WAWANCARA

Setya Novanto: Cegah Permainan Importir Kedelai Dengan Memaksimalkan Koperasi

Sabtu, 28 Juli 2012, 11:18 WIB
Setya Novanto: Cegah Permainan Importir Kedelai Dengan Memaksimalkan Koperasi
Setya Novanto

rmol news logo Pemerintah didesak mencari solusi menstabilkan harga kedelai, sehingga tidak terganggu penyediaan tahu dan tempe. Sebab, perajin tahu dan tempe mogok produksi.

“Jangan sampai  masalah ini dibiarkan berlarut-larut,’’ tegas Ketua Fraksi Par­tai Golkar DPR, Setya Novan­to, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Menurutnya,  kelangkaan terja­di karena persediaan kedelai Indo­nesia  tergantung impor dari Ame­rika Serikat (AS). Kenaikan itu, lan­jut Novanto, dipicu musim ke­ring yang cukup la­ma di AS, se­hingga mempenga­ruhi produksi kedelai AS sebagai negara pro­dusen kedelai terbesar di dunia.

‘’Sekarang ini banyak perajin tahu dan tempe kewalahan akibat naiknya harga kedelai yang awal­nya dihargai 435 dolar AS per ton pada Januari, sekarang 520 dolar AS per ton,’’ paparnya.

Berikut kutipan selengkapnya:

Apa solusinya?

Salah satu masalah utama saat ini adalah kita sangat tergantung dari kedelai impor AS.  Kita harus mencari alternatif lain, impor kedelai dari Argentina dan Brasil yang harganya lebih murah.

Selain itu, kita harus memak­si­malkan dan memberi kesempa­tan atau akses lebih kepada ko­pe­ra­­si atau industri kecil dan me­nengah untuk mengimpor sendiri se­b­agai upaya mencegah per­mai­nan para importir kedelai yang selama ini menguasai ke­delai impor.


Pemerintah telah menurun­kan tarif bea masuk kedelai sampai nol persen, tanggapan Anda?

Untuk mengatasi kelangkaan sesaat, saya pikir itu solusi yang baik.  Namun terlihat sekali kebi­ja­kan itu hanya tambal sulam dan tidak menyelesaikan ketergan­tung­an pada kedelai impor.

Kebijakan ini kurang efektif karena hanya akan melindungi importir. Diperlukan cara lain yaitu dengan perencanaan pe­ning­katan produksi kedelai nasio­nal. Salah satunya adalah dengan memberikan insentif kepada petani kedelai nasional. Kita ha­rus mendorong upaya swasem­ba­da kedelai untuk mengatasi ge­jolak kelangkaan kedelai ini.


Bukankah swasembada ke­de­lai su­lit terealisasi karena ku­rang­ lahan?

Menurut saya, kita bisa.  Produksi kedelai nasional saat ini diperkirakan sebesar 870 ribu ton. Angka produksi tersebut masih kurang 1,7 juta ton untuk meme­nuhi kebutuhan nasional yang kini mencapai 2,6 juta per ton. Bila luas areal produksi tahun ini yang diperkirakan 648 ribu hek­tar, maka negeri kita membutuh­kan minimal 18,3 juta hektar lagi untuk memenuhi kebutuhan na­sional sendiri.


Apa masalah sesungguhnya sehingga kita selalu tergantung dengan impor?

Permasalahan mendasar adalah Kebijakan pangan kita ditentukan  mekanisme pasar.  Kita harus mengu­bah kebijakan ini, peme­rintah harus  mencegah agar harga pangan jangan ditentukan oleh pasar, karena pangan meru­pakan persoalan yang sangat sensitif.

 Presiden Soekarno telah mengingatkan kepada kita semua bahwa pangan merupakan soal mati-hidupnya suatu bangsa dan apabila kebutuhan pangan rakyat tidak dipenuhi maka bersiap menunggu “malapetaka”. Kita ha­rus terus mendorong untuk men­jaga ketahanan pangan nasional.


Bagaimana seharusnya kebijakan ketahanan pangan nasional itu?

Bagi Fraksi Partai Golkar, seti­daknya ada tiga faktor yang harus diperhatikan  pemerintah.  Perta­ma, faktor ketersediaan pangan yang meliputi aspek produksi, kualitas pangan dan manajemen stok pangan. Kedua, faktor dis­tribusi pangan yang terdiri dari ke­tersediaan infrastruktur dan transportasi. Ketiga, faktor keter­jangkauan dan daya beli dari ma­syarakat. Hal ini penting meng­ingat pangan merupakan sektor fundamental karena menyangkut hajat hidup masyarakat.


Bukankah peme­rin­tah sering melakukan kebija­kan yang sifat­nya parsial dan cenderung instan?

Kita mengalami kendala di dalam kelembagaan pangan.  Jaman Orde Baru, Badan Urusan Logistik (Bulog) memiliki peran strategis tidak hanya mengenda­likan harga komoditi pangan stra­tegis. Tapi juga memastikan ke­tersediaan dan distribusinya.  Se­karang Kita memerlukan kelem­bagaan pangan yang kuat.   Untuk itu FPG DPR telah mendorong perlunya pembentukan Badan Otoritas Pangan, di dalam revisi Undang-Untang tentang Pangan,  yang berfungsi untuk mendorong menciptakan sistem dan mekanis­me distribusi yang adil dan mera­ta serta menjamin ketersediaan dan stabilitas harga Pangan yang terjangkau daya beli masyarakat


Terjadi alih fung­si ­lahan dan lahan telantar, tang­gapan Anda?  

Untuk mencegah alih fungsi la­han, sebenarnya kita memiliki Un­dang-Undang tentang Perlin­dungan Lahan Pertanian, tetapi hal itu tidak optimal digunakan.  

Sedangkan tentang lahan te­lantar, Fraksi Partai Golkar DPR telah mendorong agar per­lunya segera melakukan revisi terhadap Undang-Undang Agraria yang ter­lalu lama tertunda.  Revisi ini sangat diperlukan untuk mendo­rong program swasembada pa­ngan terutama terkait dengan ke-pemilikan lahan bagi petani untuk pembangunan pertanian.

Sebagai contoh, data Badan Pertanahan Nasional menyam­pai­kan lebih dari 56 persen aset ne­gara khususnya bidang tanah di­kuasai tak kurang dari 0,2 per­sen penduduk. Sementara banyak pe­tani tidak punya garapan. Terdapat 7,3 juta hektar tanah te­lantar dan 1,3 juta hektar di an­taranya sangat subur, tapi dikua­sai perusahaan. Gara-gara sudah dikuasai  berba­gai perusahaan itu­lah yang menga­kibatkan ter­ham­batnya realisasi swasembada pangan.


Permasalahan lainnya ada­lah kondisi infrastruktur per­tanian  cukup mengkhawa­tirkan, apa solusinya?

Itu juga masalah dasar lainnya.  Kita perhatikan, pasca Orde Baru, Infrakstruktur pertanian kita praktis tidak mengalami perbai­kan dan peningkatan kapasitas.  Bahkan cenderung pada kondisi yang mengkhawatirkan.  

Saya sudah menginstruksikan kepada kawan – kawan di Fraksi Partai Golkar agar mendorong terus peningkatan anggaran untuk penyediaan infrastruktur perta­nian. Kami berterima kasih kepa­da Presiden SBY yang telah mem­beri perhatian serius untuk mem­benahi persoalan pertanian saat ini, khususnya terkait persoa­lan kedelai melalui menteri terkait.

Untuk jangka panjang kita ha­rus terus memperkuat penyediaan infrastruktur pertanian yang me­madai, terutama irigasi, jalan, dan sarana transportasi. [Harian Rakyat Merdeka]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA