Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Sudah Telat 2 Jam, Yang Datang Cuma 4 Orang

Ngintip Uji Kompetensi Guru

Jumat, 12 Oktober 2012, 09:27 WIB
Sudah Telat 2 Jam, Yang Datang Cuma 4 Orang
uji kompetensi guru (UKG)

rmol news logo Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kembali menggelar uji kompetensi guru (UKG). Ribuan guru di Jakarta mengikuti ujian gelombang kedua ini.

Berdasarkan data Ke­men­dikbud, 6.637 guru di Jakarta akan mengikuti ujian yang ditem­patkan di 53 sekolah di enam wilayah ibu kota.

Untuk Jakarta Jakarta Selatan, 1.868 guru mengikuti ujian di 14 sekolah. Jakarta Timur, tercatat 1.429 guru yang menjalani UKG di 11 sekolah.

Jakarta Barat sebanyak 11 se­ko­lah menjadi tempat ujian de­ngan jumlah peserta 1.390 guru. Sebanyak 912 guru di Jakarta Pu­sat ujian di delapan sekolah.  Di Jakarta ada delapan sekolah yang dipakai untuk tempat ujian de­ngan jumlah peserta 894 guru.

Sementara di Kepulauan Ser­i­bu, hanya ada 144 guru yang me­ngikuti ujian yang ditempatkan di SMK Negeri 5.

Seperti apa ujian ini? Rakyat Merdeka pun mendatangi SMA Ne­geri 78 yang menjadi salah satu tempat ujian di Jakarta Barat. Selain jadi tempat ujian, sekolah yang terletak di Jalan Kemang­gi­san Raya ini menjadi Posko UKG untuk wilayah Jakarta s­e­lama masa ujian. Posko ini akan menampung sejumlah per­masa­lahan yang muncul selama ujian.

“Ada sebanyak 63 guru yang terdaftar sebagai peserta untuk mengikuti UKG di sekolah kami. Ru­angan yang dipakai untuk UKG dan posko adalah ruang kom­puter milik kami yang ada di lantai 3,” kata Kepala Tata Usaha SMA 78, Asep Iwan Kurniawan.

Rakyat Merdeka pun naik ke ruang komputer di lantai yang jadi tempat ujian. Ruangan ber­ukuran 5x7 meter ini tampak se­juk karena dipasang AC. Ada em­pat baris meja panjang. Di atas meja diletakkan monitor layar datar, keyboard dan mouse.

Ada 40 unit komputer yang bisa dipakai peserta ujian. Ujian kompetensi ini memang sudah online. Peserta menjawab 100 soal yang ditampilkan di layar komputer.

Tiga orang terlihat menunggu peserta datang. Mereka adalah panitia ujian ini. Salah seorang yang tampak senior adalah Or­sida. Ia pengawas dari Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Kemendikbud.

Orsida terlihat mondar-man­dir di depan ruangan. Berkali-kali pandangannya me­nuju ke arah pintu gerbang se­ko­lah dan anak tangga.

“Sudah jam berapa ini kok belum ada yang datang juga ya? Padahal kalau tidak salah, ada 40 orang guru yang akan mengikuti UKG hari ini” ujar Orsida kepada wanita anggota panitia ujian di sekolah ini.

Wanita berkerudung yang tadi diajak bicara lalu menyerahkan dua lembar kertas yang berisi daf­tar nama. Orsida pun menerima kertas yang diberikan dan mulai memeriksanya.

“Kami sudah stand by dari jam 7 pagi tadi, tapi sudah berapa jam baru satu orang yang datang. Coba dicek lagi, siapa tahu pe­serta belum menerima undangan seperti yang terjadi selama ini,” pintanya kepada wanita tadi.

Sesuai jadwal, peserta diminta hadir paling lambat pukul 7.30 pagi. Ada waktu setengah jam pagi peserta untuk berlatih se­belum mengikuti ujian yang di­mu­lai pukul 8 pagi. Ujian selesai pukul 10 pagi.

Sekitar pukul 10 pagi pintu rua­ngan pun diketuk dari luar. Se­orang perempuan paruh baya me­ngenakan baju merah dan ke­ru­dung krem berdiri di depan pintu sambil menenteng map kertas.

“Saya Ainal J Mardiah, guru dari SDN Kamal Pagi, Jakarta Ba­rat. Kemarin saya dapat un­dangan suruh tes UKG di sini. Apa benar tempatnya?” kata wa­nita itu memperkenalkan diri sambil bertanya.

Rekan Orsida langsung mem­persilakannya Ainal masuk ke da­lam ruangan dan duduk di depan komputer yang layarnya sudah menyala. Ainal lalu diminta un­tuk mengisi daftar hadir.

“Sekarang silakan Ibu mengisi data di komputer sesuai nomor pe­serta dan nomor TUK. Kami akan berikan waktu setengah jam un­tuk ibu latihan soal. Kalau su­dah, nanti ada waktu dua jam un­tuk menjawab soal,” terang Orsida.

Ainal cukup lama meng­ha­bis­kan waktu untuk mengetik data-data di kolom yang ada di layar. Tanpa menggunakan mouse wanita ini mengurut secara per­la­han tombol-tombol yang ada di papan keyboard.

Berkali-kali, dia memanggil panitia dan bertanya cara mengisi perintah yang ditampilkan di la­yar komputer. Tolong saya bi­ngung isinya. Terus terang saya gaptek,” aku Ainal.

Belum lama Ainal duduk di de­pan meja komputer, tiga orang se­cara bersamaan datang ke rua­ngan ujian. Sama seperti Ainal, mereka diminta mengisi perintah yang ada di layar komputer.

“Kalau mengacu pada ge­lom­bang sebelumnya, pelaksanaan tes itu dilakukan secara ber­sama. Tapi karena ini baru 4 dari 40 orang yang tercatat sebagai pe­serta, maka tes dilakukan ber­da­sar­kan yang ada saja,” kata Orsida.

“Tadi kami sudah coba hu­bu­ngi peserta yang lain. Sepertinya peserta yang lain tidak akan hadir. Jadi kita tidak perlu menunggu lagi,” katanya.

Akhirnya, ujian pun dimulai. Keempat peserta terlihat serius di depan layar komputer masing-masing. Tidak ada suara yang keluar dari mulut mereka.

Setelah sejam mulai tampak eks­presi lelah di wajah mereka. Be­berapa kali peserta pe­nger­nyitkan dahi saat melihat soal di layar.

“Tinggal sepuluh menit lagi, jadi segera dipercepat pe­ker­ja­an­nya. Proses ini sudah diatur se­cara otomatis. Bila sudah habis waktunya, komputer akan ter­kunci sendiri tanpa harus kita ken­dalikan,” kata Orsida me­ngingatkan.

Hasilnya Langsung Keluar, Semuanya Nggak Lulus

Uji kompetensi guru ini sudah menggunakan sistem komputer online. Hasilnya bisa diketahui beberapa saat setelah ujian.  Orsida, pengawas ujian di SMA Negeri 78 mengatakan, de­n­gan sistem ini bisa meng­hemat wak­tu pemeriksaan hasil ujian.

“Seluruh jawaban peserta lan­g­sung terkunci dan dijawab de­­ngan sistem online yang lang­sung terhubung dengan pusat. Ka­lau sudah selesai, jawaban su­dah bisa diketahui dan di-print un­tuk pegangan peserta,” ujarnya.

Kamis itu, hanya empat guru yang mengikuti ujian. Menurut Orsida, semuanya tidak lulus. “Buat lulus tes UKG ini, peserta harus mendapatkan nilai mi­nimal 71. Sedangkan tadi rata-rata hanya 40-50 saja nilai yang mereka dapat,” bebernya.

Karena tidak lulus, para pe­serta ini diwajibkan mengikuti pendidikan dan latihan (diklat) lagi pada 2013. “Ini untuk me­nam­bah wawasan para guru dalam melakukan proses bela­jar-mengajar,” tegasnya.

Ainal J Mardiah, guru di SDN Kamal Pagi, Jakarta Barat yang jadi peserta ujian mengaku ha­nya mampu menjawab 40 soal de­­ngan benar dari 100 soal yang di­tampilkan di layar. Skornya 42.

“Terus terang, berbagai pe­ra­saan menyelimuti saya saat ini. Saya malu, menyesal dan ke­cewa karena tidak bisa lulus,” ungkapnya.

Padahal, November nanti dia akan pensiun setelah menjadi guru selama 40 tahun. “Tapi di masa terakhir jabatan saya se­ba­gai guru, ternyata kemam­pu­an saya sangat meng­e­ce­wa­kan,” katanya.

Menurut Ainal, ada beberapa ken­dala yang dihadapinya saat mengikuti ujian. Pertama, dia ti­dak lihat menggunakan kom­pu­ter. Banyak waktu terbuang un­tuk mengoperasikan komputer.

“Kedua, karena memang saya sudah lupa dan tidak pernah be­la­jar lagi. Makanya ketika di­ta­nya soal tentang pedagogik (pen­didikan) dan profesional, saya tidak bisa menjawabnya,” katanya dengan wajah murung.

FX Agus Ariwibowo, guru di SD Bunda Hati Kudus, Grogol juga tak lulus. Ia beralasan ma­teri ujian tak sesuai dengan mata pelajaran keahliannya.

“Selama 16 tahun ini, saya ha­nya mengajar mata pelajaran bahasa Inggris saja. Tapi tadi saya diberi soal umum dan sama sekali tidak disinggung tentang studi bahasa Inggris. Masih ba­gus saya bisa jawab karena ingat-ingat pelajaran masa lalu,” ungkapnya.

Menteri Pendidikan dan Ke­budayaan Mohammad Nuh me­ngatakan para uji tak perlu kha­watir terhadap uji kom­petensi ini. Menurut dia, ujian ini salah satu upaya untuk me­motret kua­litas guru.

Sudah Meninggal Kok Masih Terdaftar Sebagai Peserta

Panitia Uji Kompetensi Guru (UKG) menyesalkan ba­nyak guru yang tidak mengikuti ujian ini. Padahal, nama mereka sudah terdaftar sebagai peserta.

Dari 40 peserta terdaftar ha­nya empat guru yang mengikuti ujian di SMA Negeri 78, Jakarta Barat, Kamis lalu. Orsida, pani­tia ujian di se­ko­lah itu sampai perlu meng­hu­bungi para peserta satu per satu untuk meminta me­reka segera hadir.

“Banyak yang saya telepon mengaku tidak tahu kalau dirinya tercatat sebagai peserta UKG. Mereka belum menerima surat undangan dari Suku Dinas (Pendidikan),” terangnya.  Se­belum mengikuti ujian, guru akan mendapatkan un­da­ngan. Di dalam undangan di­can­tumkan waktu dan tempat ujian.

Yang mengejutkan Orsida, beberapa data peserta yang tidak sesuai lagi. Ada guru yang sudah tidak mengajar di sekolah itu karena dimutasi . Tapi nama mereka tetap terdaftar sebagai peserta dari sekolah itu.

Ada juga yang guru yang pen­siun tapi tetap terdaftar se­ba­gai peserta. “Anehnya lagi, ada peserta yang kita hubungi sekolahnya ternyata yang ber­sangkutan sudah meninggal dunia sejak setahun lalu. Aneh juga sih kok sudah meninggal masih aja tercatat sebagai pe­serta,” ungkapnya.

Orsida yang berasal dari Lem­baga Penjaminan Mutu Pen­didikan (LPMP) Kemen­te­rian Pendidikan dan Keb­u­da­ya­an ini berpendapat minimnya pe­serta UKG gelombang kedua ini karena pemerintah daerah kurang sosialisasi.

Juga karena tidak rapinya administrasi kepegawaian guru. “Banyak mereka yang tidak tahu namanya terdaftar peserta ujian,” katanya.

Pendapat Orsida ada be­nar­nya. Ainal J Mardiah, guru di SDN Kamal Pagi, Jakarta Barat mengaku bingung saat me­ne­rima undangan mengikuti uji kompetensi.

Namanya tak terdaftar saat ujian gelombang pertama Juli-Agustus. Pada gelombang ke­dua ini dia didaftarkan sebagai peserta ujian. Padahal tak lama dia akan pensiun.

“Saya ini bulan besok (No­vember) akan pensiun sebagai guru. Kalau sekarang saya ikut, apa ada pengaruhnya? Kan perbaikan kurikulum itu kata­nya tahun depan,” ungkapnya.

“Tapi karena ingin patuh dan juga mau tahu kualitas ke­mam­puan, akhirnya saya ikut juga tes UKG ini. Ternyata saya tidak lulus,” katanya sedih.  [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA