RMOL. Sejak Senin Komisi Yudisial (KY) melakukan seleksi wawancara terhadap calon hakim agung. Banyak yang tak paham UU Tindak Pidana Korupsi.
Hari kedua seleksi wawancara, KY memanggil lima calon. Yakni Ida Bagus Putu Madeg, A TH Pudjiwahono, Hendrik P ParÂdeÂde, Heri Sukemi dan Ohan BurÂhanudin. Bagaimana suasana seÂleksi tersebut. Yuk kita lihat.
Heri Sukemi melangkah pelan menuju kursi yang telah tersedia di tengah auditorium di lantai empat gedung Komisi Yudisial di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, kemarin siang.
Sejurus kemudian, calon hakim agung dari jalur karir ini duduk. “Assalamualaikum,†sapa pria asal Situbondo, Jawa timur keÂpaÂda sembilan panelis yang duduk di depannya.
Di hadapan Hakim Tinggi PeÂngadilan Tinggi Sulawesi Selatan ini ini duduk sembilan panelis yang dipimpin Erman Suparman, ketua KY. Enam anggota KY yakni Jaja Ahmad Jayus, Abbas Said, Taufiqurrahman Syahuri, Imam Anshori Saleh, Ibrahim, dan Suparman Marzuki juga duÂduk sebagai panelis.
Dua anggota panelis lainnya berasal dari luar KY yakni SoeÂharto (bekas hakim agung) dan Jimly Asshiddiqie (bekas Ketua Mahkamah Konstitusi).
Sebagai pembuka seleksi, KeÂtua Panelis Erman Suparman meÂngucapkan selamat datang keÂpada Heri. Ia meminta calon sanÂtai dan jangan tegang.
“Saudara mengambil bidang apa,†kata Erman membuka perÂtanyaan. “Saya memilih bidang piÂdana,†jawab Heri.
Setelah itu, Erman memÂperÂsiÂlakan panelis lainnya bertanya. Soeharto mendapat giliran meÂngajukan pertanyaan pertama kali. “Apa yang dimaksud pemÂbuktian terbalik,†tanyanya.
Heri menjawab, setiap terdakÂwa mempunyai hak untuk memÂbuktikan bahwa apa yang dituÂduhkan jaksa itu tidak benar dan harta yang dimilikinya itu didapat dengan cara yang halal.
Namun, lanjutnya, jaksa harus tetap bersikukuh untuk memÂbukÂtikan dan memberikan keyakinan kepada hakim bahwa harta yang diperoleh terdakwa didapat dari cara yang tidak benar.
Puas mendapat jawaban terseÂbut, Soeharto melanjutkan perÂtaÂnyaan, “Bila terdakwa diputus berÂsalah dalam kasus korupsi keÂmudian meninggal dunia, meÂnurut saudara seperti apa keÂlanjutannya?â€
Heri telah berkarir menjadi haÂkim sejak 1987 ini mengaÂtakan, jaksa bisa meminta kepada maÂjelis hakim untuk menyita harta terdakwa yang diperoleh dengan cara tidak halal.
Pertanyaan selanjutnya diajuÂkan Imam Anshori Shaleh. “BeÂrapa banyak tabungan yang Anda miliki?â€
“Saya hanya punya Rp 64 juta di tabungan,†aku Heri.
Imam melanjutkan pertanyaan ke soal harta kekayaan. “Gaji Saudara dalam sebulan berapa? Berapa kendaraan yang Saudara dimiliki? Apakah Saudara pernah didatangi pihak yang berÂperÂkara?†tanyanya beruntun.
Heri menjawab,â€Sebulan saya menÂdapat gaji Rp 24 juta. Gaji terÂÂsebut sudah termasuk gaji seÂbagai hakim tinggi dan hakim di peÂngadilan tindak pidana korupsi.â€
Pria berkemeja abu-abu ini meÂngaku hanya memiliki satu mobil Kijang. Namun kendaraan terÂsebut berada di rumah pribadi di Situbondo, Jawa Tunyr. “Kalau kerja saya naik motor terus. Saya beli motor tersebut seharga Rp 8 juta,†katanya.
Heri mengaku mendapat ruÂmah dinas selama tinggal di MaÂkassar. Namun ia tinggal sendiri. Keluarganya tetap tinggal di SiÂtubondo. “Istri saya kena kanÂker serviks stadium 2. Tiga bulan seÂkali harus kontrol ke SuÂraÂbaÂya,†katanya.
“Jadi kalau dia (istri) ikut saya malah saya yang repot karena harus mengantarkan tiga bulan sekali ke Surabaya,†tambahnya.
Heri pulang ke Situbondo bila ada waktu kosong dan harga tiket peÂsawat sedang murah. “Saya seÂlalu naik Citilink karena ada harÂga promo Rp 80 ribu. Kalau tiket mahal tidak jadi pulang,†katanya.
Pertanyaan selanjutnya diajuÂkan Erman Suparman. “Saya mau mengklarifikasi laporan dari Polres Situbondo bahwa Saudara belum melaporkan LHKPN (LaÂpoÂran Harta Kekayaan PeÂnyeÂlengÂgara Negara) berupa empat moÂbil dan dua motor,†tanyanya.
Mendapat pertanyaan tersebut, Heri mengklarifikasi bahwa laÂporan tersebut tidak betul. “Saya hanya punya satu Kijang second dan satu motor. Kalau nggak perÂcaya bisa dicek,†jawabnya deÂngan tenang.
Pertanyaan terakhir diajukan Taufiqurahman Syahuri. “SauÂdara tidak takut bila kerja Anda diawasi KY bila terpilih menjadi hakim agung,†tanyanya.
“Saya nggak ada masalah sama sekali karena itu kewenangan KY,†jawabnya dengan singkat.
Setelah satu setengah jam diÂceÂcar pertanyaan oleh panelis, panitia kemudian menyodorkan map kuning. Di dalamnya terÂdaÂpat kertas yang harus ditanÂdaÂtaÂngani Heri. Setelah dia meÂningÂgalkan auditorium.
Peserta seleksi calon hakim agung yang mendapat giliran terakhir yaitu Ohan Burhanudin. Calon yang berasal dari jalur haÂkim karier ini merupakan hakim tinggi di Pengadilan Tinggi SuÂmatera Utara.
Seperti biasa acara dibuka KeÂtua KY Erman Suparman. “SauÂdara memilih apa?†tanyanya.
“Saya mengambil jalur perÂdata†jawabnya.
Pertanyaan selanjutnya diÂajuÂkan anggota panelis Soeharto. “KeÂnapa tidak ada hakim yang memvonis mati koruptor?â€
“Itu hanya masalah keberanian saja. Hakim bisa saja mengÂhuÂkum mati koruptor bila meÂlaÂkukan korupsi bantuan bencana alam atau hal khusus lainnya,†jawabnya.
Tak puas dengan jawaban terÂsebut, Soeharto kembali mengeÂjar. “Coba sebutkan aturan terÂseÂbut dalam Undang-undang TipiÂkor (Tindak Pidana Korupsi)? Pasal berapa? Ayat berapa?â€
“Maaf saya tidak menguasai undang-undang tersebut,†aku Ohan dengan nada pelan.
Karena tidak bisa menjawab, Soeharto hanya menggeleng-geÂlengkan kepala. “Besok lagi diÂbaca undang-undangnya,†saÂranÂnya kepada Ohan.
Imam Anshori Saleh mendapat giliran berikutnya untuk mengaÂjuÂkan pertanyaan. “Saudara puÂnya aset berapa? Gaji dalam seÂbulan berapa? Apakah pernah mendapat hadiah?â€
Mendapat pertanyaan berunÂtun tersebut, Ohan mengaku puÂnya aset tanah bernilai Rp 726 juta. “Gaji saya Rp 15 juta seÂbuÂlan, tapi di tabungan hanya puÂnya Rp 35 juta,†jawabnya.
Ohan menambahkan, selama menjadi hakim tinggi di Medan ia tinggal di rumah kontrakan karena tidak dapat rumah dinas.
Ia tinggal sendiri lantaran keÂluarganya masih menetap di Bandung. “Kalau istri dan anak dibawa ke sini kasihan karena saya masih ngontrak,†jawabnya dengan pelan.
Ohan juga bercerita ia cukup sulit pulang ke Bandung lantaran gajinya selalu habis untuk keÂbuÂtuhan rumah tangga dan penÂdiÂdiÂkan anak. “Bila nggak ada (uang), tapi kangen ingin bertemu keÂluarga terpaksa mengutang di BRI untuk beli tiket pulang,†ungkapnya.
Pria berkemeja putih ini berÂteÂrus terang pernah mendapat haÂdiah dari orang yang beperkara. “Saya mendapat hadiah ayam. Tapi itu secara tidak sengaja kaÂrena pagi-pagi tiba-tiba ada ayam berkokok di depan rumah. Kata tetangga itu dari orang yang beÂperkara tiga hari yang lalu di pengadilan,†tuturnya.
Tempat wawancara seleksi haÂkim agung berada di auditorium lantai empat gedung Komisi Yudisial. Menuju ke tempat terÂseÂbut bisa menggunakan lift. SeÂsampainya di lantai yang dituju kemudian belok kiri hingga ke depan auditorium. Di bagian deÂpan dibatasi dengan dinding kaca dengan pintu masuk berada di sisi kanan dan kiri.
Namun pintu yang digunakan untuk keluar masuk berada di sebelah kanan. Di bagian depan pintu masuk diletakkan meja panjang yang dijaga dua panitia seleksi. Di atas meja diletakkan map dan kertas. Setiap peÂngunÂjung dan calon hakim agung haÂrus mengisi kertas tersebut.
Sofa biru juga diletakkan di deÂpan pintu masuk yang digunakan untuk tempat menunggu calon seleksi hakim agung sebelum dipanggil panelis.
Masuk kedalam, di sebelah kiri disediakan 20 kursi untuk peÂngunÂjung. Kursi yang dibungkus kain warna krema itu hanya terisi separuhnya. Di depannya ditemÂpatkan meja dan kursi untuk peÂserta calon hakim agung. Meja diÂbungkus kain hijau dan diÂdeÂpanÂnya ditempatkan mika yang berÂtuliskan nama calon hakim agung yang sedang diseleksi.
Di sayap kanan ruangan diÂseÂdiaÂkan kursi untuk pengunjung. Sedangkan di sayap kiri ditemÂpatÂkan sofa panjang untuk kalaÂngan lembaga swadaya maÂsyÂaÂraÂkat (LSM). Namun kursi dalam keadaan kosong.
Di samping kiri ditempatkan meja dan kursi untuk panitia baÂgian notulensi. Nampak dua orang sibuk mengetik di laptop.
Di bagian depan terdapat meja panjang yang diisi sembilan paÂnelis. Dua white board dipasang di langit-langit ruangan. Di pangÂgung belakang ditempel spanduk besar bertuliskan
“Wawancara terbuka calon hakim agung ReÂpublik Indonesia tahun 2011-2012, Jakarta 23 April s/d 3 Mei 2012â€.
Payah, Calon Hakim Agung Kok Lupa Hukum Acara
Anggota Komisi Yudisial, Taufiqurahman Syahuri mengaÂtaÂkan sedang melakukan waÂwancara terbuka terhadap 45 caÂlon hakim agung.
Keempat puluh lima orang itu didominasi hakim karir. Ada 35 hakim karir yang mengikuti seleksi yang dimulai 23 April hingga 3 Mei 2012 itu. Sisanya dari jalur non karir.
“Sebanyak 20 orang ahli di bidang pidana, 25 ahli di bidang perdata. Nantinya kami akan mengirimkan 15 nama ke DPR untuk diseleksi kembali menÂjadi lima orang yang kemudian ditetapkan menjadi hakim agung,†katanya.
Namun, pihaknya tidak harus mencari 15 orang karena masih melihat kualitas calon hakim agung yang ada. “Kami akan meÂngirim calon-calon yang beÂtul mumpuni dan bisa kurang dari 15 orang,†katanya.
Ia menjelaskan, kelima orang tersebut akan mengisi lima haÂkim agung yang memasuki masa pensiun. yaitu bekas KeÂtua MA Harifin Tumpa, Mieke Komar, Atja Sondjaja, R. Imam Harjadi, dan Dirwoto.
Posisi yang dibutuhkan yaitu hakim agung bidang pidana dua orang, perdata dua orang dan militer satu orang.
Taufiqurahman menjelaskan, penambahan lima agung baru tak membuat jumlah hakim di MA menjadi genap 60 orang.
“Bulan Juni nanti MA harus kembali mengajukan surat ke KY untuk meminta diadakan seleksi hakim agung karena bulan Januari hingga Juni 2013 ada lima hakim agung lagi yang pensiun,†katanya.
Sesuai aturan, lanjut Taufiq, enam bulan sebelum hakim agung pensiun MA sudah meÂngajukan surat permohonan seleksi ke KY.
Mengenai anggaran yang dibutuhkan selama proses seÂleksi, Taufiqurahman tidak meÂngetahui secara pasti berapa beÂsar anggarannya. “Yang tahu banyak Sekjen,†katanya.
Sebelumnya, Ketua Komisi Yudisial (KY) Eman Suparman mengaku tidak puas dengan haÂsil tes wawancara lima calon haÂÂkim agung yang baru saja diÂgelar. “Dari lima hanya satu yang memuaskan. Siapa orangÂnya saya belum bisa jawab,†katanya.
Eman menegaskan, rata-rata para kandidat tidak memuaskan panelis. Sebab saat ditanya jaÂwaÂbannya tidak sesuai, bahkan tidak nyambung.
“Ditanya apa, jawabnya ke mana, muter-muter. Padahal kami bertanya sesuatu yang meÂmang menjadi core business yang harus dimiliki seorang haÂkim agung,†katanya.
Bahkan hal yang paling mendasar seperti KUHAP (KiÂtab Undang-undang Hukum Acara Pidana), banyak calon haÂkim agung yang tidak bisa menjawab. Mereka beralasan lupa. “Padahal itu mendasar seÂkali bagi para hakim, apalagi haÂkim karier. Seharusnya, deÂngan modal pengalaman 29 tahun mereka menguasai (maÂteri),†katanya.
Erman mengakui, seleksi tahun ini, berbeda dengan 2011 yang jauh lebih baik. “Kalau hari ini saya hanya pilih satu yang bagus dari empat calon,†tegasnya. [Harian Rakyat Merdeka]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.