Menjelang hari raya Idul Adha ramai pedagang hewan kurban dadakan. Berbagai cara pun dilakukan agar dagangan mereka laris.
Haji Doni memanfaatkan keÂcanggihan teknologi dalam mÂeÂmasarkan hewan-hewan kurban. Agar menarik pembeli, ia meÂrekrut perempuan-perempuan cantik sebagai sales promotion girl (SPG).
Para SPG yang umumnya berÂusia muda dan berparas cantik ini mengenakan seragam yang hamÂpir mirip. Untuk atasan, para SPG ini memakai kemeja putih berÂbaÂlut rompi dari bahan jeans dengan topi koboi melekat di kepalanya. SeÂmentara bagian bawahnya terÂtutup celana jeans dan sepatu bot.
Seperti apa jualannya? KeÂmaÂrin siang, Rakyat Merdeka menÂdaÂtangi mal hewan kurban milik Haji Doni yang terletak di Jalan Akses UI Nomor 89 A, CiÂmangÂgis, Depok. Tempat ini seÂbeÂnarÂnya showroom mobil miliknya. Namun menjelang hari raya Idul Adha usaha itu distop sementara.
Tempat penjualan hewan kurÂban itu dibagi dua, masih di jalan yang sama. Tempat pertama seÂluas 3.000 meter persegi. Di siniÂlah Haji Doni memamerkan dan menÂjaÂjaÂkan sapi-sapi untuk kurban.
Tempat kedua seluas 500 meter persegi. Ini jadi tempat pÂeÂnyimÂpanan sapi yang sudah laku dan siap dikirim ke pembelinya.
Karena menempati show room mobil, tak heran kalau tempat ini memiliki beberapa ruangan yang dilengkapi dengan AC dan perÂlengkapan kantor. Dia pun meÂnamakan tempat jualannya ini Mal Hewan Kurban.
Bagian depan yang biasa diÂjadikan parkir dan tempat pameÂran mobil, selama musim haji diÂjÂadikan stand untuk meÂmaÂmerÂkan sapi. Di tempat parkir ini diÂpaÂsang empat blower besar. SeÂlain untuk mengusir gerah, juga untuk mengusir bau kotoran sapi.
Fitri langsung berdiri ketika KiÂjang Innova warna hitam berÂhenti di tempat parkir. Sambil meÂrapikan letak topi koboi warna hitam di keÂpalanya, dia berjalan ke arah pria yang baru turun dari mobil.
“Selamat datang Pak. Silakan kami punya berbagai jenis sapi dengan kualitas terbaik yang bisa bapak pilih untuk berkorban,†kataÂnya kepada pria tersebut.
Sambil menganggukkan keÂpala, pria berkacamata itu berÂjalan ke dalam, tempat sapi-sapi dipamerakan. Diperhatikannya satu demi satu sapi yang berbeda jeÂnisnya sambil sesekali tangaÂnnya menutup hidup menutup bau tidak sedap.
Tak lama, pria tersebut berhenti di dekat sapi besar berwarna cokÂlat yang sedang makan rumput. Fitri yang mengetahui maksud pria tadi, langsung mengecek noÂmor sapi yang dituliskan pada kerÂtas karton. Nomor itu diganÂtungkan di leher hewan itu.
Tanpa membuang waktu lama, Fitri menyalakan komputer tablet berbungkus casing hitam yang dibawanya. Dalam hitungan detik, jari-jari lentiknya mulai bergerak di layar sentuh.
“Ini sapi lokal dari Bali dan beÂrÂatnya sebesar 453 kg. Harganya Rp 16,5 juta, sudah termasuk ongÂkos kirim,†jelas Fitri setelah menemukan kode nomor sapi.
Setelah tanya ini itu, akhirnya pria tadi setuju dengan harga yang ditawarkan Fitri. SelanÂjutÂnya, Fitri mengantar pria tersebut ke ruangan kaca untuk proses pembayaran.
“Sebenarnya tidak susah untuk memasarkan sapi-sapi yang ada disini. Karena semua sapi, sudah tersimpan dalam tablet ini. TingÂgal cari kodenya, langsung terÂbuka spesifikasi sapi sampai harÂga jualnya,†jelas Fitri usai meÂnganÂtarkan pria tersebut.
Haji Doni mengaku menyediaÂkan komputer tablet untuk meÂmuÂdahkan para ladies cowboy meÂngetahui jenis, berat dan harga sapi yang dipamerkan. Semua data-data itu sudah dimasukkan ke dalam komputer tablet yang dibawa masing-masing SPG.
“Tahun lalu, kami masih maÂnual. Yakni masih mencatatnya pada buku-buku. Demi mengikuti perkembangan teknologi, kami pakai tablet. Dan Alhamdulillah cukup efektif untuk membantu pekerjaan,†tegasnya.
Sudah laku berapa? Sejak kami buka pada tanggal 26 September lalu sudah 700 sapi yang terjual. Targetnya, sampai H-1 Idul Adha bisa mejual sebanyak 4.000 sapi yang didatangkannya dari dalam dan luar negeri.
Ide menjual sapi menggunakan jasa ladies cowboy ini didapat Haji Doni ketika menjadi imÂportir ternak dari Australia pada tahun 2000 lalu. Kata dia, di AusÂtralia tempat penjualan sapi itu tidak kumuh dan kotor.
“Akhirnya, muncullah ide untuk membuka outlet penjualan sapi berkonsep bersih. Dan untuk melayani tamu, kami pakai koboi wanita yang juga mengadopsi dari negara tersebut,†jelasnya.
Sejak mengembangkan konsep ini, pria yang mengaku sudah mengÂgeluti usaha penjualan heÂwan ternak sejak 30 tahun lalu omzetnya berkembang pesat. Para SPG itu turut mendongkrak penjualan.
“Seperti saya bilang, saya ingin membuat tempat penjualan yang bersih dan nyaman bagi pembeli. Jadi kami mementingkan mutu sapi dan layanan terhadap pemÂbeli. Bukan karena ada wanita-wanita cantik itu saja,†katanya sambil tertawa.
Kata dia, orang yang membeli sapi untuk langsung disembelih dengan pembeli sapi untuk kurÂban, berbeda. Apa bedanya? “KaÂlau yang untuk kurban, pemÂbeÂlinya lebih banyak bertanya dariÂpada yang sekadar ingin langÂsung diÂpotong,†kata Doni.
Karena banyak tanya, tak heran bila seorang pembeli bisa menghabiskan waktu sekitar satu jam sebelum memutuskan membeli. “Kalau satu pembeli bisa satu jam, sementara saya jualnya sendiri tentu target penjualan tidak terpenuhi. Makanya saya pakai SPG untuk membantu selama 7 tahun ini. Dan kesemuanya adalah pegawai di show room mobil saya,†teÂgasnya.
Beratnya 1,5 Ton, Harga Sapi Belanda Sampai Rp 200 Juta
Sapi-sapi yang dijajakan di Mal Hewan Kurban milik Haji Doni mulai dari jutaan sampai raÂtusan juta. Walaupun harga satu sapi sama seperti harga moÂbil, pembelinya tetap banyak.
“Sapi yang dijual disini terÂdiri dari beberapa jenis. Ada sapi Dompu, Bali, Jawa, Indo perindukan lokal dan impor dari luar negeri,†katanya.
Untuk harga pun juga variatif tergantung dari jenis sapi yang dijual. Namun untuk yang muÂrah berkisar dari Rp 8,5 juta hingga puluhan juta. “Itu jenis sapi lokal. Masih relatif murah dan paling banyak dibeli,†jelasnya.
Nah, untuk sapi yang mahal, Doni menjualnya dari harga Rp 165 juta sampai Rp 200 juta. Kata dia, sapi termahal adalah jenis Fries Holland yang diimpor langsung dari negara Belanda.
Apa keunggulannya? “Sapi ini biasa disebut sapi raksasa karena ukuran badannya yang besar. Satu ekor sapi beratnya bisa menÂcapai 1 ton 522 Kg deÂngan bentuk tubuh yang tinggi dan meÂmanÂjang ke belakang,†ujarnya.
Sudah enam ekor sapi jenis ini yang terjual. Pembelinya, kata dia, ada yang dari kalangan pengusaha juga kalangan artis. “Tapi sang pembeli tidak berÂkenan saya sebutkan namanya. Hanya kata pembeli itu, dia membeli sapi memang sengaja untuk kurban,†jelasnya.
Doni menargetkan omzet penÂjualan di tahun ini bisa menÂcapai Rp 800 miliar. Target terÂseÂbut, kata dia, sesuai dengan stok sapi yang ada dan siap diÂjual yang mencapai 4.000 ekor.
“Omset yang kita targetkan untuk penjualan tahun ini menÂcapai 800 miliar dari sebeÂlumÂnya 300 miliar rupiah. Kalau tahun kemarin kami jual 2.500 ekor, sekarang ditargetkan bisa laku 4.000 ekor,†ujarnya.
Meskipun targetnya besar, Doni optimistis bisa tercapai. Sebab, selain di sini, dia juga punya enam lapak lainnya yang tersebar di beberapa wilayah.
“Selain pembeli baru, saya juga punya langganan tetap yang tiap tahun selalu membeli. KebaÂnyaÂkan, pelanggan itu dari peruÂsaÂhaan yang bila memesan sapi hingga ratusan ekor. Insya Allah tarÂget bisa terpenuhi,†ujarnya.
Karena sudah terbayang keÂuntungan yang berlimpah, Doni tak perlu pikir panjang untuk meÂliburkan usaha show room moÂbilnya menjelang hari raya Idul Adha. “Kalau keunÂtuÂnganÂnya lebih kecil, tidak mungkin dong show room yang biasanya berÂsih mau dipenuhi kotoran sapi,†kataÂnya sambil tertawa.
Sepatu Belepotan Kotoran, Nafsu Makan Hilang
Suka-Duka SPG Sapi
Menjadi SPG penjualan heÂwan kurban memberi peÂngaÂlaman tersendiri bagi Putri. MuÂlai dari diledek karena bau sapi hingga kehilangan nafsu makan akibat mencium bau tak sedap dari kotoran hewan itu.
Ia mengaku syok ketika disuÂruh menjadi SPG penjualan sapi. “Jelas berbeda. Sehari-hari saya bekerja di ruangan yang terÂtutup, ber-AC dan bersih. SeÂkarang harus kotor-kotoran dan mencium bau yang tidak sedap selama menjadi SPG,†katanya.
Putri merupakan salah satu peÂgawai di showroom milik Haji Doni. Karena usaha jual-beli mobil diliburkan selama muÂsim haji, ia pun diminta menÂjadi SPG penjualan sapi.
Karena terus menerus menÂcium bau tak sedap dan melihat kotoran sapi, Putri mengaku sempat kehilangan nafsu makan saat pertama kali jadi SPG. BiaÂsanya waktu istirahat siang diÂguÂnakan pegawai untuk makan. NaÂmun Putri absen makan siang.
“Kayaknya pas lagi makan terbayang terus ama kotoran sapi. Udah begitu, sepatu yang kita pakai kadang-kadang juga menginjak kotoran. Makanya saya kurang nafsu makan,†ungÂkapnya sambil tertawa.
Namun kondisi itu, lanjut Putri, hanya berlangsung dua hari saja. Saat ini dia sudah meÂrasa enjoy dengan pekerjaan barunya ini. Justru dia merasa tertantang dengan pekerjaan barunya ini.
“Memang awalnya teman-teman di rumah atau keluarga sering meledek, katanya badan saya bau sapi. Tapi sekarang semua sudah biasa dan saya pun merasa nyaman dengan pekerÂjaan ini,†tegasnya.
Apa enaknya jadi SPG penÂjualan sapi? Putri mengatakan bosnya mengiming-imingi gaji yang lebih besar jika jadi SPG ini. Selain itu, dia bisa tampik bak model dengan mengenakan paÂkaian ala ladies cowboy.
“Dulu kalau bekerja di daÂlam, siapa yang mau wawÂaÂnÂcara dan foto-foto saya. Kalau sekarang, baÂnyak teman-teman media yang datang lalu meÂngambil gambar saya. Ya, seÂrasa jadi artis aja,†kata wanita yang baru pertama kali jadi laÂdies cowboy ini. [Harian Rakyat Merdeka]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.