Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pakai Komputer Tablet, 2 Minggu Jual 700 Sapi

Cara Pedagang Hewan Kurban Gaet Pembeli

Kamis, 11 Oktober 2012, 09:30 WIB
Pakai Komputer Tablet, 2 Minggu Jual 700 Sapi
Hewan Kurban

rmol news logo Menjelang hari raya Idul Adha ramai pedagang hewan kurban dadakan. Berbagai cara pun dilakukan agar dagangan mereka laris.

Haji Doni memanfaatkan ke­canggihan teknologi dalam m­e­masarkan hewan-hewan kurban. Agar menarik pembeli, ia me­rekrut perempuan-perempuan cantik sebagai sales promotion girl (SPG).

Para SPG yang umumnya ber­usia muda dan berparas cantik ini mengenakan seragam yang ham­pir mirip. Untuk atasan, para SPG ini memakai kemeja putih ber­ba­lut rompi dari bahan jeans dengan topi koboi melekat di kepalanya. Se­mentara bagian bawahnya ter­tutup celana jeans dan sepatu bot.

Seperti apa jualannya? Ke­ma­rin siang, Rakyat Merdeka men­da­tangi mal hewan kurban milik Haji Doni yang terletak di Jalan Akses UI Nomor 89 A, Ci­mang­gis, Depok. Tempat ini se­be­nar­nya showroom mobil miliknya. Namun menjelang hari raya Idul Adha usaha itu distop sementara.

Tempat penjualan hewan kur­ban itu dibagi dua, masih di jalan yang sama. Tempat pertama se­luas 3.000 meter persegi. Di sini­lah Haji Doni memamerkan dan men­ja­ja­kan sapi-sapi untuk kurban.

Tempat kedua seluas 500 meter persegi. Ini jadi tempat p­e­nyim­panan sapi yang sudah laku dan siap dikirim ke pembelinya.

Karena menempati show room mobil, tak heran kalau tempat ini memiliki beberapa ruangan yang dilengkapi dengan AC dan per­lengkapan kantor. Dia pun me­namakan tempat jualannya ini Mal Hewan Kurban.

Bagian depan yang biasa di­jadikan parkir dan tempat pame­ran mobil, selama musim haji di­j­adikan stand untuk me­ma­mer­kan sapi. Di tempat parkir ini di­pa­sang empat blower besar. Se­lain untuk mengusir gerah, juga untuk mengusir bau kotoran sapi.

Fitri langsung berdiri ketika Ki­jang Innova warna hitam ber­henti di tempat parkir. Sambil me­rapikan letak topi koboi warna hitam di ke­palanya, dia berjalan ke arah pria yang baru turun dari mobil.

“Selamat datang Pak. Silakan kami punya berbagai jenis sapi dengan kualitas terbaik yang bisa bapak pilih untuk berkorban,” kata­nya kepada pria tersebut.

Sambil menganggukkan ke­pala, pria berkacamata itu ber­jalan ke dalam, tempat sapi-sapi dipamerakan. Diperhatikannya satu demi satu sapi yang berbeda je­nisnya sambil sesekali tanga­nnya menutup hidup menutup bau tidak sedap.

Tak lama, pria tersebut berhenti di dekat sapi besar berwarna cok­lat yang sedang makan rumput. Fitri yang mengetahui maksud pria tadi, langsung mengecek no­mor sapi yang dituliskan pada ker­tas karton. Nomor itu digan­tungkan di leher hewan itu.

Tanpa membuang waktu lama, Fitri menyalakan komputer tablet  berbungkus casing hitam yang dibawanya. Dalam hitungan detik, jari-jari lentiknya mulai bergerak di layar sentuh.

“Ini sapi lokal dari Bali dan be­r­atnya sebesar 453 kg. Harganya Rp 16,5 juta, sudah termasuk ong­kos kirim,” jelas Fitri setelah menemukan kode nomor sapi.

Setelah tanya ini itu, akhirnya pria tadi setuju dengan harga yang ditawarkan Fitri. Selan­jut­nya, Fitri mengantar pria tersebut ke ruangan kaca untuk proses pembayaran.

“Sebenarnya tidak susah untuk memasarkan sapi-sapi yang ada disini. Karena semua sapi, sudah tersimpan dalam tablet ini. Ting­gal cari kodenya, langsung ter­buka spesifikasi sapi sampai har­ga jualnya,” jelas Fitri usai me­ngan­tarkan pria tersebut.

Haji Doni mengaku menyedia­kan komputer tablet untuk me­mu­dahkan para ladies cowboy me­ngetahui jenis, berat dan harga sapi yang dipamerkan. Semua data-data itu sudah dimasukkan ke dalam komputer tablet yang dibawa masing-masing SPG.

“Tahun lalu, kami masih ma­nual. Yakni masih mencatatnya pada buku-buku. Demi mengikuti perkembangan teknologi, kami pakai tablet. Dan Alhamdulillah cukup efektif untuk membantu pekerjaan,” tegasnya.

Sudah laku berapa? Sejak kami buka pada tanggal 26 September lalu sudah 700 sapi yang terjual. Targetnya, sampai H-1 Idul Adha bisa mejual sebanyak 4.000 sapi yang didatangkannya dari dalam dan luar negeri.

Ide menjual sapi menggunakan jasa ladies cowboy  ini didapat Haji Doni ketika menjadi im­portir ternak dari Australia pada tahun 2000 lalu. Kata dia, di Aus­tralia tempat penjualan sapi itu tidak kumuh dan kotor.

“Akhirnya, muncullah ide untuk membuka outlet penjualan sapi berkonsep bersih. Dan untuk melayani tamu, kami pakai koboi wanita yang juga mengadopsi dari negara tersebut,” jelasnya.

Sejak mengembangkan konsep ini, pria yang mengaku sudah meng­geluti usaha penjualan he­wan ternak sejak 30 tahun lalu omzetnya berkembang pesat. Para SPG itu turut mendongkrak penjualan.

“Seperti saya bilang, saya ingin membuat tempat penjualan yang bersih dan nyaman bagi pembeli. Jadi kami mementingkan mutu sapi dan layanan terhadap pem­beli. Bukan karena ada wanita-wanita cantik itu saja,” katanya sambil tertawa.

Kata dia, orang yang membeli sapi untuk langsung disembelih dengan pembeli sapi untuk kur­ban, berbeda. Apa bedanya? “Ka­lau yang untuk kurban, pem­be­linya lebih banyak bertanya dari­pada yang sekadar ingin lang­sung di­potong,” kata Doni.

Karena banyak tanya, tak heran bila seorang pembeli bisa menghabiskan waktu sekitar satu jam sebelum memutuskan membeli. “Kalau satu pembeli bisa satu jam, sementara saya jualnya sendiri tentu target penjualan tidak terpenuhi. Makanya saya pakai SPG untuk membantu selama 7 tahun ini. Dan kesemuanya adalah pegawai di show room mobil saya,” te­gasnya.

Beratnya 1,5 Ton, Harga Sapi Belanda Sampai Rp 200 Juta

Sapi-sapi yang dijajakan di Mal Hewan Kurban milik Haji Doni mulai dari jutaan sampai ra­tusan juta. Walaupun harga satu sapi sama seperti harga mo­bil, pembelinya tetap banyak.

“Sapi yang dijual disini ter­diri dari beberapa jenis. Ada sapi Dompu, Bali, Jawa, Indo perindukan lokal dan impor dari luar negeri,” katanya.

Untuk harga pun juga variatif tergantung dari jenis sapi yang dijual. Namun untuk yang mu­rah berkisar dari Rp 8,5 juta hingga puluhan juta. “Itu jenis sapi lokal. Masih relatif murah dan paling banyak dibeli,” jelasnya.

Nah, untuk sapi yang mahal, Doni menjualnya dari harga Rp 165 juta sampai Rp 200 juta. Kata dia, sapi termahal adalah jenis Fries Holland yang diimpor langsung dari negara Belanda.

Apa keunggulannya? “Sapi ini biasa disebut sapi raksasa karena ukuran badannya yang besar. Satu ekor sapi beratnya bisa men­capai 1 ton 522 Kg de­ngan bentuk tubuh yang tinggi dan me­man­jang ke belakang,” ujarnya.

Sudah enam ekor sapi jenis ini yang terjual. Pembelinya, kata dia, ada yang dari kalangan pengusaha juga kalangan artis. “Tapi sang pembeli tidak ber­kenan saya sebutkan namanya. Hanya kata pembeli itu, dia membeli sapi memang sengaja untuk kurban,” jelasnya.

Doni menargetkan omzet pen­jualan di tahun ini bisa men­capai Rp 800 miliar. Target ter­se­but, kata dia, sesuai dengan stok sapi yang ada dan siap di­jual yang mencapai 4.000 ekor.

“Omset yang kita targetkan untuk penjualan tahun ini men­capai 800 miliar dari sebe­lum­nya 300 miliar rupiah. Kalau tahun kemarin kami jual 2.500 ekor, sekarang ditargetkan bisa laku 4.000 ekor,” ujarnya.

Meskipun targetnya besar, Doni optimistis bisa tercapai. Sebab, selain di sini, dia juga punya enam lapak lainnya yang tersebar di beberapa wilayah.

“Selain pembeli baru, saya juga punya langganan tetap yang tiap tahun selalu membeli. Keba­nya­kan, pelanggan itu dari peru­sa­haan yang bila memesan sapi hingga ratusan ekor. Insya Allah tar­get bisa terpenuhi,” ujarnya.

Karena sudah terbayang ke­untungan yang berlimpah, Doni tak perlu pikir panjang untuk me­liburkan usaha show room mo­bilnya menjelang hari raya Idul Adha. “Kalau keun­tu­ngan­nya lebih kecil, tidak mungkin dong show room yang biasanya ber­sih mau dipenuhi kotoran sapi,” kata­nya sambil tertawa.

Sepatu Belepotan Kotoran, Nafsu Makan Hilang

Suka-Duka SPG Sapi

Menjadi SPG penjualan he­wan kurban memberi pe­nga­laman tersendiri bagi Putri. Mu­lai dari diledek karena bau sapi hingga kehilangan nafsu makan akibat mencium bau tak sedap dari kotoran hewan itu.

Ia mengaku syok ketika disu­ruh menjadi SPG penjualan sapi. “Jelas berbeda. Sehari-hari saya bekerja di ruangan yang ter­tutup, ber-AC dan bersih. Se­karang harus kotor-kotoran dan mencium bau yang tidak sedap selama menjadi SPG,” katanya.

Putri merupakan salah satu pe­gawai di showroom milik Haji Doni. Karena usaha jual-beli mobil diliburkan selama mu­sim haji, ia pun diminta men­jadi SPG penjualan sapi.

Karena terus menerus men­cium bau tak sedap dan melihat kotoran sapi, Putri mengaku sempat kehilangan nafsu makan saat pertama kali jadi SPG. Bia­sanya waktu istirahat siang di­gu­nakan pegawai untuk makan. Na­mun Putri absen makan siang.

“Kayaknya pas lagi makan terbayang terus ama kotoran sapi. Udah begitu, sepatu yang kita pakai kadang-kadang juga menginjak kotoran. Makanya saya kurang nafsu makan,” ung­kapnya sambil tertawa.

Namun kondisi itu, lanjut Putri, hanya berlangsung dua hari saja. Saat ini dia sudah me­rasa enjoy dengan pekerjaan barunya ini. Justru dia merasa tertantang dengan pekerjaan barunya ini.

“Memang awalnya teman-teman di rumah atau keluarga sering meledek, katanya badan saya bau sapi. Tapi sekarang semua sudah biasa dan saya pun merasa nyaman dengan peker­jaan ini,” tegasnya.

Apa enaknya jadi SPG pen­jualan sapi? Putri mengatakan bosnya mengiming-imingi gaji yang lebih besar jika jadi SPG ini. Selain itu, dia bisa tampik bak model dengan mengenakan pa­kaian ala ladies cowboy.

“Dulu kalau bekerja di da­lam, siapa yang mau waw­a­n­cara dan foto-foto saya. Kalau sekarang, ba­nyak teman-teman media yang datang lalu me­ngambil gambar saya. Ya, se­rasa jadi artis aja,” kata wanita yang baru pertama kali jadi la­dies cowboy ini.  [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA