Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj mengaku tidak pernah berpikir menjadi capres atau cawapres dalam Pemilu 2014.
“Saya tidak tertarik tawaran poÂlitik. Saya fokus membesarkan NU saja,’’ ujar Said Aqil Siradj keÂÂpada Rakyat Merdeka, kemarin.
Seperti diketahui, pengamat politik M Qodari menilai ada toÂkoh yang akan diperhitungkan unÂtuk maju pada pemilu presiden, yaiÂtu Said Aqil Siradj dan Din SyamÂsuddin (Ketum PP MuÂhamÂmadiÂyah). Alasannya karena meÂmimpin organisasi kemasyaÂraÂkatan yang jumlah pengikutnya leÂbih banyak dari kader dan simÂpatisan partai.
“Saya kira secara umum keÂduaÂÂnya pasti diperhitungkan. Pengikut NU lebih besar dari PKB, bahkan lebh besar dari seÂmua partai yang ada. MuhammaÂdiyah juga lebih besar dari PAN,†kata Qodari.
Said Aqil Siradj selanjutnya mengatakan, jabatan presiden atau raja sebagai amanat.
“Bahkan kalau presiden itu amanat langsung dari Allah SWT. Tuhan itu memberikan keperÂcaÂyaan sesuai dengan kehendakÂnya,†ucapnya.
Berikut kutipan selengkapnya:
Nggak ada.
Sepengetahuan saya nggak ada partai yang menyebut nama saya. Insya Allah saya tidak tertarik dengan tawaran politik. Saya fokus membesarkan NU saja.
Ada yang menilai Anda layak menjadi capres?
Hingga saat ini belum ada yang menyebut nama layak untuk maju pada Pilpres 2014. Jika ada yang menginginkan, harus jelas berapa orang dan siapa yang mengÂinginÂkannya.
Jadi pemimpin atau presiden atau juga raja itu tidaklah gamÂpang. Kalau ada yang mengÂinginÂkan saya maju pada Pemilu 2014, ukurannya apa. Berapa juta yang menginginkan saya, kan belum bisa diperhitungkan.
Barangkali warga NU mengÂinginkan Anda maju Pilpres 2014?
Tidak ada. Jabatan saya seÂbagai Ketua Umum PBNU sebaÂgai jabatan tertinggi. Harus dikeÂtahui bahwa presiden itu adalah seorang yang dipercaya penuh oleh Tuhan sebagai manÂdatarisÂnya untuk mengimplementasikan nilai-nilai luhur, rahman dan raÂhim-Nya, adil dan bijak, tegas, dan tidak pandang bulu.
Seorang pemimpin wajib memiliki sifat tersebut?
Ya dong. Nilai-nilai sifat Allah SWT harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Karena itulah jadi pemimpin atau presiden itu tidak gampang.
Bagaimana jika ada partai yang meminang Anda sebagai capres atau cawapres?
Saya tidak pernah menginginÂkannya. Menjadi seorang yang amÂbisi itu tidaklah baik. Tapi kaÂlau membiarkan juga tidak baik.
Maksudnya?
Misalnya saja ketika ada seseÂorang yang berambisi ingin menÂjadi imam masjid, itu tidak baik. Tapi kalau membiarkan masjid diimami oleh orang yang tidak meÂmenuhi syarat, kita akan menÂdapatkan dosa juga.
Kalau memang satu masjid ini tidak ada yang memenuhi syarat keÂcuali saya, maka saya haÂrus maju. Jangan sampai memÂbiarÂkan imam masjid saÂlah. Sebab, kaÂlau dibiarkan maÂka saya akan ikut dosa kan. SeÂÂperÂti waktu saya maju jadi KeÂtua Umum PBNU.
Waktu Anda maju jadi KeÂtum PBNU karena sudah tidak ada lagi yang layak?
Bukan seperti itu. Saya ini tidak pernah punya ambisi atau keinginan. Tetapi setelah dipikir-pikir, sayalah yang paling sedikit kekurangannya di antara calon yang lain.
Kalau yang maju saat itu Gus Mus (Mustofa Bisri) atau Kiai Haji Ma’ruf Amin, saya nggak mau mencalonkan diri.
Kenapa begitu?
Karena saya nggak mau berÂsaing dengan beliau sebagai kiai besar. Tetapi waktu itu beliau-beÂliau ini nggak mau. Bukan saya somÂbong, tetapi karena di NU saya ini memang lebih senior dari yang ada di tanfidziyah. karena yang lainnya sudah tua.
Artinya, kalau tidak ada yang memenuhi syarat jadi presiden, Anda siap maju?
Bukan hanya saya. Siapa saja yang memenuhi syarat untuk jadi presiden, ya harus maju. Jangan sampai negara ini dipegang seÂorang pemimpin yang tidak meÂmenuhi syarat.
Dalam pendangan Anda, apa syarat untuk jadi presiden?
Syaratnya, dia harus punya ilmu, berpendidikan, bisa berbuat adil, berani, tidak rakus, tidak berlatar belakang korupsi, sehat fisiknya.
Sifat-sifat itulah yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, termasuk presiden atau raja. Jika seorang pemimpin tidak memeÂnuhi syarat tersebut, maka neÂgaÂra ini bisa hancur. Yang pasti, NU akan tetap bersikap kritis keÂÂpada pemerintah sebagai baÂgian dari tugas membangun bangÂsa yang beradab dan berÂkarakter.
Sikap kritis seperti apa yang dilakukan NU?
Sikap kritis yang disampaikan ke pemerintah itu didasari atas pertimbangan etis, bukan politis. NU akan mendukung kebijakan peÂmerintah yang adil dan benar. Namun kami akan mengkritik seÂtiap kebijakan yang tidak adil baÂgi bangsa Indonesia.
Sebagai organisasi sosial keÂagamaan, NU memiliki tugas memÂÂbangun mental dan karakter maÂsyarakat, tugas membangun bangsa dan membangun sikap kritis. NU memang bukan partai poÂlitik, namun sebagai orgaÂniÂsasi masyarakat berbasis keÂagaÂmaan tetap memiliki tugas moÂral. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: