, nanti sampai selesai semua,” ujar Ibu Aan ketika ditemui Rakyat Merdeka, kemarin.

Berangkat pukul 7 pagi dari rumah, Ibu Aan dan keponakannya biasanya sudah tiba pukul 8 pagi di kantor KPU. Nah, sejak pukul 8 pagi hingga pukul 8 malam adalah jam kerja yang seharusnya dilakukan dia bersama teman-temannya yang lain di tempat ini.

“Tetapi ternyata kerjanya sampai tengah malam, bahkan sampai subuh. Banyak teman-teman yang memilih menginap di sini sebab kejar target harus selesai. Tapi saya selalu pulang ke rumah karena diboncengi keponakan naik motor,” ujar dia.

Setahu dia, ada sebanyak 42 orang yang dipekerjakan di tempat ini untuk menyortir dan melipat kertas surat suara Pemilu. Semua itu dikoordinir oleh satu orang yang mengajak mereka bekerja di tempat ini.

“Kami semua perantaranya Ibu Ani,” ujar Ibu Aan, menyebut satu nama yang mengajak dia bekerja di tempat ini.

Ibu rumah tangga yang mengaku besryukur mendapat kerjaan ini menyampaikan, dalam satu hari, setiap orang bisa melipat kertas surat suara sebanyak 6-7 dus. Targetnya, sebanyak 5.000-an dus kertas surat suara di KPU ini harus sudah selesai dikerjakan hinggal Rabu, 26 Maret 2014. “Ya dua mingguan lah,” katanya.

Meski sudah bekerja beberapa hari ini, Ibu Aan mengaku belum tahu besaran honor atau gaji yang akan diperolehnya.

“Saya belum tahu. Ya disuruh kerja saja, nanti katanya setelah pekerjaan selesai akan dihitung semua. Semua belum tahu berapa-berapa gajinya nanti,” akunya polos.

Padahal, menurut dia, mereka bekerja memburu target. Biaya makan dan minum pun ditanggung sendiri. Dalam satu hari saja, lanjut Ibu Aan, dia sudah mengeluarkan Rp 50 ribu hingga Rp 100.000 untuk membeli makan.

“Buat mengopi saja bisa seratus ribu satu orang. Itu pakai duit sendiri. Tidak dikasih makan dan tidak mengopi, ya harus beli sendiri,” ujarnya.

Di bagian paling kanan gedung ini, memang terdapat sebuah warung untuk memesan makanan ringan dan minum. Menurut Teteh, sang pemilik warung, para pekerja itu bisa bekerja sampai pukul 3 subuh.

“Malah menginap dan tidur di meja-meja kerja situ saja mereka,” ujar perempuan yang sudah tahunan berdagang di kantor ini.

Dijelaskan Teteh, sepengetahuan dia, satu orang pekerja bisa mendapat gaji Rp 1,5 juta selama satu minggu.

“Saya dengar ada yang dapat satu setengah juta seminggu. Lumayan itu. Memang mereka makan sendiri, pakai uang sendiri. Malah, mereka pesan makan dan minum ke saya belum bayar. Nanti pas sudah dapat gaji akan dibayar. Saya catat saja. Kadang jam tiga subuh saya baru tidur,” jelasnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA