Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Ngaku Dikirimi Hadiah Ayam, Ngutang Beli Tiket Pesawat

Melongok Seleksi Calon Hakim Agung

Rabu, 25 April 2012, 08:52 WIB
Ngaku Dikirimi Hadiah Ayam, Ngutang Beli Tiket Pesawat
ilustrasi, Calon Hakim Agung

RMOL. Sejak Senin Komisi Yudisial (KY) melakukan seleksi wawancara terhadap calon hakim agung. Banyak yang tak paham UU Tindak Pidana Korupsi.

Hari kedua seleksi wawancara, KY memanggil lima calon. Yakni Ida Bagus Putu Madeg, A TH Pudjiwahono, Hendrik P Par­de­de, Heri Sukemi dan Ohan Bur­hanudin. Bagaimana suasana se­leksi tersebut. Yuk kita lihat.

Heri Sukemi melangkah pelan menuju kursi yang telah tersedia di tengah auditorium di lantai empat gedung Komisi Yudisial  di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, kemarin siang.

Sejurus kemudian, calon hakim agung dari jalur karir ini duduk. “Assalamualaikum,” sapa pria asal Situbondo, Jawa timur ke­pa­da sembilan panelis yang duduk di depannya.

Di hadapan Hakim Tinggi Pe­ngadilan Tinggi Sulawesi Selatan ini ini duduk sembilan panelis yang dipimpin Erman Suparman, ketua KY. Enam anggota KY yakni Jaja Ahmad Jayus, Abbas Said, Taufiqurrahman Syahuri, Imam Anshori Saleh, Ibrahim, dan Suparman Marzuki juga du­duk sebagai panelis.

Dua anggota panelis lainnya berasal dari luar KY yakni Soe­harto (bekas hakim agung) dan Jimly Asshiddiqie (bekas Ketua Mahkamah Konstitusi).

Sebagai pembuka seleksi, Ke­tua Panelis Erman Suparman me­ngucapkan selamat datang ke­pada Heri. Ia meminta calon san­tai dan jangan tegang.  

“Saudara mengambil bidang apa,” kata Erman membuka per­tanyaan. “Saya memilih bidang pi­dana,” jawab Heri.

Setelah itu, Erman mem­per­si­lakan panelis lainnya bertanya. Soeharto mendapat giliran me­ngajukan pertanyaan pertama kali. “Apa yang dimaksud pem­buktian terbalik,” tanyanya.

Heri menjawab, setiap terdak­wa mempunyai hak untuk mem­buktikan bahwa apa yang ditu­duhkan jaksa itu tidak benar dan harta yang dimilikinya itu didapat dengan cara yang halal.

Namun, lanjutnya, jaksa harus tetap bersikukuh untuk mem­buk­tikan dan memberikan keyakinan kepada hakim bahwa harta yang diperoleh terdakwa didapat dari cara yang tidak benar.

Puas mendapat jawaban terse­but, Soeharto melanjutkan per­ta­nyaan, “Bila terdakwa diputus ber­salah dalam kasus korupsi ke­mudian meninggal dunia, me­nurut saudara seperti apa ke­lanjutannya?”

Heri telah berkarir menjadi ha­kim sejak 1987 ini menga­takan, jaksa bisa meminta kepada ma­jelis hakim untuk menyita harta terdakwa yang diperoleh dengan cara tidak halal.

Pertanyaan selanjutnya diaju­kan Imam Anshori Shaleh. “Be­rapa banyak tabungan yang Anda miliki?”

“Saya hanya punya Rp 64 juta di tabungan,” aku Heri.

Imam melanjutkan pertanyaan ke soal harta kekayaan. “Gaji Saudara dalam sebulan berapa? Berapa kendaraan yang Saudara dimiliki? Apakah Saudara pernah didatangi pihak yang ber­per­kara?” tanyanya beruntun.

Heri menjawab,”Sebulan saya men­dapat gaji Rp 24 juta. Gaji ter­­sebut sudah termasuk gaji se­bagai hakim tinggi dan hakim di pe­ngadilan tindak pidana korupsi.”

Pria berkemeja abu-abu ini me­ngaku hanya memiliki satu mobil Kijang. Namun kendaraan ter­sebut berada di rumah pribadi di Situbondo, Jawa Tunyr. “Kalau kerja saya naik motor terus. Saya beli motor tersebut seharga Rp 8 juta,” katanya.

Heri mengaku mendapat ru­mah dinas selama tinggal di Ma­kassar. Namun ia tinggal sendiri. Keluarganya tetap tinggal di Si­tubondo. “Istri saya kena kan­ker serviks stadium 2. Tiga bulan se­kali harus kontrol ke Su­ra­ba­ya,” katanya.

“Jadi kalau dia (istri) ikut saya malah saya yang repot karena harus mengantarkan tiga bulan sekali ke Surabaya,” tambahnya.

Heri pulang ke Situbondo bila ada waktu kosong dan harga tiket pe­sawat sedang murah. “Saya se­lalu naik Citilink karena ada har­ga promo Rp 80 ribu. Kalau tiket mahal tidak jadi pulang,” katanya.

Pertanyaan selanjutnya diaju­kan Erman Suparman. “Saya mau mengklarifikasi laporan dari Polres Situbondo bahwa Saudara belum melaporkan LHKPN (La­po­ran Harta Kekayaan Pe­nye­leng­gara Negara) berupa empat mo­bil dan dua motor,” tanyanya.

Mendapat pertanyaan tersebut, Heri mengklarifikasi bahwa la­poran tersebut tidak betul. “Saya hanya punya satu Kijang second dan satu motor. Kalau nggak per­caya bisa dicek,” jawabnya de­ngan tenang.

Pertanyaan terakhir diajukan Taufiqurahman Syahuri. “Sau­dara tidak takut bila kerja Anda diawasi KY bila terpilih menjadi hakim agung,” tanyanya.

“Saya nggak ada masalah sama sekali karena itu kewenangan KY,” jawabnya dengan singkat.

Setelah satu setengah jam di­ce­car pertanyaan oleh panelis, panitia kemudian menyodorkan map kuning. Di dalamnya ter­da­pat kertas yang harus ditan­da­ta­ngani Heri. Setelah dia me­ning­galkan auditorium.

Peserta seleksi calon hakim agung yang mendapat giliran terakhir yaitu Ohan Burhanudin. Calon yang berasal dari jalur ha­kim karier ini merupakan hakim tinggi di Pengadilan Tinggi Su­matera Utara.

Seperti biasa acara dibuka Ke­tua KY Erman Suparman. “Sau­dara memilih apa?” tanyanya.

“Saya mengambil jalur per­data” jawabnya.

Pertanyaan selanjutnya di­aju­kan anggota panelis Soeharto. “Ke­napa tidak ada hakim yang memvonis mati koruptor?”

“Itu hanya masalah keberanian saja. Hakim bisa saja meng­hu­kum mati koruptor bila me­la­kukan korupsi bantuan bencana alam atau hal khusus lainnya,” jawabnya.

Tak puas dengan jawaban ter­sebut, Soeharto kembali menge­jar. “Coba sebutkan aturan ter­se­but dalam Undang-undang Tipi­kor (Tindak Pidana Korupsi)? Pasal berapa? Ayat berapa?”

“Maaf saya tidak menguasai undang-undang tersebut,” aku Ohan dengan nada pelan.

Karena tidak bisa menjawab, Soeharto hanya menggeleng-ge­lengkan kepala. “Besok lagi di­baca undang-undangnya,” sa­ran­nya kepada Ohan.

Imam Anshori Saleh mendapat giliran berikutnya untuk menga­ju­kan pertanyaan. “Saudara pu­nya aset berapa? Gaji dalam se­bulan berapa? Apakah pernah mendapat hadiah?”

Mendapat pertanyaan berun­tun tersebut, Ohan mengaku pu­nya aset tanah bernilai Rp 726 juta. “Gaji saya Rp 15 juta se­bu­lan, tapi di tabungan hanya pu­nya Rp 35 juta,” jawabnya.

Ohan menambahkan, selama menjadi hakim tinggi di Medan ia tinggal di rumah kontrakan karena tidak dapat rumah dinas.

Ia tinggal sendiri lantaran ke­luarganya masih menetap di Bandung. “Kalau istri dan anak dibawa ke sini kasihan karena saya masih ngontrak,” jawabnya dengan pelan.

Ohan juga bercerita ia cukup sulit pulang ke Bandung lantaran gajinya  selalu habis untuk ke­bu­tuhan rumah tangga dan pen­di­di­kan anak. “Bila nggak ada (uang), tapi kangen ingin bertemu ke­luarga terpaksa mengutang di BRI untuk beli tiket pulang,” ungkapnya.

Pria berkemeja putih ini ber­te­rus terang pernah mendapat ha­diah dari orang yang beperkara. “Saya mendapat hadiah ayam. Tapi itu secara tidak sengaja ka­rena pagi-pagi tiba-tiba ada ayam berkokok di depan rumah. Kata tetangga itu dari orang yang be­perkara tiga hari yang lalu di pengadilan,” tuturnya.

Tempat wawancara seleksi ha­kim agung berada di auditorium lantai empat gedung Komisi Yudisial. Menuju ke tempat ter­se­but bisa menggunakan lift. Se­sampainya di lantai yang dituju kemudian belok kiri hingga ke depan auditorium. Di bagian de­pan dibatasi dengan dinding kaca dengan pintu masuk berada di sisi kanan dan kiri.

Namun pintu yang digunakan untuk keluar masuk berada di sebelah kanan. Di bagian depan pintu masuk diletakkan meja panjang yang dijaga dua panitia seleksi. Di atas meja diletakkan map dan kertas. Setiap pe­ngun­jung dan calon hakim agung ha­rus mengisi kertas tersebut.

Sofa biru juga diletakkan di de­pan pintu masuk yang digunakan untuk tempat menunggu calon seleksi hakim agung sebelum dipanggil panelis.

Masuk kedalam, di sebelah kiri disediakan 20 kursi untuk pe­ngun­jung. Kursi yang dibungkus kain warna krema itu hanya terisi separuhnya. Di depannya ditem­patkan meja dan kursi untuk pe­serta calon hakim agung. Meja di­bungkus kain hijau dan di­de­pan­nya ditempatkan mika yang ber­tuliskan nama calon hakim agung yang sedang diseleksi.

Di sayap kanan ruangan di­se­dia­kan kursi untuk pengunjung. Sedangkan di sayap kiri ditem­pat­kan sofa panjang untuk kala­ngan lembaga swadaya ma­sy­a­ra­kat (LSM). Namun kursi dalam keadaan kosong.

Di samping kiri ditempatkan meja dan kursi untuk panitia ba­gian notulensi. Nampak dua orang sibuk mengetik di laptop.

Di bagian depan terdapat meja panjang yang diisi sembilan pa­nelis. Dua white board dipasang di langit-langit ruangan. Di pang­gung belakang ditempel spanduk besar bertuliskan

“Wawancara terbuka calon hakim agung Re­publik Indonesia tahun 2011-2012, Jakarta 23 April s/d 3 Mei 2012”.

Payah, Calon Hakim Agung Kok Lupa Hukum Acara

Anggota Komisi Yudisial, Taufiqurahman Syahuri menga­ta­kan sedang melakukan wa­wancara terbuka terhadap 45 ca­lon hakim agung.

Keempat puluh lima orang itu didominasi hakim karir. Ada 35 hakim karir yang mengikuti seleksi yang dimulai 23 April hingga 3 Mei 2012 itu. Sisanya dari jalur non karir.

“Sebanyak 20 orang ahli di bidang pidana, 25 ahli di bidang perdata. Nantinya kami akan mengirimkan 15 nama ke DPR untuk diseleksi kembali men­jadi lima orang yang kemudian ditetapkan menjadi hakim agung,” katanya.

Namun, pihaknya tidak harus mencari 15 orang karena masih melihat kualitas calon hakim agung yang ada. “Kami akan me­ngirim calon-calon yang be­tul mumpuni dan bisa kurang dari 15 orang,” katanya.

Ia menjelaskan, kelima orang tersebut akan mengisi lima ha­kim agung yang memasuki masa pensiun. yaitu bekas Ke­tua MA Harifin Tumpa, Mieke Komar, Atja Sondjaja, R. Imam Harjadi, dan Dirwoto.

Posisi yang dibutuhkan yaitu hakim agung bidang pidana dua orang, perdata dua orang dan militer satu orang.

Taufiqurahman menjelaskan, penambahan lima agung baru tak membuat jumlah hakim di MA menjadi genap 60 orang.

“Bulan Juni nanti MA harus kembali mengajukan surat ke KY untuk meminta diadakan seleksi hakim agung karena bulan Januari hingga Juni 2013 ada lima hakim agung lagi yang pensiun,” katanya.

Sesuai aturan, lanjut Taufiq, enam bulan sebelum hakim agung pensiun MA sudah me­ngajukan surat permohonan seleksi ke KY.

Mengenai anggaran yang dibutuhkan selama proses se­leksi, Taufiqurahman tidak me­ngetahui secara pasti berapa be­sar anggarannya. “Yang tahu banyak Sekjen,” katanya.

Sebelumnya, Ketua Komisi Yudisial (KY) Eman Suparman mengaku tidak puas dengan ha­sil tes wawancara lima calon ha­­kim agung yang baru saja di­gelar. “Dari lima hanya satu yang memuaskan. Siapa orang­nya saya belum bisa jawab,” katanya.

Eman menegaskan, rata-rata para kandidat tidak memuaskan panelis. Sebab saat ditanya ja­wa­bannya tidak sesuai, bahkan tidak nyambung.

“Ditanya apa, jawabnya ke mana, muter-muter. Padahal kami bertanya sesuatu yang me­mang menjadi core business yang harus dimiliki seorang ha­kim agung,” katanya.

Bahkan hal yang paling mendasar seperti KUHAP (Ki­tab Undang-undang Hukum Acara Pidana), banyak calon ha­kim agung yang tidak bisa menjawab. Mereka beralasan lupa. “Padahal itu mendasar se­kali bagi para hakim, apalagi ha­kim karier. Seharusnya, de­ngan modal pengalaman 29 tahun mereka menguasai (ma­teri),” katanya.

 Erman mengakui, seleksi tahun ini, berbeda dengan 2011 yang jauh lebih baik. “Kalau hari ini saya hanya pilih satu yang bagus dari empat calon,” tegasnya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA