Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Ngetem, Kaca Mikrolet Ditempel Stiker Penanda

BBM Untuk Angkutan Umum Mau Dijatah

Minggu, 14 April 2013, 10:26 WIB
Ngetem, Kaca Mikrolet Ditempel Stiker Penanda
ilustrasi
rmol news logo Yulianto, petugas di SPBU 34.13306 di Jalan Jatinegara, Jakarta Timur sibuk melayani pengendara yang hendak mengisi BBM. Angkutan umum Mikrolet mendominasi kendaraan yang hendak isi bensin.

Menurut pria yang mengenakan seragam merah itu, Mikrolet yang sering mengisi BBM di sini bernomor 01, 27, 16, 06, 06A, 31 dan 32. Trayek angkutan umum itu berakhir di Terminal Kampung Melayu yang tak jauh dari SPBU Ini.

Tak ada pembatasan terhadap Mikrolet yang mengisi bensin di SPBU yang terletak di belakang Polres Jakarta Timur itu.

Mikrolet M31 jurusan Kampung Melayu-Pondok Kelapa berhenti di depan mesin pompa yang kosong. Surya Kusuma, sopir mikrolet meminta petugas SPBU mengisi penuh tangki kendaraannya dengan premium.

Premium termasuk BBM bersubsidi. Pemerintah mematok harganya Rp 4.500 per liter. Walaupun harga minyak dunia meroket, harga jual bahan bakar ini tak berubah karena disubsidi.

Di kaca depan mikrolet warna biru yang dikemudikan Surya sudah ditempel stiker pembatasan konsumsi BBM bersubsidi. “Itu sudah lama.

Ada orang-orang datang ke terminal. Selagi kita ngetem dia tempelin stiker di setiap mobil. Katanya untuk subsidi BBM,” tutur Surya.

Walaupun sudah dipasangi stiker pembatasan konsumsi BBM bersubsidi, Surya mengatakan tak pernah dibatasi untuk membeli premium. “Mungkin belum berlaku kali ya,” ujar polos.

Sejak 2011, SPBU 34.13306 ini ditetapkan sebagai tempat uji coba pembatasan konsumsi BBM bersubsidi untuk mikrolet.

Setiap hari angkutan umum itu dijatah maksimal mengonsumsi 40 liter. Ada ratusan mikrolet yang sudah dipasangi stiker yang bisa dipindai.

Saat itu, rencananya di SPBU ini akan dipasang alat untuk memindai stiker yang ditempel di kaca Mikrolet. Dari situ bisa diketahui berapa liter BBM bersubsidi yang sudah dikonsumsi. Jika jatah 40 liter sudah habis, maka pengemudi angkutan umum itu harus membeli BBM non subsidi.

“Soal stiker itu sudah ada hampir dua tahun kayaknya. Ya tapi tak pengaruh kan. Dan sepertinya tak ada tindak lanjut seperti apa. Kami juga tidak mengerti maksud dan tujuan stiker itu,” ujar Iskandar, penanggung jawab SPBU ini.

Dua tahun berlalu, rencana pembatasan dengan stiker yang bisa dipindai itu pun mengendap. Kini, pemerintah kembali berencana membatasi konsumsi BBM bersubsidi. Alasannya, bila tak dibatasi dikhawatirkan subsidi bisa tembus Rp 320 triliun.

Berbagai upaya untuk mengendalikan dan membatasi subsidi BBM diwacanakan. Mulai dari pemasangan stiker bagi kendaraan pribadi dan dinas, beralih ke bahan bakar gas (BBG), hingga pemanfaatan teknologi informasi.  Bahkan, sudah pernah muncul usulan menaikkan harga BBM subsidi, tetapi kurang memperoleh tanggapan positif karena dinilai bukan kebijakan populis atau prorakyat.

Dari pada menaikkan harga BBM, pemerintah terlihat lebih cenderung membatasi konsumsi BBM. Pembatasan konsumsi dengan sistem Radio Frequency Identification (RFID) seperti yang dipasang di stiker dua tahun lalu, kembali dilirik.

Perangkat RFID ini rencananya akan dipasang di 11 juta mobil, 80 juta sepeda motor, 3 juta bus, dan 6 juta truk di seluruh Indonesia. Selain itu penyaluran BBM bersubsidi (solar dan premium) dari 91.311 kepala selang (nozzle) di 5.027 stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) juga dipantau.

SPBU 34.13330 di Jalan Otto Iskandar Dinata Raya Nomor  66 Jakarta 13330 telah didatangi untuk sosialisasi pembatasan BBM bersubsidi.

“Mereka membagi-bagikan stiker. Dan menjelaskan soal pemakaian BBM. Selanjutnya tak pernah datang lagi. Tak ada pengecekan di sini. Kami bekerja seperti biasa saja,” ujar Ahmad Wijaya, petugas SPBU.

Setiap ada kendaraan yang hendak mengisi bahan bakar, baik kendaraan yang memiliki stiker atau pun tidak, akan dilayani saja seperti biasa, sesuai dengan permintaan sipengendara.

“Ada mobil pribadi minta diisikan bensin ya kita isi. Ada yang minta pertamax ya kita isi juga. Bukan hanya untuk angkot saja,” ujarnya.

Wawan, petugas keamanan SPBU menambahkan pada awal Januari 2013 ada sosialisasi dari orang yang mengaku Kementerian ESDM.

“Mereka mengecek-ngecek, menempelkan stiker-stiker dan bertanya soal kapasitas juga jumlah pemakai bahan bakar,” ujar Wawan. “Setelah itu tak pernah datang lagi,” ucapnya.

Awas, Pembatasan BBM Bisa Picu Kerawanan Sosial

Kerusuhan massa pecah di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur. Ratusan kios di pasar tradisional dan mess karyawan dibakar.

Rumah-rumah dan pertokoan dirusak dan dijarah pada 25 November tahun lalu. Pemicunya cuma gara-gara masalah sepele.

Berawal dari cekcok antara seorang warga dengan petugas APMS (agen premium dan minyak solar) di Kecamatan Barong Tongkok dua hari sebelumnya.  Saat itu, salah seorang warga hendak membeli bensin dan oleh petugas APMS dijawab habis. Namun warga tadi tetap ngotot sebab melihat masih ada warga lainnya yang mengisi BBM sehingga terjadi cekcok mulut yang berujung pengeroyokan yang dialami warga tersebut.

Tidak terima dikeroyok, warga tadi kemudian melaporkan kejadian itu ke keluarganya dan bersama 500 orang yang menggunakan atribut etnis tertentu kembali mendatangi APMS untuk mencari pelaku pemukulan tersebut.

Namun karena tidak menemukan para pelaku massa kemudian merusak APMS hingga berlanjut pada perusakan rumah-rumah warga milik salah satu etnis pendatang. Sebuah pasar yang berada di depan Mapolres Kutai barat juga dibakar sekelompok massa.

Kerusuhan itu terjadi menjelang pemerintah menerapkan program sehari tanpa BBM bersubsidi pada awal Desember. Rencananya, program itu akan diterapkan pada hari pekan, di mana sebagian besar masyarakat libur kantor.

Khawatir kejadian berulang, PT Pertamina Unit Pemasaran VI Kalimantan membatalkan program sehari tanpa konsumsi BBM subsidi yang akan dilaksanakan di Balikpapan pada 2 Desember 2012.

Kondisi Kalimantan Timur dianggap belum kondusif menyusul konflik terjadi di Kutai Barat yang berpangkal pada antrian BBM di SPBU setempat. “Program sehari tanpa premium kami batalkan,” kata General Manager Pertamina UPms VI Kalimantan, Dani Andriananta.

Gubernur Kalimantan Timur, Awang Faroek Ishak adalah salah satu pimpinan daerah yang meminta penundaan program sehari tanpa BBM subsidi di Balikpapan. Dia berpendapat permasalahan distribusi BBM perlu diselesaikan dahulu sebelum pelaksanaan program ini.

PT Pertamina (Persero) akhirnya memutuskan untuk menyetop pengendalian pasokan bahan bakar minyak bersubsidi, menyusul munculnya kelangkaan BBM yang berpotensi memicu kerawanan sosial.

Sebelumnya, Pertamina membatasi penyaluran BBM bersubsidi agar tidak melampaui kuota 2012 yang telah ditetapkan.

“Dengan memperhatikan perkembangan situasi sosial di daerah pasca kebijakan tersebut, dan mempertimbangkan kepentingan nasional yang lebih besar, Pertamina memutuskan terhitung mulai 25 November 2012 menyetop kebijakan pengendalian pasokan BBM yang sudah berjalan selama sepekan ini sambil menunggu arahan dari pemerintah selanjutnya,” ujar VP Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir.

Pertamina menerapkan pembatasan BBM bersubsidi sesuai dengan amanat pemerintah melalui surat Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi tanggal 7 November 2012 perihal Pengendalian Distribusi Sisa Kuota BBM Bersubsidi 2012.

Yakni pengendalian distribusi BBM bersubsidi sesuai sisa kuota dibagi jumlah hari tersisa hingga akhir tahun.

Pembatasan tersebut ditujukan untuk menjaga agar kuota yang telah ditetapkan pemerintah dan DPR dalam APBN-P 2012 sebesar 44,04 juta KL tidak terlampaui.

Diuji Coba 2008, Kartu Pintar Batal Dipakai

Pada 2008 muncul rencana pemerintah untuk memanfaatkan kartu pintar (smart card) untuk membatasi konsumsi BBM bersubsidi. Kartu ini dikembangkan Badan Pengkajian dan Pengembangangn Teknologi (BPPT).

Kartu kendali dapat merekam data secara aman  karena dilengkapi fitur untuk mengenkripsi data identitas pemilik kendaraan, data kendaraan, jatah/kuota subsidi BBM, dan data terkait lainnya.

Kartu ini ditempelkan di kaca. Kartu ini akan di-scan setiap kali mengisi di SPBU. Untuk itu, SPBU perlu disediakan alat untuk pemindai kartu ini.

Data jumlah konsumsi lalu dikirim ke pusat data. Sehingga pemerintah dapat mengawasi konsumsi BBM subsidi.

Konsep awal dari sistem kerja kartu kendali BBM adalah menggunakan kartu pintar nirkontak (contactless smart card) yang menyimpan jatah/kuota BBM bersubsidi di dalam memorinya, dan akan dikurangi nilainya setiap melakukan transaksi di SPBU.

Kartu kendali ini dapat juga digunakan bersama-sama dengan kartu pintar ringkas untuk label identifikasi kendaraan dalam bentuk stiker yang ditempelkan di kendaraan.

Kartu kendali BBM diterbitkan dengan menggunakan data KTP (e-KTP) dan SINK pemilik kendaraan. Verifikasi identitas dan penyimpanan data transaksi dilindungi dengan aman. SPBU akan dilengkapi dengan alat pembaca kartu kendali nirkontak yang dilengkapi dengan Secure Access Module (SAM) untuk mengamankan transaksi dan data.

Apabila pemilik kendaraan akan membeli BBM premium atau solar, SPBU membaca jatah/kuota BBM bersubsidi yang dimiliki oleh kendaraan tersebut dari kartu kendali BBM. Pemilik kendaraaan membayar BBM tersebut dengan harga subsidi sesuai dengan jumlah yang dibeli. Secara periodik, data transaksi akan dikirim ke suatu pusat data.

Teknologi identifikasi berbasis RFID/NFC dapat pula dimanfaatkan untuk identifikasi kendaraan dengan kriteria tertentu, misalnya kriteria kapasitas mesin kendaraan (besar cc mobil).  Penjatahan konsumsi premium atau solar berdasarkan kapasitas mesin juga sempat memuncul sebagai opsi pembatasan BBM bersubsidi.

Kartu pintar ini sempat diujicoba. Rencana menggunakan kartu ini untuk membatasi konsumsi BBM bersubsidi kandas. Pemerintah ragu-ragu menerapkannya. “Perlu uji coba dulu sebagai pilot project, dievaluasi, lalu sosialisasi berkelanjutan,” kata Purnomo Yusgiantoro, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat itu.

Pertamina juga pesimistis dengan rencana pembatasan konsumsi BBM bersubsidi dengan kartu pintar. “Kami khawatir jika tidak disiapkan matang akan terjadi kekacauan dalam pelaksanaannya,” papar Ari H Soemarno, Dirut Pertamina saat itu.

Tulisan Memudar, Spanduk Sosialisasi Sulit Dibaca


Spanduk yang dipasang di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) 34.15417 Jalan Siliwangi, Pamulang, Tangerang Selatan, sudah memudar.

Tulisan “BBM Bersubsidi Untuk Golongan Tidak Mampu. Terima Kasih Telah Menggunakan BBM Non Subsidi” sudah sulit dibaca karena warna merahnya sudah memudar.

Pengendara yang mengisi bahan bakar di SPBU jarang memperhatikan spanduk yang dipasang di tembok belakang SPBU ini. Walaupun begitu, pihak SPBU “tak berani” mencopot spanduk yang dipasang sejak tahun lalu.

Spanduk ini merupakan salah satu bentuk sosialisasi yang dilakukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mengurangi konsumsi BBM bersubsidi. Spanduk ini dipasang di semua SPBU yang menjual BBM produksi Pertamina sejak tahun lalu.

Imbauan pemerintah agar masyarakat mampu tak menggunakan BBM bersubsidi tampaknya tak digubris. Seorang tokoh olahraga terlihat mengisi mobil SUV mewahnya dengan premium. Petugas SPBU tetap melayaninya.     

Sosialisasi juga dilakukan dengan menyebarkan flyer pada tahun lalu. Dalam flyer tersebut dituliskan alasan pemerintah menaikan harga BBM lantaran harga minyak dunia meroket tinggi hingga menembus angka USD 106,67 juta per barel.

Untuk itu, pemerintah mempunyai dua pilihan, yakni dengan menaikan harga BBM menjadi Rp 6.000 dan mengurangi anggaran Kementrian atau Lembaga (K/L), sehingga beban APBN berkurang dan subsidi tidak membengkak menjadi Rp 230,43 triliun dari yang semula Rp168,55 triliun. Atau, pilihan kedua dengan tetap membiarkan harga BBM tetap namun implikasinya, ekonomi nasional tidak diselamatkan akhirnya rakyat menjadi sengsara.

Selain itu, dalam flyer juga dijelaskan bahwa atas kebijakan kenaikan BBM tersebut pemerintah menyediakan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) selama sembilan bulan dengan nominal Rp150 ribu per bulan per kepala keluarga.

Anggaran bantuan langsung sementara tersebut menelan anggaran Rp25,6 triliun.

Selain bantuan langsung sementara tersebut, pemerintah juga menyediakan insentif pengelolaan transportasi sebesar Rp5 triliun agar biaya angkutan umum tidak melonjak naik akibat dampak kenaikan BBM tersebut, serta beasiswa untuk siswa miskin sebesar Rp5,9 triliun dan diselenggarakanya pasar murah rakyat.

Tahun ini kembali muncul rencana untuk membatasi penggunakan BBM bersubsidi. Sosialisasi pun digalakkan. Dirjen Migas Kementerian ESDM, Edi Hermantoro mengatakan pihaknya akan mensosialisasikan Peraturan Menteri SDM Nomor 01 Tahun 2013 tentang Pengendalian BBM Bersubsidi.

Saat ini harga premium (BBM bersubsidi) dipatok Rp 4.500 per liter. Sementara, harga Pertamax (BBM non subsidi) sudah di atas Rp 9.000 per liter. Perbedaan harga yang besar akan mendorong masyarakat tetap mengonsumsi BBM bersubsidi.

Perlu strategi sosialisasi yang tepat agar bisa menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk mengurangi  konsumsi BBM bersubsidi. Sosialisasi bukan hanya sekadar proyek kementerian. Jangan sampai anggaran yang dikeluarkan terbuang percuma. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA