Satu per satu orang-orang yang disangka terlibat kasus Dhana Widyatmika digiring ke Pengadilan Tipikor Jakarta.
Kali ini giliran berkas perkara tersangka Hendro Tirtajaya yang dinyatakan sudah lengkap (P21). Pria yang disangka kongkalikong dengan pegawai Ditjen Pajak Herly Isdiharsono dalam meÂnguÂrus pajak PT Mutiara Virgo itu, segera mengikuti jejak tersangka DW dkk menjadi terdakwa di peÂngadilan tindak pidana korupsi.
“Untuk tersangka Hendro TirÂtajaya, berkas perkaranya diÂnyaÂtaÂkan lengkap pada 30 Oktober. Pada Senin 1 November, telah dilaÂkukan penyerahan tahap dua atau penyerahan tanggung jawab tersangka dan barang buktinya ke Kejaksaan Negeri Jakarta Barat,†kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung M Adi Toegarisman pada Rabu (7/11).
Penetapan lengkapnya berkas tersangka Hendro berdasarkan Surat Penetapan B.56/F.3/Ft.1/10/2012. Selanjutnya, Hendro diÂtaÂhan jaksa penuntut umum (JPU) di Rumah Tahanan CipiÂnang, Jakarta Timur selama 20 hari ke depan, terhitung dari tangÂgal 1 November 2012 hingga 20 November 2012.
“Selanjutnya, menunggu jadÂwal persidangan di Pengadilan TiÂpikor,†ujar Adi. Sebelumnya, Hendro telah ditahan jaksa peÂnyidik Kejaksaan Agung.
Dugaan kongkalikong Hendro dan Herly Isdiharsono dalam kaÂsus ini, tampak dalam persiÂdaÂngan terdakwa Dhana WidyatÂmiÂka (DW). Herly disebut meminta fee kepada Hendro saat menangaÂni pajak PT Mutiara Virgo (MV).
Permintaan fee itu disampaiÂkan Direktur PT Ditax ManageÂment Resolusindo, Zemmy TanuÂmihardja, saat bersaksi untuk terÂdakwa DW di Pengadilan Tipikor Jakarta. Sekadar mengingatkan, PT MV menunjuk PT Ditax MaÂnagement Resolusindo (DMR) untuk mengurus pajaknya. Di PT Ditax, status Hendro adalah DiÂrektur Utama. Nah, Zemmy meÂngaku mengetahui permintaan uang oleh Herly itu, berdasarkan cerita Hendro. “Saya dengar dari Pak Hendro,†ujarnya.
Menurut Zemmy, Hendro menÂjelaskan bahwa Herly meminta fee diberikan secara langsung seÂtelah kelebihan pembayaran paÂjak dikembalikan ke PT MV. PerÂmintaan fee ini, lanjutnya, disamÂpaikan Herly dalam pertemuan dengan Hendro di sebuah kafe di Jakarta Barat.
“Kata Pak Hendro, pemeriksa minta all in dengan pembayaran pajak. Awalnya Pak Herly minta 50:50 dari yang keluar. Setelah diÂpotong (pajak), keluar (restiÂtuÂsi) Rp 11 miliar. Herly dapat Rp 4 miliar, bagian dari 11 miÂliar,†urai Zemmy.
Terkait kasus ini, penyidik mÂaÂsih melengkapi berkas satu terÂsangÂka lainnya, yakni pegawai DitÂjen Pajak Kementerian KeÂuangan yang merupakan Ketua Tim Pemeriksa Pajak PT Mutiara Virgo, Sarah Lallo. Pada Kamis, 8 November, penyidik kembali meÂmanggil dan memeriksa SaÂrah. “Dia diperiksa sebagai terÂsangka,†ujar Adi.
Pemeriksaan yang dilakukan mulai pukul 11 siang di Gedung Bundar Kejaksaan Agung itu, unÂtuk memperdalam bukti dan meÂlengkapi berkas Sarah. “Pokok pemeriksaan itu mengenai tugas tersangka saat menjadi Ketua Tim Pemeriksa Pajak PT Mutiara Virgo,†kata Adi.
Penyidik juga masih memerikÂsa sejumlah pengawai Ditjen PaÂjak sebagai saksi untuk tersangka Sarah Lallo pada Selasa, 6 NoÂvemÂber lalu. Pada hari itu, peÂnyiÂdik memanggil tiga saksi. Mereka adalah Yasti Miarsih, Nur Agustin dan Budiman Abbas. “Ketiganya adalah PNS Ditjen Pajak,†ujar Adi.
Pada 7 November, penyidik kemÂÂbali memeriksa tiga PNS DitÂjen Pajak sebagai saksi, yakni EnÂdro Agus Wahyudi, Risky V HerÂmawan dan Farid Agus MuÂbarok. Pemeriksaan terhadap mereka dilakukan mulai pukul 10.30 WIB.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan enam tersangka kaÂsus ini, yakni Dhana WidyaÂtmika (Ditjen Pajak), Johnny Basuki (Direktur Utama PT Mutiara VirÂgo), Firman (Ditjen Pajak), Herly Isdiharsono (Ditjen Pajak), SalÂman Maghfiron (Ditjen Pajak) dan Hendro Tirtajaya (pengurus pajak). Semua tersangka itu suÂdah ditahan. Belakangan, giliran Sarah Lallo (Ditjen Pajak) yang ditetapkan sebagai tersangka. Tapi, Sarah belum ditahan.
REKA ULANG
Rp 3 Miliar Untuk Tim Pemeriksa Pajak
Pegawai Ditjen Pajak yang menÂjadi Ketua Tim Pemeriksa Pajak PT Mutiara Virgo, Sarah Lallo akhirnya ditetapkan KeÂjakÂsaan Agung sebagai tersangka kaÂsus korupsi penanganan pajak ini.
Pengakuan terdakwa Herly Isdiharsono dalam sidang di PeÂngadilan Tipikor Jakarta, semakin menguatkan sangkaan bahwa Sarah juga terlibat perkara korupÂsi yang dikenal sebagai kasus Dhana Widyatmika (DW) ini. Di penghujung sidang pada Rabu hampir tengah malam (31/10), Herly mengaku pernah memberi dana Rp 3 miliar kepada tim pemeriksa pajak PT Mutiara Virgo (MV).
Mendengar pengakuan terdakÂwa, hakim segera meminta klaÂriÂfikasi seputar mekanisme peÂnyeÂraÂhan dana tersebut. “Pada DeÂsemÂber, saya pernah memÂberi sesuatu pada saksi berdua,†kata Herly.
Hakim mencecar, apa yang dimaksud sesuatu tersebut. Herly menjawab, sesuatu itu adalah uang. “Nilainya sebesar Rp 3 miÂliar.†Menurutnya, uang sebanyak itu disampaikan pada Desember 2005, dalam bentuk Dolar AmeÂrika Serikat.
Penyerahan uang itu dilakÂsaÂnaÂkan pada jam kerja di Kantor PeÂlayanan Pajak (KPP) Palmerah, JaÂkarta. Uang itu, kata Herly, diÂserahÂkan langsung kepada saksi Ketua Tim Pemeriksa Pajak PT MV SaÂrah Lallo dan anggota tim, Farid.
Hakim terus menguji pengaÂkuÂan terdakwa. Kali ini, Herly diÂminta menjelaskan, bagaimana mungkin uang disampaikan keÂpaÂda Ketua Tim Pemeriksa Pajak. Sebab, ketika itu Herly sudah dimutasi ke KPP Senen, Jakarta Pusat. Menanggapi hal itu, Herly berÂsikukuh, sekalipun sudah diÂmutasi, penyampaian uang tetap bisa dilakukan.
Tapi saat hakim meminta tanggapannya, Sarah dan Farid yang dihadirkan sebagai saksi, kompak menepis hal tersebut. “Apa tanggapan saksi?†tanya hakim Sudjatmiko. Sarah menjaÂwab, “Saya tidak pernah meÂneÂriÂma uang itu.†Lalu hakim meÂlanjutkan pada saksi Farid, “Apa pernah terima uang dari terdÂakÂwa?†Farid menjawab, “Tidak pernah yang mulia.â€
Dalam sidang, Herly yang mengenakan kemeja hitam motif garis-garis hitam mengeÂmuÂkaÂkan, sejak dimutasi ke KPP SeÂnen, dia sudah tidak pernah terÂlibat penyusunan laporan pajak PT MV. Dia mengaku, keterlibaÂtannya dalam menyusun laporan pajak PT MV hanya sampai tahun 2003. Untuk laporan pajak tahun 2004 dan 2005 yang jadi perÂsoaÂlan dalam sidang, Herly mengaku sudah tidak terlibat. “Saya hanya susun tahun 2003. Setelah pindah ke Senen, tidak pernah terlibat.â€
Dalam sidang ini, hakim meÂminÂta saksi-saksi, terdakwa, jakÂsa dan pengacara terdakwa maju. Hakim meminta, saksi-saksi dan terdakwa melihat dokumen rangÂkuÂman pajak PT MV. Saat itu haÂkim menanyakan, apa maksud dari kontribusi dokumen.
“KonÂtriÂbusi dokumen dituÂjuÂkan sebagai bentuk laporan keÂpaÂda Kepala KPP, Kepala Seksi, HerÂly dan petugas pemeriksa paÂjak,†jawab Sarah Lallo.
Ketika disoal mengenai dokuÂmen yang menyebutkan adanya kontribusi anggaran Rp 6 miliar, Sarah mengaku tidak pernah meÂlihat dokumen tersebut. DeÂmiÂkian pula Farid. Padahal, menurut hakim, dalam dokumen itu tertera nama Sarah, Herly dan Farid.
Hakim pun bertanya kepada jaksa, darimana data transaksi itu diperoleh. Jaksa Imanuel RikhenÂdry menjawab, data disita dari ruÂmah terdakwa. Tapi, Herly meÂngaÂku tidak tahu. Ia justru mengaÂtakan, data itu dikeluarkan PT MV.
Lebih lanjut, setelah mengecek data tersebut, jaksa menyoal apaÂkah saksi Sarah pernah menerima dana Rp 3 miliar. Sarah mengaku, tidak pernah. Dia meluruskan, saÂlinan transaksi peneriman uang buÂkan dari PT MV atau peruÂsaÂhaÂan pajak yang ditanganinya. Melainkan, dari hasil penjualan tanah di kawasan Serpong.
Lebih jauh, Herly menyataÂkan, biasanya data tentang lapoÂran paÂjak dibuat tim pemeriksa pajak. DeÂngan kata lain, jelas Herly, data yang ditunjukkan haÂkim diÂbuat berÂdasarkan petunjuk Ketua Tim yang saat itu dijabat Sarah.
Masih Sebatas Menyentuh Kulit
Boyamin Saiman, Koordinator MAKI
Koordinator LSM MaÂsyaÂrakat Anti Korupsi IndoÂneÂsia atau MAKI Boyamin SaiÂman meÂnyamÂpÂaikan, penÂguÂsuÂtan jariÂngan mafia pajak dan koÂrupsi di sekÂtor pajak masih seÂbatas kulitnya.
Sepanjang proses pengusutan kaÂÂsus korupsi pajak, yang meÂnyeÂret sejumlah pegawai pajak seÂperti Dhana Widyatmika, HerÂly IsÂdiharsono dan kawan-kawanÂnya, kejaksaan tampak belum mampu mengusut dugaÂan keterÂliÂbatan para petinggi paÂjak. “ProÂses pengusutannya meÂngÂeÂceÂwaÂkan, karena tidak meÂnyeret ataÂsanÂnya, minimal dua tingkat di atasnya.â€
Menurut Boyamin, rata-rata peÂngusutan kasus korupsi paÂjak, baik yang dilakukan keÂpoÂlisian, kejaksaan maupun KPK, tidak ada yang tuntas. Kondisi ini, lanjut dia, menunjukkan adaÂnya indikasi yang tidak seÂhat dalam pengusutan perkara koÂrupsi pajak. “Ya seperti kata peÂpatah lama, pengusutan haÂnya tajam ke bawah, tapi tumÂpul ke atas,†ujarnya.
Tapi, katanya, publik tidak bisa begitu saja menerima penÂjelasan dan proses yang telah diÂlakukan aparat penegak huÂkum. Sebab, melalui proses yang terkesan dilokalisir, seÂmaÂkin kuat dugaan masyarakat bahÂwa aparat penegak hukum terÂsandera sejumlah kepenÂtiÂngan. “Ada dugaan permainan di sana,†kata Boyamin.
Bahkan, sepengalaman BoÂyaÂmin, beberapa kasus pengÂgeÂlapan pajak yang dilaporkan, tiÂdak digubris sama sekali. “Saya lapor dugaan penggelapan paÂjak yang lain, hampir dua tahun tidak ada kabarnya, yaitu kasus penggelapan royalti tambang batu bara. Di KPK, saya laporÂkan penggelapan pajak peÂruÂsaÂhaan AS, dua tahun tidak ada kaÂbarnya,†cerita dia.
Karena itu, Boyamin berÂhaÂrap, kejaksaan tidak merasa puas hanya mengusut tersangka yang cuma sekelas Dhana Widyatmika dkk. “Harus diusut sampai ke tingkatan lebih atas,†katanya.
Belum Diusut Sampai Tuntas
Yahdil Abdi Harahap, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Yahdil Abdi Harahap menyamÂpaikan, upaya Kejaksaan Agung mengusut kasus korupsi paÂjak dan pencucian uang deÂngan tersangka Dhana WidÂyatÂmika (DW) dan kawan-kawan, boleh diapresiasi.
Kendati begitu, menurut Yahdil, kritikan terhadap kinerÂja aparat penegak hukum tidak boleh berhenti. Apalagi, dia meÂnilai, kasus tersebut belum diÂusut tuntas sampai pada jariÂngan mafia pajak yang meÂngÂgeÂrogoti duit negara.
“Kita apresiasi, tapi patut diingat, mereka tak kunjung bisa mengusut pada jaringan-jaringan mafia pajak yang mengÂgembosi pemasukan keÂuangan negara dari sektor pajak,†katanya.
Menurut anggota DPR dari Partai Amanat Nasional ini, KeÂjaksaan Agung mesti mengusut jaÂringan mafia pajak sampai tunÂtas. “Tak cukup hanya Dhana Widyatmika dan kawan-kaÂwanÂnya. Semua jaringan itu harus diusut. Kita harus menuÂtup keÂbocoran pendapatan neÂgaÂra di seÂktor pajak,†tandasnya.
Selain perlunya pengusutan terus menerus, lanjut Yahdil, proses perbaikan sistem hukum dan juga sistem pajak harus diÂbeÂnahi secara serius. “Di sinilah peran dan tanggung jawab apaÂrat penegak hukum kita sangat penting. Jangan berhenti meÂngusut korupsi di sektor pajak, dan terus benahi kinerja agar semakin profesional,†ujarnya.
Dia pun mewanti-wanti agar Kejaksaan Agung tidak berÂhenÂti hanya pada tersangka yang ada sekarang. Sejumlah pihak yang diduga terlibat, menurut Yahdil, semestinya juga sudah ada langkah maju penguÂsuÂtanÂnya. “Belumlah cukup kalau keÂjaksaan belum mengungkap atau memroses sampai ke akar-akarnya,†ujar dia.
Soalnya, menurut Yahdil, daÂlam Undang Undang Tindak PiÂdana Pencucian Uang atau TPPU, setiap yang menikmati aliran dana dalam kasus pidana, juga ikut terlibat dan itu dikenai hukuman juga. Maka, lanjut dia, kejaksaan mesti meÂngungÂkap kasus ini sampai ke akar-akarnya. “Sehingga, ini menjadi pelajaran dan membuat efek jera bagi para pelaku korupsi,†tandasnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: