“Semua (pesawat) yang diuji di sini adalah prototipe. Semua suÂdah diuji terbang, dan semua auto pilot,†kata Adrian Zulkifli, peÂrekayasa Badan Pengkajian dan Penelitian Teknologi (BPPT).
Sejak Kamis (11/10) Lanud HaÂlim Perdana Kusuma memaÂjang pesawat tanpa awak. SeÂmuaÂnya buatan BPPT. Layaknya peÂsawat tempur buatan Amerika, peÂsawat tanpa awak ini juga mengÂgunakan nama burung. Tapi burung yang hidup di Indonesia. Yakni Sriti, Gagak, Alap-alap, Pelatuk dan Wulung.
Adrian mengatakan, BPPT teÂlah mengembangkan berbagai tipe pesawat tanpa awak. Pesawat tipe kecil yang diberi nama Sriti dan Gelatik. Burung yang dipakai namanya untuk pesawat ini meÂmang berukuran kecil. Berat peÂsawat ini hanya 10 kilogram. NaÂmun mampu memantau area seÂkitar hingga radius 75 kilometer.
Ada juga pesawat kategori meÂnengah: Alap-alap. Beratnya 25 kilogram. Pesawat ini mampu meÂmantau kondisi 140 kilometer.
BPPT juga telah merekayasa pesawat tipe besar yang diberi nama Gagak, Pelatuk, dan WuÂlung. Pesawat jenis ini mampu terÂbang tanpa pilot sejauh 73 KM selama empat jam tanpa henti.
“Kalau memakai satelit, bisa terbang lebih jauh lagi. Untuk jarak 73 kilometer menghabiskan bahan bakar sebanyak 20 liter bensin,†katanya.
Pesawat tanpa awak ini mulai dikembangkan sejak 2004. Sejauh ini, BPPT telah membuat lima pesawat tanpa awak.
Adrian menambahkan, anggaÂran yang dihabiskan untuk memÂbuat lima pesawat tanpa awak itu Rp 6 miliar hingga Rp 8 miliar. “Itu untuk riset, pembuatan, dan uji coba,†katanya.
Walaupun dibuat di dalam negeri, tak semua komponennya buatan lokal. Pesawat-pesawat ini menggunakan mesin Limbach buatan Jerman. Sementara kaÂmeÂra yang dipasangkan di pesawat ini buatan Taiwan.
Karena masih tahap pengemÂbaÂngan, lanjut Adrian, pesawat tanÂpa awak ini masih mengeÂluarÂkan suara bising. Suara ini berasal dari pembuangan bahan bakar (exhaust) mesin 2 tak.
Nantinya pesawat akan mengÂgunakan bahan bakar Pertamax. Untuk mengurangi suara bising, di exhaust-nya akan dipasang peÂredam. “Untuk saat ini, tingkat keÂÂbisingan mencapai 90 DeÂsible,†katanya. Tingkat kebiÂsiÂngannya sama seperti suara peluit kereta atau suara kumpulan truk.
Saat ini, pesawat tanpa awak ini dirancang untuk keperluan survei dan pemotretan dari udara. MeÂnurut Adrian, ke depan pesaÂwat tanpa awak ini akan dikemÂbangkan untuk keperluan militer. Pesawat ini bisa jadi bomber seÂtelah dilengkapi persenjataan seÂperti bom dan rudal. “Sekarang PUNA hanya dilengkapi dengan alat pemotret saja untuk meÂngamÂbil gambar dari udara,†katanya.
Untuk urusan pengembangan peÂsawat tanpa awak ini, IndoÂneÂsia terbilang ketinggalan. Hampir seluruh negara ASEAN sudah meÂmiliki pesawat nirawak.
Singapura memiliki satu skuadron pesawat tanpa awak Heron 1 buatan Israel yang mamÂpu terbang 50 jam nonstop. MÂaÂlayÂsia sudah mampu membuat pesawat tanpa awak Aludra yang mampu terbang tiga jam nonstop bekerjasama dengan Australia.
Vietnam juga telah belajar memÂbuat pesawat tanpa awak Irkut 200 dari Rusia. Sementara Thailand dan Filipina telah memÂbeli pesawat tanpa awak dari IsÂrael untuk keperluan pengintaian.
Akhmad Rifai, Manajer ProÂgram Kegiatan Rancang Bangun PUNA BPPT mengatakan, pesawat PUNA yang diujicoba di Halim menggunakan teknologi autonomous. Teknologi ini menggantikan sistem kendali jaÂrak jauh (remote control).
Sistem autonomos membeÂriÂkan perintah ke pesawat meÂngeÂnai titik koordinat yang harus diÂtuju. SeÂtelah sampai di titik koorÂdinat, peÂsawat ini diperintahkan lagi untuk menuju titik koordinat lainÂnya. terÂsebut, pesawat bisa dipeÂrinÂtahÂkan ke posisi koordinat lain. Atau, disuruh kembali ke landasan.
Sistem kendali ini unggul keÂtimbang sistem remote control. â€Ketika masih menggunakan reÂmote control, setelah jarak 5 kiÂloÂmeter, pesawat sudah tidak tampak,†katanya.
Selain itu, sistem autonomous memungkinkan pemantauan keÂtinggian dan kedudukan pesaÂwat pada koordinat tertentu. KeÂmuÂdian, hasil pemotretan dan peÂreÂkaÂÂman video dapat disaksikan saat itu juga (real time) di stasiun peÂngendali di darat. “ManÂfaatÂnya penting untuk memantau wiÂlayah perbatasan antarnegara,†kata Rifai.
Ia menjelaskan, PUNA WuÂlung dan Pelatuk dirancang seÂbaÂgai pesawat tanpa awak yang stabil agar mampu diberi berÂbaÂgai muatan untuk beberapa tuÂjuan. Misalnya, membawa kaÂmeÂra untuk pemotretan atau peÂreÂkaman video pada suatu area. â€Bisa juga diberi muatan flare untuk menciptakan hujan buaÂtan,†katanya.
Flare berbobot 2 kilogram seÂtara dengan 1 ton garam (natrium klorida) yang ditebar ke awan potensial untuk menciptakan hujan buatan.
Menurut Rifai, dalam waktu dekat pihaknya akan melakukan kerja sama dengan Jepang untuk perekaman wilayah. Perekaman dilakukan dengan kamera cangÂgih yang dipasang di pesawat Wulung. Kamera itu berharga Rp 1 miliar.
Pesawat tanpa awak yang dipamerkan di Halim disertai spesifikasinya. Wulung, pesawat tanpa awak terbesar yang dibuat BPPT sudah diujicoba. Pesawat ini berbentuk lancip berwarna paÂduan antara biru laut dan abu-abu ini dengan berat 120 kg, panjang 4,32 meter, bentang sayap 6,36 meter serta tinggi 1,32 meter.
Pesawat beroda tiga ini mampu menjangkau area sejauh 70 km dengan ketinggian 2,4 kilometer selama 4 jam. Untuk kecepatan jeÂlajahnya, Wulung mampu terÂbang dengan kecepatan 52 hingga 69 knot atau 96,3-127,8 km/jam.
Karena pesawat ini tidak meÂmiliki pilot on board, penÂerÂbaÂngan dikendalikan dari Ground Control Station (GCS). Stasiun ini mampu mengendalikan peÂsawat sampai jarak 73 Kilometer. “Jika dikembangkan, dapat juga dikontrol melalui satelit,†katanya.
Badan pesawat terbuat dari serat kaca, fiber dan karbon yang membuat berat pesawat ini riÂngan. Namun kelemahannya suaÂraÂnya cukup berisik. Sama seperti pesawat Super Tucano.
Selanjutnya, pesawat Pelatuk yang bermotif loreng dengan warna putih, abu-abu dan krem. Bobotnya 120 kilogram.
Di badan pesawat terdapat logo BPPT dan Kementerian PertahaÂnan. Pesawat mampu terbang sejauh 73 kilometer dengan keÂtingÂgian 2,4 kilometer dan keceÂpatan 96-127 kilometer/jam. PeÂsaÂwat ini mempunyai kemamÂpuan menukik dan terbang tinggi.
Pesawat tanpa awak Gagak juga bermotif loreng dengan warÂna oranye dan putih. Ukuran dan spesifikasinya sama seperti pesawatelatuk. Namun kelebihannya mampu terbang rendah dalam waktu lama.
Pesawat Alap-Alap dicat loÂreng mirip pakaian tentara. PeÂsaÂwat ini mampu menjangkau jarak 140 kilometer. Pesawat untuk keÂbutuhan surveilance ini mampu terbang setinggi 2,1 kilometer seÂlama lima jam dengan kecepatan maksimal 101 kilometer/jam.
PUNA Sriti merupakan pesaÂwat tanpa awak terkecil dengan berat hanya 8,5 kilogram dan mamÂpu terbang dengan kecepaÂtan 55 kilometer per jam. Pesawat warna putih ini hanya mampu terÂbang selama 1 jam dengan keÂtingÂgian maksimal 914 meter.
Kepala Permesinan BPPT, Muhamad Dahsyat mengatakan, PUNA Sriti digunakan untuk surveillance, karena bisa take off dengan peluncuran dan landing di jaring. “Maka bisa dipakai untuk melengkapi peralatan di kapal KRI Angkatan Laut. Sriti ini bisa melihat ke depan sejauh 60-75 km. Jadi bisa dikatakan sebagai mata KRI,†katanya.
Selain itu, kata Dahsyat, pesaÂwat ini juga bisa digunakan untuk pengamanan lokal area seperti bandara. Bisa juga dipakai untuk keperluan SAR di daerah peÂguÂnungan.
BPPT: Lebih Murah Dari Buatan Israel
Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Marzan Aziz Iskandar meÂngaÂtaÂkan lima pesawat tanpa awak yang akan dibuat ilmuwan dalam negeri diprediksi menghabiskan dana sekitar Rp 6 miliar.
Biaya pembuatannya, kata MarÂzan, lebih murah dibanÂdingÂkan dengan harga pesawat peÂngintai yang pernah hendak dibeli dari Israel. Harga empat pesawat tanpa awak buatan Israel 16 juta dolar AS atau lebih dari Rp 150 miliar.
Tahun depan, kata Marzan, BPPT sudah merencanakan akan membuat satu skuadron pesawat tanpa awak. Fungsinya untuk peÂngintaian, penginderaan dari udaÂra. “Jadi menggunakan kamera, dia bisa mengambil video dari kondisi di darat dan udara dan mengirimnya secara langsung ke stasiun pengamat di darat secara real time,†katanya.
Marzan mengatakan, dari lima pesawat prototipe yang dibuat BPPT dengan menghabiskan dana Rp10 miliar hanya satu yang diuji coba terbang di Halim.
PUNA mulai dikembangkan pada abad 20 di India yang keÂmuÂdian banyak dimanfaatkan untuk kepentingan militer. PUNA pun seÂmakin intens dikembangan seiring perkembangan doktrin pertahanan.
“BPPT mulai mengembangkan PUNA ini sejak 2004, secara inÂtenÂsif setelah adanya kerja sama deÂngan Badan Litbang KeÂmenÂhan tahun 2011 lalu. Hingga saat ranÂcangan bangun sesuai misi penerÂbangan dikembangkan PUNA jenis Gagak, Pelatuk, dan Alap-alap,†katanya.
Menurutnya pengembangan PUNA di lingkungan TNI dapat diÂmanÂfaatkan untuk target drone, surÂveillance, rudal, intelijen, penginÂtaian, SAR dan perang elektronika.
Suaranya Bising, Menteri Gusti Nggak Puas
Menteri Riset dan Teknologi Gusti Muhammad Hatta kurang puas dengan pesawat udara nir awak (PUNA) buatan Badan Pengkajian dan Penerapan TekÂnologi (BPPT). Menurut dia, suaranya terlalu bising.
“Seharusnya pesawat nir awak tidak mengeluarkan suara. Bisa-bisa ditembak musuh kaÂlau pesawat nir awak kita suaÂraÂnya seperti itu,†katanya.
Untuk tahap awal, pesawat tanÂpa awak akan digunakan unÂtuk keperluan sipil seperti meÂmantau wilayah di Indonesia. NaÂmun dalam perkemÂbaÂnganÂnya pesawat tersebut bisa diÂjaÂdikan sebagai alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI.
Ia berharap BPPT dan KeÂmenÂterian Pertahanan bisa meÂlaÂkukan pengembangan yang lebih baik jika pesawat tanpa awak terseÂbut hendak dijaÂdiÂkan alutsista. “UnÂtuk itu peÂsaÂwat ini haÂrus canggih, dan saya yakin BPPT bisa memÂÂbuatÂnya,†katanya.
Selain dari segi suara, Gusti juga mengkritik bahan dasar badan pesawat tersebut yang terÂbuat dari serat fiber. Meski riÂngan, namun kekuatannya kalah dibandingkan komposit kevlar yang dipakai pesawat nirawak Amerika Serikat, Predator.
Ia berharap bahan dasar peÂsawat bisa diganti dengan bahan yang lebih kuat dan tidak terÂdeteksi radar. “Layaknya peÂsaÂwat intai tanpa awak milik neÂgaÂra lain,†katanya.
Namun demikian, Menristek tetap bangga dengan hasil karya ini dan siap mempromosikan peÂsawat tanpa awak made in InÂdonesia. “Saya siap memÂproÂmoÂsikan karya anak bangsa itu tahun deÂpan, dan saya berharap teknolÂogi untuk pesawat intai tadi tidak menggunakan tekÂnologi dari negara lain,†katanya.
Menhan Bercita-cita Bangun 1 Skuadron
MENTERI Pertahanan (MenÂhan) Purnomo Yusgiantoro beÂrencana membangun skuaÂdron pesawat tanpa awak guna peÂngaÂmanan daerah perbatasan.
“Kita hentikan penelitian kaÂrena akan terjadi pemÂbengÂkaÂkan biaya. Lebih baik kita langÂsung membangun satu skuadron pesawat tanpa awak,†katanya.
Menurut Purnomo, pemÂbuÂatan pesawat PUNA secara masÂsal ini diserahkan kepada PT Dirgantara Indonesia (DI).
Namun pesawat tanpa awak ini harus dirancang untuk memenuhi kepentingan untuk TNI Angkatan Udara (AU). Makanya untuk tahap awal, skuadron ini hanya untuk peÂngintaian saja.
Kedepan, kata Purnomo , PUNA buatan dalam negeri ini akan digunakan untuk keperÂluan tempur. Pesawat akan diÂperÂsenjatai untuk menggantikan peran pasukan tempur di meÂdan-medan tertentu.
Ia mengatakan, biaya proÂduksi pesawat tanpa awak ini maÂsih mahal. Perlu dicari harga ekonomis agar bisa memenuhi kebutuhan TNI.
Dalam situasi perang, PUNA dapat digunakan dalam misi KaÂmikaze atau bunuh diri. SeÂperti yang dilakukan pesawat-pesawat Jepang saat menyerang pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbour, Hawai
PUNA juga dapat digunakan sebagai pesawat pengelabuh muÂsuh. Pesawat ini sengaja diumpan untuk sasaran seperti yang dilakukan tentara Amerika Serikat ketika menyerang Irak. “Pesawat tanpa awak Amerika diterbangkan menjadi target senjata anti pesawat Irak. Di beÂlakangnya (PUNA) ada pesawat bombing yang langsung mengeÂbom Irak,†katanya.
Di masa damai, lanjut PurÂnomo, PUNA dapat digunakan sebagai pesawat pembuat hujan buatan, pemetaan lokasi, dan meÂngatasi kebakaran di hutan “Kegunaan PUNA sangat baÂnyak dan dapat menjangkau daeÂrah yang tidak dapat dijeÂlajah manusia,†katanya.
Purnomo mengatakan, UnÂdang-Undang Industri PerÂtaÂhanan (Inhan) sangat membantu dalam pengembangan PUNA. “Dengan majunya Inhan meÂlalui PUNA, kita akan memÂbantu perekonomian nasional,†katanya. [Harian Rakyat Merdeka]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.