Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kereta Jakarta-Bogor Hanya Sampai Bojonggede

Hujan Deras, Jalur Longsor Ditutup

Minggu, 02 Desember 2012, 08:49 WIB
Kereta Jakarta-Bogor Hanya Sampai Bojonggede
ilustrasi/ist
rmol news logo .Jalur kereta Bogor-Bojonggede sempat terhenti akibat rel longsor di Cilebut, Bogor. Mulai Kamis, jalur yang longsor mulai dilalui kereta dari Bogor maupun Jakarta. Jalur   kembali ditutup bila hujan turun.

Kereta yang melalui jalur ini masih dibatasi. Pasalnya satu rel yang masih utuh dipakai untuk kereta dari dua arah: Bogor dan Jakarta.  Untuk pagi hari, jalur ini hanya dilewati kereta dari Bogor arah Jakarta. Sore, kereta dari Jakarta arah Bogor.

Sejak jalur ini dibuka, setiap pagi ada 12 rangkaian kereta yang diberangkatkan dari Stasiun Bogor. Terdiri dari sembilan rang­­kaian commuter line. Sisa­nya KRL ekonomi. Kereta ini untuk mengangkut masyarakat yang hendak berangkat kerja ke Jakarta.

Kereta dari Bogor arah Jakarta diberangkatkan mulai dari pukul 04.22 sampai 08.30 WIB. Sore hari giliran kereta dari arah Ja­karta menuju Bogor yang melalui jalur yang longsor. Mulai dari jam 5 sore sampai 9 malam.

 â€œJeda waktu antara pukul 08.30 dan pukul lima sore di­manfaatkan para pekerja untuk kembali mem­perbaiki sarana dan prasarana yang rusak di sekitar longsoran,” kata Mateta Riza­lullhaq, Kepala Humas PT KAI Daops I.

Rabu, 21 November 2012, rel yang berada di Desa Cilebut Ti­mur, Kecamatan Sukaraja, Bogor, longsor.  Jalur yang longsor se­panjang 200 meter. Peristiwa ini diduga karena Kali Baru yang be­rada dekat rel meluap. Air me­ngikis tanah di sekitar rel.

Longsor tak hanya membuat satu rel tak bisa dilalui, tapi juga menyebabkan 14 rumah rusak to­tal. Delapan lainnya rusak berat. Ada enam rumah yang posisinya kritis. Sewaktu-waktu bisa roboh. Luapan Kali Baru juga meng­genangi pemukiman warga di RT 03 RW 11 Dusun Babakan Sirna, Cilebut Timur.

Lantaran jalur yang longsor masih dalam perbaikan, kec­e­patan kereta yang melintas tak boleh lebih dari 5 kilometer/jam.  Rangkaian kereta yang melintasi jalur ini juga tak boleh diisi lebih dari 1.200 orang.

Jumat sore lalu, Rakyat Mer­deka berkunjung ke lokasi long­sor. Rencananya, kereta yang berangkat dari Jakarta pukul lima sore akan melintasi jalur ini.

Di lokasi longsor, satu rel yang ma­sih utuh sudah dibersihkan dari timbunan tanah. Posisi rel se­dikit terangkat. Di sebelahnya, jalur yang longsor.  Sebelum long­sor, jalur ini dilalui kereta dari Ja­karta menuju Bogor.  Jalur ini se­dang ditimbun dengan tanah.

Karung berisi batu-batu di­tum­puk persis di pinggiran rel  yang utuh. Di sebelah karung-karung itu sedang dibangun saluran air de­ngan beton cetak.

Di lokasi longsor terlihat mesin backhoe yang biasa digunakan un­tuk mengeruk maupun memin­dah­kan tanah. Mesin raksasa itu tak dioperasikan. Puluhan banta­lan rel dari beton digeletakkan tak jauh dari situ. Beton cetak untuk sa­luran air juga terlihat diletak­kan di pinggir rel.

Saat Rakyat Merdeka ke sini, tak terlihat satu pun pekerja yang melakukan perbaikan. Hujan yang turun deras membuat para pekerja menghentikan aktivitas. Mereka pun mencari tempat berteduh.

Ujang, seorang pekerja, memi­lih berteduh di warung yang be­rada persis berada di pinggir rel. Bersama ketiga temannya, pria berkulit hitam itu asyik me­ngob­rol sambil ditemani sec­ang­kir kopi panas.

Tidak kerja? “Kalau hujan be­gini, perbaikan dihentikan. La­gi­pula, sekarang ini sebenarnya jad­wal kami untuk istirahat. Karena sore hari ada jadwal kereta dari Ja­karta yang akan melintas,” ka­ta­nya sambil menghisap gulu­ngan tembakau.

Hingga pukul setengah tujuh malam, tak ada satu pun kereta dari Jakarta yang lewat. Bila me­ngacu jadwal yang dibuat PT KAI, harusnya sudah dua sampai tiga yang melintas.

“Kalau hujan, kereta memang tidak boleh melintas. Khawatir nanti malah membahayakan. Mak­lum, rel masih dalam proses uji coba,” terang Ujang.

“Kamis sore juga begitu. Ka­rena hujan deras, tidak ada kereta melintas. Kereta baru lewat jalur ini sekitar jam 9 malam. Itu pun se­telah hujan lama berhenti,” tambahnya.

Rakyat Merdeka lalu berbalik arah ke Stasiun Bojonggede yang jaraknya sekitar 1 km dari lokasi longsor. Jalan dari lokasi longsor ke arah Stasiun Bojonggede maupun Bogor macet parah. Pusat kemacetan di depan Stasiun Bojonggede.

Setiap ada kereta yang baru datang dari Jakarta, kemacetan panjang terjadi. Tidak hanya dari Stasiun Bojonggede menuju Cilebut. Juga arah sebaliknya.

Kereta commuter line AC dari arah Jakarta Kota terlihat me­ma­suki stasiun ini. Seorang petugas segera menyampaikan informasi melalui pengeras suara bahwa kereta dari Jakarta Kota hanya sampai Stasiun Bojong­gede. Ti­dak sampai ke Bogor.

Sebelum sampai ke Stasiun Bogor, kereta masih melalui satu stasiun lagi: Cilebut. Jalur yang longsor terletak di antara Stasiun Bojonggede dan Cilebut. Lanta­ran hanya sampai Stasiun Bo­jong­gede, commuter line itu tak melalui jalur longsor. Setelah me­nurunkan penumpang di stasiun ini, kereta balik ke arah Jakarta.

“Kepada para penumpang yang akan menuju Stasiun Cilebut hingga Bogor menghentikan per­jalanannya di stasiun ini. Karena hujan, jalur belum bisa dilewati. Harap maklum,” bunyi pem­beritahuan yang disampaikan ber­ulang-ulang.

Perjalanan Kereta Dikurangi, Penjualan Tiket Dibatasi

PT KAI membatasi penumpang kereta yang melalui jalur longsor. Setiap rangkaian kereta maksimal mengangkut 1.200 penumpang. Penjualan tiket pun diperketat. Se­tiap penumpang hanya mem­beli satu tiket.

Corporate Communication PT KAI Commuter Jabodetabek, Gini Aristi Hardono mengatakan, jadwal KRL yang akan berangkat dan menuju Stasiun Bogor dan sebaliknya belum normal sejak rel di Cilebut longsor.

Karena baru satu jalur rel yang bisa dilalui, maka perjala­nan ke­reta masih terbatas. Se­tiap hari ha­nya ada 12 perja­la­nan di pagi hari. Sore juga ha­nya 12 perjalanan.

Perjalanan pagi untuk kereta dari Bogor menuju Jakarta. Se­mentara sore perjalanan kereta dari Jakarta menuju Bogor.  “De­ngan keberangkatan KRL yang terbatas maka penjualan tiket dibatasi sesuai dengan kapasitas yang tersedia,” kata Gini.

Untuk penjualan tiket, kata dia, setiap stasiun dibatasi kuotanya. Di Stasiun Bogor, tiket commuter line yang dijual tidak lebih 9 ribu lembar. Sedangkan untuk ek­o­nomi lebih sedikit, yakni  hanya sekitar 3.400 tiket.

Penjualan tiket di Stasiun Ci­le­but juga dibatasi. Untuk com­mu­ter line, di stasiun ini hanya men­jual 4 ribu tiket. Sedangkan ti­ket KRL Ekonomi 1.400 lembar.

“Penumpang diimbau untuk tidak memaksakan diri melaku­kan perjalanan dengan KRL ka­re­na keterbatasan kapasitas ang­kut. Bagi penumpang yang tidak mendapatkan tiket agar meng­gunakan moda transportasi lain,” imbuh Gini.

Gini juga menegaskan, PT KAI dan PT KAI Commuter Jab­o­de­ta­bek tidak menyediakan moda transportasi gratis untuk me­ngang­kut calon penumpang yang tidak mendapatkan tiket.

“PT KAI dan PT KAI Com­muter Jabodetabek mengu­capkan permohonan maaf yang sebesar-besarnya bagi seluruh pengguna jasa KRL karena kenyamanan perjalanan terganggu akibat per­baikan rel yang terkena dampak pe­ristiwa alam longsor pada Rabu, 21 November 2012,” tutup Gini.

Mateta Rizalulhaq, Kepala Humas PT KAI Daops I me­nga­takan, pembatasan itu dilakukan karena tanah di bekas lokasi longsor masih labil. Pihaknya ma­sih dalam proses normalisasi jalur II.

“Selama proses perbaikan dan kondisi jalur Cilebut-Bojonggede ini belum stabil, ,” ujarnya.

Selain menimbun lokasi long­sor dengan tanah, PT KAI juga menggeser rel yang utuh sejauh 40 cm ke barat. Penggeseran di­lakukan sepanjang 150 meter, di kawasan yang berkontur curam hingga ke dataran di antara per­mukiman penduduk.

Tak hanya itu memperbaiki rel yang longsor, PT KAI juga mem­buat drainase di sekitar rel. Drai­nase ini untuk mengalirkan air jika rel tergenang. “Setelah drai­na­se ini, kita akan memulai kem­bali penimbunan tanah, peletakan rel, dan pengaktifan listrik aliran atas,” terangnya.

“Hujan, Macet, Angkotnya Selalu Penuh Terus...”

Lia, penumpang kereta com­muter Line kecewa tidak bisa me­neruskan perjalanannya sam­pai Stasiun Bogor. Dengan wajah kesal dia menyusuri pe­ron menuju pintu keluar Stasiun Bojonggede.

“Dari stasiun ini ke Bogor itu masih jauh banget. Udah mana hujan lagi, pasti macet dan lama banget kalau naik ang­kot,” jelas wanita yang me­nga­ku bekerja di kawasan Tham­rin, Jakarta Pusat ini.

Walaupun menggerutu, Lia bisa memaklumi bila perjalanan kereta hanya sampai di Stasiun Bojonggede. Kata dia, daripada terjadi kecelakaan, lebih baik menggunakan angkot yang waktu tempuhnya lebih lama.

“Nanti kalau dipaksain kereta malah anjlok lagi. Di tempat longsor itu kan terlihat tanahnya masih labil. Nggak bisa ngeba­yangin, pas lewat di lokasi long­sor kereta malah anjlok,” kata wanita berkulit putih ini.

Endah, warga Pasar Anyar, Bo­gor, berkomentar sama. Mes­­kipun jalur Bogor-Bojong­gede sudah dibuka, dia sempat kha­watir ketika yang dit­um­pa­ngi­nya melintas di jalur yang longsor.

 â€œPagi saya naik kereta dari Stasiun Cilebut menuju Jakarta. Saat kereta lewat lokasi longsor, jantung saya kayak berhenti. Pe­numpang lain juga pada tegang seperti saya,” katanya sambil tertawa.

Mendekati jalur longsor, ke­reta yang harus mengurangi ke­ce­patannya. Kereta pun berjalan super pelan. Kecepatannya tak boleh dari 5 km/jam.

“Memang kereta jalannya lambat banget. Tapi karena lam­bat itu, saya justru jadi takut. Penumpang bisa lihat ke lokasi longsor yang dalam banget. Jadi aneh-aneh saja pikiran saya saat melintas,” kata Endah.

Ia ­meminta PT KAI sebaik­nya memperbaiki rel sampai seperti semula sebelum mem­bukanya untuk dilalui kereta. “Saya pikir, karena alasan long­sor, penumpang masih bisa te­rima. Siapa juga yang mau ber­taruh nyawa dengan nekat lewat situ,” ujarnya.

Lantaran kereta hanya sampai Stasiun Bojonggede, penum­pang yang hendak ke Bogor ha­rus naik angkot. Endah me­minta PT KAI memfasilitas penumpang yang hendak me­lan­jutkan perjalanan.

“Di sini (Bojonggede) sudah macet, angkot juga penuh terus. Ya, diatur lah biar penumpang ti­dak terlalu jadi korban,” kata wa­nita berkerudung ini.

Korban Longsor Ogah Tinggal Dikontrakkan

Penduduk yang tinggal de­kat rel yang longsor di Cile­but, Bogor akan dipindahkan. Me­reka akan disediakan rumah.

Begitu janji Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan. Kata dia, Pemprov Jawa Barat, Pem­kab Bogor  dan Badan Penang­gu­langan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Barat segera men­cari lokasi untuk warga yang akan dipindahkan.

“Bahaya karena daerah-dae­rah seperti sangat rawan ben­cana bila memaksa membangun rumah,”  kata Heryawan.

Apa tanggapan warga? Ne­nen, warga Cilebut Timur yang menjadi korban longsor me­nyambut baik rencana ini. Me­nurut dia yang penting lok­a­si­nya sesuai dengan nilai tanah yang miliknya yang kena longsor.

“Itu tanah saya, bukan tanah PT KAI. Kalau kami mau di­pin­dah, tentu harus diganti. Ja­ngan seenaknya digusur, tapi kami tidak diperhatikan,” jelasnya.

Nenen menuturkan saat long­sor terjadi, rumah yang di­tem­pati bersama anggota ke­luar­ga­nya hancur tertimbun tanah. Se­luruh harta bendanya yang ada di dalam rumah terpendam. Ti­dak ada yang bisa diselamatkan.

“Alhamdulillah seluruh ang­gota keluarga selamat. Tapi ru­mah beserta harta benda kami ikut tertimbun. Kami bingung bagaimana nanti ke depannya,” jelas wanita paruh baya ini.

Setelah longsor, dia bersama puluhan warga yang lain me­ng­galang dana untuk para korban. Saat itu, korban butuh dana un­tuk hidup. Sementara harta me­reka ludes.

 â€œAda yang tinggal di tenda pengungsian. Ada juga yang tidur di mesjid seperti saya dan keluarga. Makan seadaanya, itu pun dari pemberian orang lain,” ungkapnya.

Kini, Nenen merasa masih bisa bernafas lega. Dia dan kor­ban lainnya sudah dipindahkan dari tempat pengungsian ke ru­mah kontrakan. “Kami dik­on­tra­kan rumah yang tidak jauh dari lokasi longsor. Katanya sih rumah itu sudah dikontrak un­tuk satu tahun,” terangnya.

“Tapi harus ingat, ini hanya un­tuk sementara saja. Karena kami ingin rumah kami kem­bali. Masak seumur hidup kami ngontrak,” ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA