Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

KPU Kebut Masukkan Data Partai Ke Sipol

Hasil Verifikasi Administrasi Diumumkan 23 Oktober

Sabtu, 20 Oktober 2012, 07:32 WIB
KPU Kebut Masukkan Data Partai Ke Sipol
Komisi Pemilihan Umum (KPU)

RMOL. Sorot mata Arifin terus tertuju ke layar monitor selebar 21 inci. Kedua tangannya sibuk mengetik

di atas keyboard sambil sesekali diskusi dengan rekannya yang duduk di sebelahnya.

“Kami sedang memasukkan data partai politik yang masing kurang,” kata dia. Arifin adalah petugas help desk Sistem Infor­masi Partai Politik (Sipol) Komisi Pemilihan Umum (KPU).

KPU membuat sistem ini da­lam rangka transparansi proses ve­rifikasi. Mulai proses pen­daf­taran, verifikasi sampai pe­ne­ta­pan parpol yang lolos maupun ti­dak lolos jadi peserta Pemilu 2014 menggunakan sistem ini.

Namun sistem tersebut di­ke­luh­kan sejumlah partai karena ser­­ing kali menyajikan data tidak valid. Seperti susunan kepe­ngu­rus­an partai yang masih kadaluarsa.

Misalnya, nama Muhammad Nazaruddin masih tercantum se­bagai susunan Bendahara Umum DPP Partai Demokrat. Padahal, Nazaruddin dicopot dari jabatan itu bahkan dipecat dari Partai De­mokrat sejak tahun lalu. Tak lama setelah terbongkar kasus dugaan korupsi pembangunan Wisma Atlet SEA Games di Jakabaring Palembang, Sumatera Selatan.

Arifin dan kawan-kawan men­jalankan Sipol dari ruang rapat di sayap kanan lantai dasar gedung KPU. Ruangan rapat berukuran 6x15 meter itu disulap menjadi ruang kerja.

Meja besar berbentuk oval yang terletak di tengah ruangan di­penuhi perangkat komputer. Pe­rangkat itu memasukkan data-data parpol calon peserta Pemilu 2014 ke dalam Sipol.

Puluhan monitor layar datar ber­jejer di atas meja ini. Terlihat beberapa petugas sibuk di depan komputernya masing-masing.

Di pojok ruangan ditempatkan white board berisi nama-nama 34 parpol yang lolos pendaftaran tahap pertama sebagai peserta pemilu. Arifin mengatakan, tim help desk yang bertugas me­ma­suk­kan data ke Sipol berjumlah 20 orang. Mereka bekerja selama 12 jam sehari. Dari pukul 9 pagi hingga 9 malam.

“Kami kerja lembur karena karena pengumuman hasil verifi­kasi administrasi parpol rencana­nya diumumkan 23 Oktober,” kata pria bertubuh kurus ini.

Pria yang mengenakan batik war­na merah ini mengatakan, hingga empat hari menjelang pe­ngumuman tim help desk Sipol KPU masih bekerja mema­sukkan data parpol yang belum lengkap dan juga parpol yang belum meng­gunakan sistem tersebut.

“Semoga semua data parpol telah masuk dalam Sipol sesuai dengan waktu yang ditentukan,” harap Arifin.

Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Sigit Pamungkas, menjamin kesalahan data yang di­input ke Sipol tidak akan serta merta menggugurkan partai po­li­tik dalam proses verifikasi ini.

Sipol, kata dia, hanyalah ins­tru­men untuk mendukung proses ver­ifikasi dan bukan untuk me­nen­tukan lolos tidaknya suatu parpol.

Kelulusan parpol itu ber­da­sar­kan data keanggotaan software dan non-software. Berdasarkan itulah, lanjut Sigit, KPU melaku­kan verifikasi administrasi dan faktual.

“Sipol hanya instrumen untuk verifikasi administrasi, bukan un­tuk menentukan kelulusan ve­ri­fikasi,” katanya.

Sigit meminta parpol yang su­dah mendaftarkan diri untuk se­gera melengkapi data dan me­nyesuaikannya dengan sistem yang ada di KPU.

Sebab menurut dia, ada be­be­rapa parpol yang menggunakan sistem informasi yang berbeda. Oleh karena itu, KPU juga akan membantu proses pemasukan data yang dikeluhkan parpol.

“Parpol bisa datang mem­bawa datanya, tidak mema­sukkan sen­diri karena kendala internet. Jadi, nantinya KPU yang bantu me­masukkan ke sis­tem,” katanya.

Sigit menambahkan, KPU me­rekrut 170 orang yang melek tek­nologi informasi untuk jadi tim verifikasi. Walaupun begitu tak tertutup peluang terjadi kesalahan manusia (human error) saat me­masukkan data ke sistem.

Dari 34 parpol calon peserta Pe­milu 2014, hanya sembilan par­pol yang sudah memanfaatkan Sipol. Di antaranya Partai Ge­rindra, Partai Hanura, Partai Ama­nat Nasional, Partai Ke­bang­kitan Bangsa, Partai Bulan Bin­tang, dan Partai Nasional Demokrat.

“Parpol lainnya masih me­nye­rah­kan data dalam bentuk soft copy,” kata Hadar Nafis Gumay, komisioner KPU lainnya.

KPU, kata dia, tidak mem­be­da­kan proses verifikasi parpol yang memasukkan datanya me­lalu Sipol dengan yang me­nye­rah­kan data dalam bentuk soft copy.

“Bukan karena menggunakan Sipol atau tidak. Sebab, lolos atau tidaknya parpol, nanti kita akan periksa data mereka,” tandas Hadar.

BPPT Nggak Sanggup, KPU Gandeng IFES

Anggota KPU Hadar Nafis Gumay mengakui pihaknya be­kerja sama dengan Interna­tional Foundation for Electoral Systems (IFES) untuk membuat aplikasi Sipol.

Namun dengan kerja sama ini tak berarti KPU berada di bawah kendali asing. “Sipol ini se­mua­nya berada di bawah pengawasan KPU sendiri, ini milik KPU. Ke­mitraan dengan asing ini sudah berlangsung sangat lama di ne­geri ini, dan menurut kami tidak bertentangan dengan undang-undang,” katanya.

Nafis menjelaskan, Undang-un­dang pemilu mengatur begitu banyak persyaratan yang harus dipenuhi setiap partai politik calon peserta pemilu. Hal tersebut menyebabkan banyaknya doku­men masing-masing partai yang perlu diteliti KPU.

“Karena itu KPU mem­bu­tuh­kan alat untuk mempermudah. Waktu itu kami punya ide untuk mengembangkan sistem aplikasi Sipol,” katanya.

Namun, menurutnya, tidak te­pat bila disebut KPU diken­da­li­kan asing hanya karena KPU be­kerja sama dengan lembaga do­nor asing dalam membuat Sipol.

 â€œKalau ada pernyataan diken­dalikan pihak luar, itu tidak betul. Kerja sama dengan asing itu sudah diatur pemerintah, di mana seluruh pihak asing yang menjadi donor sebelumnya telah ada kerja samanya dengan pemerintah

Indonesia. Jadi yang kami ja­lankan bukan hal-hal yang me­nyimpang dari peraturan undang-undang,” katanya.

Dia mengatakan kerja sama de­ngan asing justru bermanfaat bagi KPU karena bisa membangun Sipol yang membuat proses verifikasi menjadi cepat, akurat dan transparan.

Hadar mengatakan kerja sama dengan IFES dilakukan lewat Badan Perencanaan Pem­ba­ngu­nan Nasional (Bappenas). “Tidak ada proyek pengadaan di KPU,” katanya.

Menurutnya, sebelum kerja sama dengan IFES, KPU sempat menjajaki kerja sama dengan Ba­dan Pengkaji dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Setelah beberapa kali ber­dis­kusi, BPPT ternyata tak siap me­nyediakan sistem itu. Maka di­usulkanlah untuk bekerja sama dengan IFES.

IFES adalah lembaga yang ber­pusat di Washington DC Amerika Serikat. Lembaga ini fokus me­nyediakan aplikasi untuk mem­bantu membantu pen­ye­len­g­ga­ra­an pemilu di berbagai negara.

Pakai Server Gratisan, Gampang Dibobol?

Sistem Informasi Parpol Politik (Sipol) yang dibuat KPU rawan dibobol. Data yang disimpan di sistem ini tidak terjamin k­e­ama­nannya.

Begitu penilaian Koordinator Database Nasional PDIP, Harry De­wapratama. Menurut dia, sis­tem ini dibuat secara amatiran. Ti­dak kompatibel dengan per­kem­bangan teknologi informasi. “Mahasiswa semester dua juga bisa membuat,” kecamnya.

Harry mengevaluasi, server da­ta­base yang digunakan KPU un­tuk Sipol rawan dibobol para pe­retas (hacker). Penyebabnya ka­re­na KPU menggunakan ser­ver data­base bebas bayar yang ti­dak ter­ja­min keamanannya. “Ini tidak me­menuhi standar keamanan. Da­ta­base server me­s­tinya kita membeli yang tidak gratisan,” katanya.

Padahal data yang disimpan Sipol adalah sensitif. Ada pejabat dan petinggi partai yang juga merupakan petinggi-petinggi negara.

Lemahnya sistem keamanan Sipol ini, menurut Harry, ber­po­tensi menyebabkan kekacauan dan penyalahgunaan data yang disimpan di dalamnya.

“Sipol bisa mudah dibobol. Ba­yangkan bila data-data itu jatuh ke tangan yang salah seperti pen­jual kartu kredit,” katanya.

Proses input data ke Sipol juga cukup merepotkan pengurus par­pol maupun orang yang ditunjuk sebagai operator sistem ini. Data yang diinput tak sesuai dengan yang ditampilkan.

Harry mencontohkan, PDIP me­masukkan data 1.200 ang­go­tanya di sebuah kecamatan. Na­mun yang terkonversi dan terdata di Sipol hanya 52 orang saja.

Data Partai Bisa Diakses Masyarakat

Dalam memverifikasi data parpol, KPU menggunakan dua cara yakni online dan offline. Sebab, tak semua parpol telah memanfaatkan Sistem Infor­masi Partai Politik (Sipol) yang disediakan lembaga penye­leng­gara pemilu.

“Bagi parpol yang tidak me­man­faatkan Sipol, memaksa KPU bekerja dengan double track. Pertama melalui Sipol. Ke­dua secara offline atau manual,” kata anggota KPU Ida Budhiati.

Dengan metode online daftar nama keanggotaan partai yang sudah diinput dapat dipantau langsung di Sipol. Daftar nama anggota parpol itu dapat dilihat khalayak umum.

Sementara metode offline atau manual, KPU akan me­nye­rahkan menyerahkan soft copy daftar nama keanggotaan parpol kepada KPU kabupaten/kota. Daftar ini lalu dimuat di dalam server KPU. Kemudian dico­cok­kan dengan hard copy dan Kar­tu Tanda Anggota (KTA) yang ada di KPU kabu­paten/kota.

Berita acara hasil verifikasi dengan cara manual tersebut tetap akan dimuat secara online di aplikasi Sipol.

Menurut Ida, parpol yang tidak memanfaatkan Sipol tidak dapat memantau secara lang­sung proses verifikasi data-data yang diserahkan parpol ke KPU.

“Karena yang tidak pakai sipol terpaksa harus meng­gu­na­kan softcopy yang akan kami cocokkan secara manual dengan hardcopy yang diserahkan ke­pada kami,” katanya.

KPU Mau Dilaporkan Ke Dewan Kehormatan

Kerja Sama Dengan Asing

Untuk membuat Sipol, KPU be­kerja sama dengan Inter­na­tio­nal Foundation for Electoral Systems (IFES). Sistem ini un­tuk mempermudah proses veri­fikasi data parpol calon peserta Pemilu 2014. Namun nyatanya langkah KPU ini menuai kritik. Peng­ri­tik­nya kalangan parpol sendiri.

Politisi PDIP Arif Wibowo menganggap pembuatan Sipol yang bekerjasama dengan lem­baga asing adalah inkon­sti­tu­sio­nal. Juga merusak kemandirian, melemahkan integritas dan me­langgar etika. Bahkan men­co­reng wajah Indonesia sebagai bangsa berdaulat.

“Kami prihatin terhadap Si­pol yang digunakan secara se­ngaja oleh KPU telah nyata-nyata menjadi karpet merah bagi masuknya intervensi asing dalam kepemiluan Indonesia,” kata Arif  yang juga anggota Ko­misi II DPR. Komisi II ber­mitra dengan KPU.

Menurutnya, penggunan ins­trumen berbasis teknologi in­for­masi seperti Sipol ini mudah di­manipulasi untuk kepentingan politik pihak-pihak tertentu.

Arif mencurigai kerja sama KPU dengan IFES ini bermotif politik. Berkaitan dengan k­e­pemimpinan baru yang akan muncul dalam pemilu yang akan datang.

“Akan ada ‘kerjasama yang baik’ dengan asing, kita menjadi subordinat negara asing ter­utama penguasa dunia seperti Amerika. Jadi kita belum men­jadi negara yang berdaulat se­pe­nuhnya terutama dalam po­litik. Kalau pemilunya sudah di­intervensi, bagaimana pe­mim­pin dan pejabat yang dilahirkan nanti?” katanya.

“Karena itulah PDIP menolak keras penggunaan Sipol. Dalam hal Sipol proyek kerjasama de­ngan IEFS tetap dilaksanakan, maka PDIP akan me­nga­du­kan­nya ke DKPP,” katanya.

Selain mengancam akan me­laporkan komisioner KPU ke DKPP, Arif akan mendorong Ko­misi II DPR untuk memang­gil komisioner KPU untuk me­mpertanggungjawabkan peng­gu­nan instrumen verifikasi ini.

“Kita juga akan akan lapor­kan segera ke Bawaslu dan DKPP karena KPU tidak menjalankan Undang-undang dan justru bekerjsama dengan pihak asing,” katanya.

Ia menganggap IFES sudah terlalu jauh mengintervensi. Di mulai dengan penggunaan tek­nologi informasi di beberapa KPU daerah. “Masalahnya ka­lau tidak segera dihentikan, dan kalau itu dianggap melanggar kode etik oleh DKPP, maka ko­misioner KPU bisa diganti se­mua­nya,” katanya.

Sekretaris Jenderal Gerindra Ahmad Muzani juga menye­sal­kan kerja sama KPU dengan IFES untuk membangun Sipol. Menurut dia, banyak pihak di dalam negeri yang juga bisa mem­bangun sistem seperti itu.

“Saya kira kerja sama itu harus ditinjau,” katanya. Partai Gerindra salah satu parpol yang memanfaatkan Sipol dalam proses verifikasi ini.

Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso juga meminta KPU un­tuk menjelaskan mengenai Si­pol yang banyak dikritik. Bila sis­tem ini dianggap memiliki ke­ku­ra­ngan, segera diperbaiki. “Mum­pung waktunya masih ada,” kata politisi Partai Golkar ini.

Ia menghargai niat KPU me­mo­dernisasi sistem informasi mengenai proses verifikasi. Na­mun jika mengganggu kelan­ca­ran dalam mempercepat proses verifikasi sendiri seyogyanya KPU mau mengoreksinya.

Pimpinan DPR bidang po­litik, hukum dan keamanan ini meminta Komisi II melakukan pengawasan yang baik. “Kalau bermasalah tolong dibenahi ja­ngan berujung pada masalah yang tidak perlu, apalagi ko­mi­sioner terpilih adalah orang pi­lihan,” katanya.  [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA