Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Dilarang Masuk, Pengemudi Berdebat Dengan Satpol PP

Setiap Selasa, Kantor Wali Kota Depok Tertutup Buat Mobil

Rabu, 19 Desember 2012, 09:44 WIB
Dilarang Masuk, Pengemudi Berdebat Dengan Satpol PP
Walikota Depok Canangkan Satu Hari Tanpa Kendaraan

rmol news logo Isuzu Panther hitam melaju dari Jalan Margonda Raya dari arah Citayam. Mendekati kantor Wali Kota Depok, pengemudinya menyalakan lampu sign kiri. Kemudi dibelokkan ke arah gerbang masuk kantor pemerintahan itu.

Namun mobil itu harus ber­henti. Di pintu gerbang di­ben­tang­kan traffic cone yang menu­tup jalan. Kaca di pintu sopir di­turunkan. Pengemudinya tampak celingukan karena mobilnya tak bisa masuk.

Dua orang lalu menghampiri. Salah satunya mengenakan sera­gam Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). “Maaf Pak, hari ini karena ada program one day no car. Kendaraan roda empat tidak boleh masuk. Hanya sepeda mo­tor yang boleh parkir di dalam. Jadi silakan bapak cari tempat parkir lain,” kata petugas yang mengenakan seragam Satpol PP.

Pengemudi yang berusia seki­tar 40 tahun ini ngotot agar di­per­bolehkan masuk. “Saya me­mang dengar ada kebijakan se­perti itu. Tapi itu kan untuk PNS di sini, bukan untuk umum. Saya ini tamu yang punya urusan di dalam, bukan PNS. Kenapa saya juga kena,” kata pengemudi men­coba berdebat. Tapi petugas jaga gerbang tak bergeming. Pe­ng­ha­lang jalan tetap tak dibuka.

Perdebatan berlangsung cukup lama. Lantaran Panther berhenti di badan jalan, arus lalu lintas jadi tersendat. Pengemudi lain yang mobilnya persis di belakang be­berapa kali membunyikan klak­son. Meminta agar Panther kem­bali melaju atau menyingkir.

Setelah 10 menit, pengemudi Panther menyerah. Ia menyingkir dari depan gerbang. Pedal gas di­tekan ringan, mobil melaju pelan. Ketika melihat bahu jalan yang kosong, pengemudi Panther menepikan kendaraannya. Ia pun parkir di tepi jalan dengan posisi serong.

Ada tiga mobil yang lebih dulu parkir di situ. Yakni Kijang Super warna merah yang parkir di de­pan kompleks kantor Wali Kota atau biasa disebut Balai Kota ini. Di sebelahnya Avanza silver. Lalu ada truk polisi.

Petugas Satpol PP yang tadi ber­jaga di gerbang kembali meng­­hampiri. “Maaf pak, tidak boleh parkir di sini. Dilarang, ka­rena bisa mengganggu perjala­nan kendaraan yang lain,” pintanya.

Malas berdebat lagi, penge­mudi Panther batal parkir di situ. Ia lalu mengarahkan mobil ke Mal ITC Depok. Akhirnya dia parkir di pusat perbelanjaan yang terletak persis di sebelah kantor wali kota.

Setiap Selasa, Pemerintah Kota De­pok memberlakukan one day no car. Pegawai negeri di ling­ku­ngan pemerintah daerah ini di­larang membawa kendaraan roda empat ke kantor.

Program ini untuk menyuk­ses­kan program hemat energi pe­me­rintah pusat. Juga untuk me­ngu­ra­ngi penggunaan BBM ber­sub­sidi (premium dan solar) di kala­ngan pemerintah daerah ini.

Setiap selasa, kantor Wali Kota tertutup untuk kendaraan roda empat. Ini juga berlaku untuk ma­syarakat yang hendak mengurus izin di kantor ini.

Bagi ma­sya­rakat yang memba­wa mobil, silakan mencari parkir di luar kan­tor Wali Kota.

Ada yang parkir di bahu jalan di sekitar kantor wali kota. Lain­nya memilih parkir di pusat per­belanjaan terdekat, seperti pe­ngemudi Panther tadi. Mereka yang parkir di pusat perbelanjaan tentu harus membayar tarif parkir yang dihitung per jam.

Pemantauan Rakyat Merdeka ke­marin, tak semua warga mau par­kir di pusat perbelanjaan. Irfan, misalnya. Warga Sawa­ngan, Depok ini datang ke kantor Wali Kota membawa Nissan Grand Livina. Ketika ditolak ma­suk, dia memilih parkir di bahu jalan beberapa meter dari kantor wali kota.

“Minggu kemarin saya datang ke sini. Karena ada program sehari tanpa mobil, kendaraan say­a tidak boleh masuk. Terpaksa parkir di dalam mal. Ribet mas parkir di mal. Sudah penuh, jalan­nya jauh kalau mau ke wali kota,” tutur pria yang mengaku hendak me­ngurus Izin Mendirikan Ba­ngunan (IMB) ini.

Lantaran banyak pengemudi yang parkir di bahu jalan, arus lalu lintas di Jalan Margonda pun tersendat. Sebab, sebagian badan dipakai untuk parkir mobil. Ke­macetan sampai beberapa ki­lometer.

Kemacetan parah selalu terjadi ketika diberlakukan one day no car pada hari Selasa. Mulai dari jam masuk kerja sampai siang hari.  “Gimana ngga macet. Kan mo­bil yang mau ke dalam dila­rang masuk. Pemilik mobil ak­hir­nya parkir di pinggir jalan. Belum lagi angkot yang berhenti. Parah deh,” kata Boy, pedagang aso­ngan yang mangkal tak jauh dari kantor Wali Kota Depok.

Arul, sopir Angkot D04 me­nge­luhkan kemacetan yang kerap terjadi di depan kantor Wali Kota Depok setiap Selasa. Kata dia, karena banyak kendaraan yang parkir sembarangan. Ia pun sulit menarik penumpang.  

“Kalau sudah macet. Ja­ngan­kan ngetem, mau ambil pe­num­pang saja langsung diklaksonin mobil di belakang,” katanya.

Pemantauan Rakyat Merdeka, kemacetan di depan kantor Wali Kota menggila bukan hanya ka­rena banyak mobil yang parkir di bahu jalan. Tapi juga karena ada proyek pelebaran jalan dan pem­buatan gorong-gorong.

Polisi Kecewa Karena Pemkot Tak Koordinasi Soal “One Day No Car”  

Saat diberlakukan one day no car pada hari Selasa, kendaraan roda empat dilarang masuk kan­tor Wali Kota Depok. Pengemudi lalu memarkir kendaraan di bahu jalan sekitar kantor Wali Kota. Kemacetan parah pun terjadi.

Kemacetan juga terjadi di jalan di depan Polres Depok. Kantor Pol­res terletak di seberang Wali Kota Depok. Polisi pun gerah.

Kepala Satuan Lalu Lintas (Kasat Lantas) Polres Depok, Ko­misaris Kristanto Yoga kecewa Pemerintah Kota (Pemkot) me­nerapkan one day no car tanpa me­libatkan kepolisian.

“Itulah yang kami sesalkan. Kenapa Pemkot Depok tidak per­nah melakukan upaya koordinasi. Akibatnya kan seperti ini (macet parah). Masyarakat yang kena imbasnya,” ungkap Kristanto.

Kristanto heran kenapa pro­gram yang dibuat untuk jajaran Pem­kot tersebut juga diberla­ku­kan pada masyarakat umum. Pa­dahal, sasaran dari program sehari tanpa kendaaan itu hanya untuk pegawai negeri sipil di ling­kungan Pemkot saja.

“Yang tidak boleh kan PNS-nya. Kenapa masyarakat yang berkunjung juga dilarang mem­bawa mobil. Malah disuruh par­kir di jalan,” kata dia.

“Seharusnya kalau mau buat kebijakan hari Selasa tidak boleh bawa mobil ke balai kota, ya un­tuk PNS saja. Kalau orang umum harusnya boleh. Karena banyak yang ingin mengurus sesuatu ke Balai Kota. Fasilitas pengalihan parkir perlu dipersiapkan terlebih dahulu,” ujarnya.

Kepala Humas Kota Depok De Ricko justru heran bila polisi me­rasa tak dilibatkan dalam pr­o­gram one day no car. Pihaknya sudah memberitahukan kepada pimpinan Polres.

“Di tingkat Kota ini ada yang namanya Muspida (Musyawarah Pimpinan Daerah) yang juga me­libatkan Wali Kota dan Kapolres. Kegiatan ini sudah sering dibi­ca­rakan dalam Muspida. Kenapa dibilang tidak koordinasi,” kata­nya saat ditemui Rakyat Merdeka di kantornya.

Lagipula, lanjut dia, Pemkot ti­dak pernah menganjurkan tamu yang datang agar memarkirkan ke­ndaraannya di bahu jalan. Pemkot mengarahkan pengemudi untuk parkir di tempat resmi.

“Petugas selalu kami siapkan di depan kantor. Mobil yang mau masuk diarahkan untuk parkir di depan mal, bukan bahu jalan,” terangnya.

Ricko mempersilakan polisi me­nilang pengemudi yang me­mar­kir kendaraan di bahu jalan. “Itu ke­we­nangan mereka selaku petugas. Kami mendukung itu, karena me­mang melanggar,” katanya.

Dianggap Cari Sensasi, Nur Mahmudi Dikritik

Dianggap tak tepat sasaran dan memunculkan masalah baru, langkah Pemerintah Kota Depok menerapkan one day no car dikecam.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia An­drinof Chaniago menilai ke­bi­jakan ini hanya cari sensasi. Me­nurut dia, sasaran dan kajian menerapkan one day no car sama sekali tidak kuat.

“ Itu cuma program yang di­buat sebagai upaya mencari perhatian. Wali Kota lebih ba­nyak show off -nya,” ujar An­d­ri­nof. Menurut dia, kebijakan yang dicampur aduk dengan usaha mencari perhatian tidak bakal bertahan lama.

Ia menyarankan sebaiknya sebelum mengambil kebijakan, Pemkot Depok melakukan ka­ji­an terlebih dulu. Kajian itu meliputi kebutuhan masyarakat jangka pendek, menengah dan panjang.

Lewat kajian juga bisa dik­e­tahui risiko kebijakan itu. Ke­bijakan yang dipilih, yang pa­ling sedikit risiko tapi mem­bawa kemaslahatan paling ba­nyak buat masyarakat.

“Buatlah program yang rea­listis, tidak terlalu sensasional tapi bermanfaat bagi ke­pen­ti­ngan orang banyak,” saran An­drinof. “Hilangkan yang nggak perlu.”

Kasno, Koordinator LSM Ko­mite Aksi Pemberantasan Or­gan Korupsi (Kapok) meni­lai, one day no car tak menyen­tuh akar persoalan kemacetan di Depok.

Menurut dia, program ini me­mang bisa menghemat energi dan mengurangi penggunaan BBM bersubsidi. “(Tapi) yang dibuat wali kota sama sekali bu­kan yang diinginkan masyar­a­kat­nya,” katanya.

Pasalnya, lanjut Kasno, ba­nyak warga yang jadi korban dari kebijakan ini. Dari tak bisa masuk ke kantor Wali Kota karena roda empat dilarang ma­suk, hingga terjebak kemacetan akibat banyak mobil parkir di bahu jalan.

“Wali Kota Ngojek, Bawahan Kok Naik Mobil”

Berbagai cara dilakukan PNS Pemerintah Kota Depok untuk mengakali program one day no car yang diberlakukan setiap Selasa. Dari parkir di mal sampai meminta antar jemput keluarganya.

Pemantauan Rakyat Mer­de­ka, pukul 3 sore ratusan pe­ga­wai mulai bergerak me­nin­g­gal­kan kantor Wali Kota Depok. Sebagian mengarah ke tempat parkir sepeda motor di dekat pintu gerbang maupun di bela­kang kompleks perkantoran pe­merintah daerah ini.

Lainnya berjalan kaki ke luar gerbang. Pulang naik angkutan umum? Ternyata tidak. Bebe­rapa PNS berdiri di pinggir ja­lan menunggu dijemput.

Seorang pegawai setengah baya berjalan ke gerbang sam­bil berkomunikasi lewat tel­e­pon genggam.

“Ya saya sudah menuju ke luar gedung ini. Nanti langsung ke depan saja biar tidak lama,” ujar wanita tersebut.

Sampai di depan pintu ger­bang, wanita ini berjalan ke ka­nan, melawan arah. Setelah ber­jalan 20 meter ke sebelah ka­nan, ia berhenti.

Tidak sampai 10 menit ber­diri menunggu, Kijang Innova putih berhenti persis di de­pan­nya. Tanpa membuang waktu, wanita ini membuka pintu de­pan di sebelah kiri. Lalu ke du­duk di samping pengemudi.

“Rumah saya jauh, repot kalau tidak dijemput. Sehari-hari, kadang saya bawa mobil kadang juga dijemput seperti ini,” kata pegawai yang tidak mau disebutkan namanya itu.

Rakyat Merdeka juga me­mer­goki beberapa pegawai pria ma­suk ke dalam mal ITC setelah lepas jam kantor. Pusat per­be­lanjaan ini terletak persis di se­be­lah kantor Wali Kota Depok.

“Saya bawa mobil di parkir di sana (Mal ITC). Yang penting kan tidak ke kantor atau parkir di pinggir jalan. Jadi nggak ada masalah,” kata pegawai bertu­buh gemuk itu sambil berlalu masuk ke dalam mal.

Kepala Humas Pemerintah Kota Depok, De Ricko mem­ban­tah ada pegawai yang men­coba mengakali program one day no car. “Setiap Selasa pagi, kami terjunkan anak buah untuk berjaga-jaga di pintu gerbang,” katanya.

Namun dia berjanji akan menindaklanjuti temuan bahwa masih ada pegawai yang bawa kendaraan roda empat saat ngantor di hari Selasa. “Bila ada yang ketahuan, akan kami foto untuk jadikan barang bukti,” jelasnya.

Apa sanksinya bagi pegawai yang tetap bawa mobil? Menu­rut dia, hingga saat ini memang belum ada sanksi tegas yang akan diberikan bagi para pega­wai yang tidak mendukung pro­gram ini. Pasalnya, pro­gram ini hanya imbauan, bukan paksaan.

“Hanya masalah etika saja. Masa Pak Walikota rela naik motor atau ojek, anak buahnya ma­sih naik mobil. Tapi kalau su­dah beberapa kali na­kal, tentu kami siapkan san­k­si­nya,” ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA