Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Selesaikan Utang Sepuluh Perkara Sebelum Dilantik

Irfan Fachruddin, Hakim Agung Terpilih

Minggu, 27 Januari 2013, 09:34 WIB
Selesaikan Utang Sepuluh Perkara Sebelum Dilantik
ilustrasi

rmol news logo Komisi III DPR telah memilih delapan hakim agung baru. Semuanya dari jalur karier. Mereka memperoleh suara terbanyak di antara 24 calon yang mengikuti fit and proper test.

Delapan calon terpilih itu ting­gal menunggu dilantik. Sam­bil menunggu terbitnya surat kepu­tu­san pengangkatan sebagai ha­kim agung baru, mereka pun kem­bali ke pengadilan tempat tu­gasnya. Apa saja yang dilakukan? Yuk kita intip.

Irfan Fachruddin tengah ber­is­ti­rahat ketika pintu ruang ke­r­ja­nya di lantai 11 gedung Se­k­re­ta­riat Mahkamah Agung (MA) Ja­lan Ahmad Yani kavling 58,­ Ja­karta Pusat, diketuk. Ia pun mem­perkenankan masuk.

Dari balik pintu muncul se­orang staf Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) DKI Jakarta. Ia datang untuk men­g­u­cap­kan kepada Irfan atas terpilih­nya sebagai hakim agung. Tak lama staf itu keluar.

Saat ditemui Jumat lalu, tak banyak aktivitas yang dilakukan hakim tinggi PT TUN DKI itu. “Nggak ada persidangan. Jadi bisa santai,” kata Irfan. Pada hari Jumat memang tidak ada per­sidangan.

Irfan adalah salah satu dari delapan orang yang terpilih jadi hakim agung. Dalam pemilihan di Komisi III DPR, Rabu lalu (23/1), hakim yang sudah mengabdi selama 22 tahun itu memperoleh 48 suara. Ia akan menjadi hakim agung di kamar TUN di MA.

Ruang kerja Irfan sangat seder­hana. Tak banyak furnitur di rua­ngan berukuran 4x4 meter itu. Ha­nya meja kerja kayu yang dila­pisi kaca di bagian atasnya, dua lemari kecil dan filling cabinet untuk menyimpan berkas-berkas

Di atas mejanya terdapat dua tumpukan berkas setebal 30 cen­timeter. Berkas-berkas yang di­ikat dengan tali plastik diletakkan di pojok meja, menempel dengan dinding. Berkas-berkas itu adalah per­kara yang masih harus disele­saikan Irfan sebelum dirinya di­lantik menjadi hakim agung.

“Saya masih punya utang 10 per­kara. Mudah-mudahan sebe­lum dilantik seluruh perkara bisa diselesaikan,” kata pria yang ram­butnya dan janggutnya sudah me­mutih itu.

Lantaran masih memiliki utang per­kara, dia pun tak mengambil cuti untuk mempersiapkan diri menghadapi pelantikan. “Saya in­gin fokus menyelesaikan per­ka­ra,” kata pria berusia 55 tahun itu

Dalam sebulan, Irfan mengaku hanya bisa menyelesaikan satu perkara. Ia tak sendirian memutus perkara itu, tapi bersama dua ha­kim tinggi lainnya.

“Kami saling bergantian dalam membaca dan memberikan per­tim­bangan,” katanya.

Bila sampai dilantik, kesepuluh perkara itu belum kelar, Irfan akan mengembalikannya ke ke­tua pengadilan. Ketua pengadilan akan menunjuk hakim tinggi yang akan mengambil alih per­kara yang belum sempat di­tun­taskan Irfan.

Irfan menuturkan ikut seleksi ha­kim agung karena didorong ke­tua PT TUN DKI tempatnya ber­tugas. Ia tak sendirian. Ada tiga hakim tinggi lainnya yang hendak meniti karier lebih tinggi dengan jadi hakim agung. “Ada empat orang yang mengikuti seleksi ha­kim agung dari PT TUN Jakarta. Tapi Alhamdulillah saya yang lulus,” katanya.

Tahap demi tahap dijalaninya ke­tika mengikuti seleksi di Ko­misi Yudisial (KY). Sesuai bi­dang­nya, Irfan memilih posisi ha­kim agung di kamar TUN.

“Jadi tes dan pertanyaan yang diajukan komisioner KY sesuai dengan bidang yang dilamar. Ka­lau tes sebelumnya disama­ra­ta­kan dan tidak memandang pilihan ha­kim agung,” katanya.

Menjelang mengikuti tes, ia menghabiskan waktu beberapa jam untuk membaca buku yang berkaitan dengan hukum. Ia juga mengintip soal-soal tes tahun sebelumnya.

“Saya prediksi soal tesnya ti­dak akan berbeda jauh dari se­be­lumnya. Dan ternyata prediksi saya tepat, sehingga bisa menger­ja­kan soal dengan lancar,” katanya.

Irfan merasa beruntung, ketua PT TUN DKI memberi ke­long­garan untuk menjalani setiap ta­hap seleksi hakim agung. Ia kerap meninggalkan kantor untuk ke­per­luan itu.

“Saya bisa keluar kantor jam be­rapapun pada saat jam kerja,” kata­nya. Jam kerja hakim tinggi dari 8 pagi sampai setengah lima sore.

Lolos semua seleksi di KY, na­ma­nya disodorkan untuk me­ngi­kuti uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di DPR. Se­te­lah menjalani serangkaian tes, mulai dari tes membuat makalah sampai wawancara, Irfan menye­rahkan sepenuhnya hasilnya ke­pada para anggota Dewan.

Ia tak berupaya melobi agar dipilih. “Saya pasrah saja. Ter­pilih Alham­d­ulillah, nggak ter­pilih ya tetap mengabdi di hakim TUN,” katanya.

Irfan terpilih jadi hakim agung. Tak ada pesta atau selamatan atas posisi barunya. “Saya malah rajin shalat malam dan merenung sete­lah mendapat jabatan baru. Saya selalu berdoa semoga dim­u­dah­kan dalam menjalankan amanah ini dengan baik dan tidak mudah tergoda oleh apapun,” kata pria yang pernah menjadi hakim TUN di Medan.

Sambil menunggu terbitnya surat keputusan pengangkatan dirinya sebagai hakim agung, Ir­fan memilih menyelesaikan utang perkaranya. “Paling lama sebulan lagi keluarnya (Keppres pe­ngang­katan),” katanya.

Di sela-sela kesibukannya se­ba­gai hakim tinggi, Irgan me­nyempatkan diri mengajar di dua kampus: Universitas Islam Jakar­ta (UIJ) dan Universitas Nasional. “Ngajarnya malam hari usai kerja. Atau Sabtu atau Minggu,” kata pria yang menggondol gelar doktor dari Universitas Padja­ja­ran Bandung ini.

Ia belum tahu apakah akan te­rus mengajar setelah duduk di MA. “Saya masih berpikir. Kalau nggak mengganggu kerja hakim agung,  ya ngajarnya tetap lan­jut,” katanya.

Irfan pun bakal menerapkan prin­sip bila sudah duduk di MA nanti. Apa itu? Menolak bertemu orang yang berperkara di mana­pun tempatnya. Kalau ada orang yang berperkara di acara yang sama, dia bakal menghindar. “Prin­sip itu sudah saya terapkan sejak menjadi hakim di tingkat pertama,” katanya.

Arif Nurdu’a, hakim tinggi di PT TUN Jakarta menilai Irfan cocok jadi hakim agung. Menurut Arif, koleganya itu rajin mem­baca buku dan sangat paham me­ngenai hukum tata usaha negara. “Lebih dari 20 tahun ia ber­ke­cimpung di Pengadilan TUN dan tidak pernah berbuat yang aneh-aneh,” katanya.

Ia juga mengenai Irfan sebagai sosok ramah dan mudah bergaul dengan rekan sesama hakim ting­gi. “Ia tidak pernah mem­beda-be­dakan antara teman satu de­ngan lainnya dan nada bicaranya yang lembut,” katanya.

Namun yang paling menonjol dari sosok Irfan, kata Arif, adalah sisi religisiusitasnya. “Ia sangat alim dan hampir selalu shalat ber­jamaah bila sedang di kantor,” katanya.

Marzuki: DPR Bukan Lembaga Ahli Penilai Kualitas Hakim Agung

Ketua DPR Marzuki Alie tidak mau disalahkan bila delapan hakim agung yang dipilih Komisi III ternyata tidak sesuai harapan publik.  

“DPR itu lembaga politik, bu­kan lembaga yang ahli dalam me­nilai bahwa seseorang itu ber­kua­litas secara substantif kom­pe­ten­sinya. Yang memang menilai ka­pasitas yang bersangkutan (calon hakim agung) adalah KY. Dan KY adalah lembaga yang diper­caya oleh undang-undang untuk menyeleksi calon hakim agung,” kata Marzuki.

Lantaran itu, Marzuki me­nga­ta­kan telah menyampaikan ke­pada pimpinan KY agar siapapun calon yang diusulkan ke DPR itu adalah orang yang benar-benar layak. Jadi ketika DPR mela­ku­kan pemilihan, siapapun orang­nya memang layak jadi hakim agung.

“Jadi kalau ada komentar dari anggota Komisi III, ya sah-sah saja (calon dinilai tidak baik se­mua). Itu kan opini politik. Tapi se­cara substantif yang menilai itu adalah KY,” katanya.

Marzuki berharap, delapan hakim agung yang terpilih dapat menunjukkan kiprahnya yang membanggakan. Sebab, pene­gakan hukum menjadi sorotan masyarakat.

“Kita tahu lembaga penegakan hu­kum ini ada sisi penyelidikan dan penyidikan, dari sisi penun­tu­tan, dan dari segi pemberi hu­ku­­man atau vonis. Nah ini kan ada beberapa lembaga yang kita tahu bahwa publik kan juga me­rasa prihatin. Apalagi banyak ka­sus atau mafia-mafia. Jadi Ha­ra­pan kita mereka yang terpilih da­lam proses terakhir ini mampu memenuhi harapan masyarakat,” tuturnya.

Wakil Ketua DPR Priyo Budi San­toso juga kurang puas delapan orang yang dipilih jadi hakim agung. “Saya yang termasuk se­di­kit agak kurang begitu puas atas hasil kemarin dengan nama-nama (hakim agung) itu,” katanya.

“Kami melihat, kemarin itu de­ngan segala catatan keku­ra­ngan­nya, itu adalah hasil maksimal yang telah dilakukan DPR seperti itu,” katanya.

Menurut Priyo, sejak Komisi Yudisial (KY) menyerahkan 24 nama calon hakim agung, pim­pi­nan DPR sudah mewanti-wanti KY agar memberikan calon ha­kim agung yang terbaik.

“Ketika akhirnya kami adakan ra­pat konsultasi khusus atas permintaan KY, saya undang, saya terima ketua KY didampingi pimpinan dan Sekjen lengkap dan kami undang Komisi III, poksi-poksi, untuk membahas rencana KY memberikan suratnya kepada pimpinan DPR,” jelasnya.

Dalam pertemuan itu, Priyo sudah sarankan kepada KY bah­wa DPR tidak punya peluang apa-apa kecuali mata dan telinga DPR tertuju pada nama-nama yang diajukan. Sehingga kalau kua­lifikasi, kemampuan dan de­rajat dari calon hakim yang dipi­lih itu biasa-biasa saja maka yang perlu disalahkan adalah KY.

“Karena DPR bergerak dari nama-nama yang diajukan. Tidak mungkin kami kasih nama kalau tidak lolos seleksi KY. Saat itu Ketua KY memastikan yang kami kirim orang terbaik sejauh kami periksa lewat KY,” katanya.

“Tapi saya menaruh harapan mi­nimal 5 sampai 6 nama (dari 8 orang yang terpilih) akan mem­be­rikan terobosan,” tutupnya.

Daming Nihil, Nommy Bisa Masuk Peringkat 9

Mereka Yang Disorot

Dari 24 calon hakim agung yang mengikuti fit and proper test, ada dua nama yang men­dapat sorotan masyarakat. Ko­misi III DPR pun tak memilih mereka.

Nama pertama yakni Daming Sunusi. Saat uji kelayakan dan ke­patutan  Ketua Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan itu melontarkan pendapat yang memicu antipati masyarakat ke­padanya. Pendapat itu be­r­hu­bungan dengan hukuman bagi pe­laku pemerkosaan.

Daming keberatan jika pe­laku pemerkosaan dijatuhi hu­ku­man mati. Kata dia, dalam ka­sus itu yang memerkosa dan di­perkosa sama-sama menikmati.

“Jadi harus pikir-pikir ter­ha­dap hukuman mati,” kata Da­ming menjawab pertanyaan yang diajukan anggota Komisi III Andi Azhar.

Pendapat itu menuai kecaman deras dari masyarakat. Daming pun meminta maaf kepada ma­syarakat dan datang ke MA Dan KY untuk mengklarifikasi per­nyataannya saat di DPR. Na­mun itu sia-sia. Anggota Komisi III sepakat untuk tak memilih­nya. Dalam pemilihan Rabu lalu, Damin tak mendapatkan suara sama sekali.

Sementara penolakan ter­ha­dap calon Nommy HT Siahaan da­tang dari Baharuddin Sapu­nan. Ia mengirim surat ke KY pada 16 Januari 2013. Dalam suratnya, Baharuddin menyebut Nommy tak bersih.

KY lalu meneruskan surat Ba­haruddin ke DPR. Sebab, ke­tika menerima surat itu proses seleksi calon hakim agung sudah tak lagi di KY. Tapi sudah di DPR.

Walaupun ada surat dari KY, Nommy HT Siahaan tetap di­ikutkan dalam pemilihan. Ia pun memperoleh 21 suara dan be­rada di peringkat 9. Namun ha­nya Komisi III hanya memilih delapan hakim agung, Nommy yang kini ketua Pengadilan Ting­gi Riau itu tersingkir.

Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Asep Rahmat Fajar me­nga­takan, surat dari masyarakat yang dikirimkan KY ke Komisi III DPR mengenai keberatan ter­hadap Nommy HT Siahaan merupakan informasi tambahan.  

“Surat yang dikirimkan oleh KY ke DPR sekitar satu minggu sebelum pemilihan itu se­be­nar­nya merupakan prosedur biasa dan sudah dilakukan berkali-kali oleh KY,” katanya.

Asep mengatakan, surat ter­se­but bukanlah sebagai pe­rintah untuk meloloskan atau tidak meloloskan calon hakim agung. “Mungkin bisa menjadi bahan pertimbangan DPR,” katanya.

“Rekam Jejak Mereka Bagus”

MA Dan KY Puas

Berbeda dengan DPR, Mah­ka­mah Agung (MA) merasa puas dengan dipilihnya delapan hakim agung yang baru.

Kepala Biro Hukum dan Hu­mas MA, Ridwan Mansyur me­ngatakan, delapan orang itu akan mengisi posisi hakim agung yang selama ini kosong.

“Alhamdulillah para hakim agung tersebut sudah terpilih. Yang sudah terpilih itu m­e­ru­pa­kan pilihan yang terbaik. Dan rekam jejak mereka juga bagus-bagus,” katanya.

Ridwan berharap surat ke­pu­tusan mengenai pengangkatan delapan hakim agung terpilih itu segera terbit. “Semoga me­reka cepat dilantik dan segera menempati pos di Mahkamah Agung, karena banyak peker­jaan menunggu dan m­e­nye­le­sai­kan beberapa perkara yang su­dah ada karena ditinggalkan hakim-hakim sebelumnya yang telah pensiun,” katanya.

Mengenai tidak adanya ang­gota DPR yang memilih Da­ming Sunusi, Ridwan tak mau berkomentar banyak.

“Kalau soal itu kita sudah se­rahkan ke Komisi Yudisial. Kita masih tetap menunggu, ten­tu­nya kita menunggu proses dari KY,” katanya.

Wakil Ketua KY Bidang Rek­rutmen Hakim, Imam Anshori Saleh yang menyambut baik pemilihan hakim agung di Ko­misi III DPR. “KY menyambut baik hasil fit and proper test ter­hadap calon Hakim Agung yang diajukan KY,” katanya.

KY berharap agar Komisi III segera menindaklanjuti hasil pemilihan itu ke rapat paripurna DPR. Setelah disetujui di rapat paripurna, nama calon terpilih di­se­rahkan ke presiden. Pre­si­den yang akan menerbitkan su­rat keputusan pengangkatan me­reka sebagai hakim agung.

Imam menilai delapan hakim karier yang dipilih Komisi III me­rupakan orang-orang yang tepat untuk duduk sebagai ha­kim agung di MA.  “Itu sudah pilihan terbaik dari calon yang ada,” katanya.

Mengenai sikap Komisi III yang tidak memilih Daming Sunusi, Imam menilai itu sudah tepat. Sebab, sebagian masya­ra­kat tak menghendaki Daming jadi hakim agung setelah me­lontarkan pendapat kon­tro­ver­sial mengenai kasus pe­mer­ko­saan. “Ya DPR realistis meng­ha­dapi publik,” katanya.  [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA