Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kantor Eks Antam Dirobohkan, Puingnya Dipakai Buat Ngurug

Mau Bikin Gedung, PN Jakpus Beli Tanah Di Bungur

Rabu, 17 Oktober 2012, 10:36 WIB
Kantor Eks Antam Dirobohkan, Puingnya Dipakai Buat Ngurug
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

rmol news logo Pengadilan Negeri Jakarta Pusat bakal memiliki gedung baru.  Letaknya di Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat. Proses pembangunan sudah dimulai.

Senin siang (15/10), Rakyat Mer­deka melihat-lihat lokasi ge­dung baru PN Jakarta Pusat. Po­sisinya yang persis di pinggir Ja­lan Bungur Besar Raya membuat lo­kasi tanah ini mudah ditemukan.

Apalagi, ada beberapa ba­ngu­nan terkenal yang ada dekat lo­kasi ini. Misalnya hotel Boro­bu­dur Gunung Sahari yang berada persis di sebelah kanan lahan ini. Juga Golden Boutique, hotel bin­tang lima di kawasan ini.

Bila diurutkan berdasarkan ba­ngunan yang ada di samping ka­nan dan kirinya, lokasi gedung baru Pengadilan Jakarta Pusat ini berada di antara  nomor 24 sampai 28.

“Benar. Tanah ini milik PN Ja­karta Pusat yang akan segera di­ba­ngun. Dulunya bekas kantor PT Aneka Tambang (Antam) yang merupakan cabang dari kantor pusatnya yang berada di daerah Jagakarsa, Jakarta Se­latan,” kata seorang sekuriti yang ada di lokasi.

Lahan yang bakal dibangun ge­dung baru ini memiliki luas 7.419 meter persegi. Lahan ini dike­lilingi pagar seng setinggi dua meter. Pagar seng ini dipasang rapat sehingga tak terlihat situasi di dalam.

Di bagian tengahnya terdapat palang kayu berwarna putih yang sengaja ditancapkan. Meski agak samar, bisa dibaca kalau palang kayu itu bertuliskan “Tanah milik Pengadilan Negeri Jakarta Pusat”.

Selain palang kayu, ternyata ada secarik kertas yang ditem­pel­kan pada dinding seng di bagian tengah. Kertas dengan ukuran fo­lio itu terdapat tulisan yang di­ce­tak tebal yang menyebutkan “Pengadilan Jakarta Pusat”.

Pintu masuk ke lokasi berada di kanan. Lebarnya lima meter. Dibiarkan terbuka. Mobil pick up terlihat keluar-masuk dari pintu yang terbuka ini.

Namun, mobil-mobil yang ke­luar masuk dari lokasi tidak me­ngangkut bahan-bahan ba­ngu­nan. Tapi membawa pe­r­leng­ka­pan pesta seperti tenda, kursi dan perangkat sound system.

Rakyat Merdeka coba mema­suki pintu yang juga dilapisi seng ini. Hamparan tanah kosong langsung terlihat setelah me­le­wati pintu yang tidak dijaga pe­tugas sekuriti ini.

Puing-puing bekas gedung An­tam yang dihancurkan terlihat ber­serakan menutupi seluruh per­mukaan tanah. Puing-puing be­kas bongkaran bangunan itu di­pa­kai untuk mengurug tanah di sini.

Acoy dan ketiga temannya du­duk bersila di dekat mesin berat un­tuk menancapkan paku bumi. Ia bertelanjang dada. Badannya ter­lihat kekar. Tangannya mengi­bas-kibaskan kaos hijau untuk mengusir gerah.

Acoy dan kawan-kawan adalah operator mesin untuk menan­cap­kan paku bumi. “Belum ada pe­rin­tah kapan mulai bergerak. Be­berapa hari ini, kami hanya no­ng­krong-nongkrong aja,” kata dia.

Saat ditemui, Acoy dan timnya tengah melepas lelah setelah me­na­ncapkan sebuah paku bumi. “Itu  untuk peletakan batu perta­ma,” kata dia sambil menunjuk ke arah depan mesin paku bumi.

Sebuah paku bumi yang terbuat dari beton berbentuk balok terli­hat menancap di  tanah. Panjang paku bumi itu 12 meter. Hanya tinggal satu meter yang berada di atas.

Kapan dimulai pemb­an­gu­nan­nya? Acoy tak tahu. Dia dan tim yang berjumlah 10 orang hanya diberi tugas menancapkan paku bumi di titik-titik yang sudah ditentukan.

“Kapan mulai dibangunnya, saya tidak tahu. Karena kami yang tugasnya untuk me­nan­cap­kan paku bumi saja belum ada perintah,” jelasnya.

Dia mengira-kira pem­ba­ngu­nan baru dimulai beberapa ming­gu ke depan. Sebab belum terlihat satu pun pekerja bangunan untuk mengarap proyek ini.

“Lihat saja, bahan-bahan ba­ngunan saja belum dikirim. Kami sendiri baru menyiapkan delapan paku beton yang akan dipakai se­bagai tiang pondasi,” tuturnya sam­bil menunjuk ke sebelah kanan mesin.

Berjalan ke arah kiri, terlihat puluhan orang yang sedang sibuk membongkar tenda dan pang­gung besar. Barang-barang yang sudah berhasil dibongkar lalu di­masukan ke dalam mobil pick up yang parkir tidak jauh dari pang­gung dan tenda.

Hari itu memang digelar acara pe­letakan batu pembangunan ge­dung baru Pengadilan Negeri Ja­karta Pusat. Peletakan baru per­tama dilakukan Ketua Ma­h­ka­mah Agung (MA) Hatta Ali. Me­nurut seorang petugas sekuriti, malam sebelumnya juga digelar hajatan di lokasi ini.

Juru Bicara Pengadilan Negeri Ja­karta Pusat Bagus Irawan mem­benarkan pihaknya meng­gelar hajatan dimulaikan pem­ba­ngunan gedung baru.

Sebelum peletakan batu per­tama digelar “Malam Tirakatan”.  Kegiatan itu diisi dengan pe­mo­tongan tumpeng dan pagelaran wayang kulit semalam suntuk de­ngan dalang Ki Manteb Su­darsono.

Bangun 8 Lantai, Bakal Habiskan Rp 170 Miliar

Bagus Irawan mengatakan, gedung yang akan dibangun bentuk dan ukurannya jauh lebih besar dari gedung yang di­tempati Pengadilan Negeri Ja­karta Pusat saat ini. Ba­ngu­nan­nya terdiri dari delapan lantai termasuk basement. Menurut dia, pembangunannya bakal menghabiskan Rp 170 miliar.

“Biaya tersebut termasuk harga tanah yang mencapai Rp 69 milyar dan sisanya diperoleh dari dana DIPA PN Jakpus ta­hun anggaran 2011,” ucapnya.

Bagus mengatakan gedung baru dibangun lebih besar dan luas untuk meningkatkan pela­ya­nan bagi pencari keadilan.

“Di­harapkan gedung baru ini nantinya bisa menampung para pencari keadilan dalam kasus perdata, pidana dan kepailitan,” tegasnya.

Dengan ukuran gedung yang jauh lebih luas dan lebih besar, diharapkan proses penegakan hukum di lingkungan penga­di­lan bisa berjalan lebih optimal.  

Bagaimana nasib gedung yang lama? Meskipun terbilang tua, kata Bagus, gedung lama tetap dimanfaatkan. Fisik ge­dung dinilai masih baik. Belum banyak mengalami kerusakan.

Rencananya, gedung tersebut akan dipakai untuk Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Ti­pi­kor) dan Pengadilan Hubungan In­dustrial (PHI) serta Penga­dilan HAM.

“Jadi, bekas gedung PN Jak­pus ini masih bisa dimanfaatkan untuk pengadilan yang lain. Un­tuk pengadilan yang biasa (pi­dana dan perdata) ada di sini, se­mua dipindah ke gedung yang baru,” tegasnya.

Halamannya Sempit, Bahu Jalan Dipakai Tempat Parkir Motor

Selama ini gedung Penga­dilan Negeri Jakarta Pusat di Jalan Gajah Mada tak memiliki lahan parkir yang luas. Akibat­nya banyak kendaraan di parkir di badan jalan dan menghambat arus lalu lintas.

Syamsul, petugas parkir yang ada di depan pengadilan ini me­ngarahkan tangannya kepada seorang pengendara sepeda mo­tor yang baru saja datang.

Menggunakan peluit plastik warna hijau, dia menggiring pe­ngendara tadi untuk menem­pati ba­dan jalan di depan pengadilan.

“Parkirnya disini mas, karena di dalam tidak bisa. Itu khusus untuk pegawai pengadilan saja. Orang luar parkirnya di sini,” ujarnya kepada pengendara motor tadi.

Tempat parkir yang diatur Syam­sul untuk para pengendara motor terdiri dari lima baris. Ba­ris pertama berada trotoar yang ada. Sisanya di bahu jalan.

“Tidak hanya di depan pe­ngadilan saja. Bahu jalan di­se­panjang jalan Gajah Mada hing­ga Hayam Wuruk ini juga di­ja­dikan tempat parkir. Karena memang bangunan yang ada, tidak menyediakan lahan par­kir,” tegasnya.

Menurut dia, yang parkir di sini bukan hanya orang-orang yang berurusan dengan penga­dilan. Tapi juga orang berurusan dengan kantor yang ada di deretan itu.

“Kantor-kantor yang ada di sekitar sini kan jarang yang pu­nya lahan parkir. Jadi kalau ada tamu yang mau ke kantor te­r­se­but, mereka juga parkirnya di de­pan PN Jakpus,” ujarnya.

Calo Berkeliaran Tawarkan Jasa Urus Tilang

Kendaraan yang parkir di badan jalan di depan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat makin ba­nyak ketika berlangsung sidang tilang lalu lintas.

Bukan hanya tukang parkir yang mencoba mengais untung dari banyaknya orang yang akan mengikuti sidang, tapi juga para calo.

Sejumlah calo bebas ber­ke­lia­ran menawarkan jasanya un­tuk membantu mengambil SIM atau surat kendaraan yang disita karena melanggar peraturan lalu lintas.

Para calo itu tampaknya su­dah hafal ciri-ciri orang yang ing­in menjalani sidang tilang. Begitu motor atau mobil parkir di depan kantor pengadilan, calo segera menghampiri.

Berapa biayanya? “Saya bisa bantu cukup Rp 100 ribu untuk SIM C dan Rp 120 ribu untuk SIM A. Kalau mau, tunggu saja paling lama satu jam selesai,” ujar seorang calo menawarkan jasanya.

Menurut calo itu, membantu mengambil SIM atau surat ken­daraan yang ditahan karena me­langgar peraturan lalu lintas itu, bisa menggemukkan kantongnya.

Dalam sehari, dia bisa mem­bawa pulang uang Rp 300 ribu sampai Rp 450 ribu. Bila sidang tilang sedang ramai, dia me­nga­ku bisa membawa pulang hing­ga Rp 700 ribu.

Pihak pengadilan melarang praktik percaloan sidang tilang. Beberapa imbauan dipasang di sejumlah sudut gedung. Nya­ta­nya, para calo tetap tak sungkan untuk menawarkan jasanya. Imbauan itu jadi tak lebih dari hia­­san dinding semata. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA