Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Telepon Di Posko Ujian Nasional Terus Berdering

Tampung Pengaduan Masyarakat, Sabtu-Minggu Buka

Sabtu, 21 April 2012, 10:45 WIB
Telepon Di Posko Ujian Nasional Terus Berdering
ilustrasi, Ujian Nasional

RMOL. Setiono terlihat sibuk memeriksa tumpukan berkas di Posko Pengaduan Ujian Nasional (UN) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Beberapa kali ketua penanggung jawab posko itu memanggil stafnya untuk menanyakan berkas laporan yang dibuat.

Berkas itu berisi data pe­ngaduan masyarakat mengenai penyelenggaraan ujian nasional yang diterima posko ini.

“Saya sedang memeriksa ber­kas pengaduan yang masuk dan sudah direkapitulasi berdasarkan jenis pengaduan yang masuk. Se­tiap hari kami harus me­la­por­kan ini pada atasan,” jelas Setiono.

Sejak 13 April lalu Kemen­dik­bud membuka pengaduan ujian nasional. Ujian nasional dimulai pada 16 April. Diawali tingkat SMA/SMK dan setingkat, SMP lalu tingkat sekolah dasar.

Pihak sekolah dan masyarakat bisa melaporkan segala per­ma­sa­lahan yang ditemui selama pe­lak­sanaan ujian nasional ke posko. Pelaporan bisa lewat telepon, pe­san pendek (SMS), e-mail mau­pun faximile.

Posko ini akan dibuka sampai 27 April. Sabtu dan Minggu tetap beroperasi untuk menerima pe­ngaduan. Ujian nasional untuk SMU/SMK dan setingkat diikuti 2,5 juta siswa. Terdiri dari 1.281.022 siswa laki-laki dan 1.299.420 siswa perempuan.

Seluruh siswa peserta ujian nasional berasal dari 27 ribu sekolah di seluruh Indonesia. Jumlah sekolah terbanyak ada di Jawa Timur, sebanyak 2.568. Se­mentara, jumlah kelas yang di­siap­kan pelaksanaan ujian ini se­banyak 148.352 ruangan dengan jumlah pengawas mencapai 296.704 orang.

Pelaksanaan ujian nasional untuk tingkat SMA selesai Kamis lalu (19/4). Namun kesibukan di posko pengaduan tak berkurang.

Posko pengaduan terletak di lantai dasar gedung C Kemen­dik­bud. Gedung terletak di belakang gedung utama yang merupakan kantor menteri.

Keberadaan posko bisa lang­sung ketika ketika memasuki lobby gedung ini. Sebuah banner warna biru mengenai posko ini dipasang di depan lobby.

Melewati pintu kaca, terdapat tiga ruangan yang hanya dipi­sahkan sebuah lemari kaca yang tembus pandang. Di bagian depan terdapat ruangan penerima tamu, ruang pimpinan dan satu lagi ruangan rekapitulasi pengaduan melalui e-mail.

Saat Rakyat Merdeka ber­kun­jung kemarin terlihat hanya enam orang yang berada di ruangan depan. Tiga di antaranya adalah staf yang ditugaskan menjaga posko. Tiga lainnya siswi SMK yang sedang melakukan praktik kerja lapangan (PKL).

Ruangan itu terlihat lengang. Beberapa komputer yang berada di ruangan ini dibiarkan menyala. Namun tak ada yang mem­fungsikannya.

“Bukan hanya ruangan ini, masih ada ruangan lain yang saat ini sedang sibuk melakukan re­ka­pitulasi. Ada ruangan khusus bagian pemantauan media yang menayangkan berita soal ujian nasional, ruangan pengaduan SMS hingga aduan yang melalui layanan telepon,” jelas Setiono.

Setiono lantas mengajak me­li­hat aktivitas itu melalui lo­rong yang berada persis di ba­gian te­ngah ruangan. Di dalam tiga rua­n­­gan yang ditun­ju­kan­nya se­jum­lah staf sibuk dengan pekerjaannya.

Hanya ruangan pengaduan la­yanan telepon saja yang kon­di­si­nya lengang. Di sini terlihat dua staf perempuan stand by di meja­nya masing-masing. Setiap orang dilengkapi earphone dan micro­phone yang berfungsi untuk men­dengar dan berbicaya saat me­nerima pengaduan lewat telepon.

“Satu hari pelaksanaan UN, justru ruangan itu yang paling si­buk. Seluruh meja yang ada di ruangan ini terisi petugas yang hampir tidak berhenti menerima aduan melalui telepon melalui saluran 177 dari Telkomsel,” ungkap Setiono.

Berapa pengaduan yang dite­rima posko ini? Setiono yang me­ngenakan baju batik warna coklat ini mengatakan hingga Kamis sore (19/4) ada 837 penga­duan yang masuk. Paling banyak lewat SMS yakni sebanyak 656 pengaduan.

Setiono dan staf posko lalu membagi pengaduan yang dite­rima dalam tiga kelompok. Per­tama kategori pengaduan yang jumlahnya 407. Kedua informasi pelaksanaan UN sebanyak 107 laporan. Pengaduan di luar itu dikategorikan “Lain-lain” yang jumlahnya 323.

Apakah semua pengaduan yang masuk telah ditindaklanjuti? Me­nurut Setiono, dari 837 penga­duan yang masuk hanya 17 pe­nga­duan yang ditindaklanjuti de­ngan turun ke lapangan. Hasil­nya, ternyata banyak laporan yang tidak benar.

Kenapa hanya sedikit yang di­tin­daklanjuti? “Seperti yang saya bilang, aduan ini ada tiga ka­te­go­ri. Dan yang langsung kami tin­dak­lanjuti adalah soal pe­ngaduan UN. Jumlah 17 itu setelah kami kroscek dan kami pilih ber­da­sar­kan kelengkapan informasi yang disampaikan,” tuturnya.

Ketujuh belasan pengaduan me­ngenai dugaan kebocoran soal, naskah soal rusak, isu kecu­rangan, soal tertukar, jual-beli soal, kecu­rangan naskah, kunci jawaban palsu dan pungutan ujian nasional.

“Dari kesemuanya kami perik­sa mana yang laporannya dengan datang yang lengkap. Misalnya jenis laporan, apa yang dilapor­kan dan sekolah mana yang di­la­porkan. Ternyata dari sekian ba­nyak itu, hanya 17 aduan saja yang informasinya jelas dan bisa ditindaklanjuti,” terangnya.

Menurut Setiono, setiap la­po­ran yang memenuhi syarat akan ditindaklanjuti. Sebelumnya pos­ko akan melapor ke atas. Nanti Irjen yang memerintahkan audi­tor dan pengawasnya yang ada di dae­rah untuk mengecek laporan itu.

Ia mencontohkan, ada orang tua murid yang melaporkan anak­nya dipungut biaya oleh sekolah untuk ujian nasional.

“Setelah kami cek, ternyata se­kolah yang dimaksud tidak me­lakukan pu­ngutan UN. Kalaupun ada (pu­ngutan) itu untuk biaya try out, bukan untuk UN,” kata dia.

Setiono melanjutkan ada pula laporan tentang beredarnya kun­ci jawaban di sejumlah sekolah. “Kita datangi beberapa sekolah yang dimaksud ternyata me­mang benar beredar kunci ja­wa­ban UN. Tapi setelah diselidiki, ternyata kunci jawaban itu tidak benar isinya. Dan masih banyak lagi,” tegasnya.

22 Persen Siswa Stres Hadapi UN

Hasil evaluasi pelaksanaan ujian nasional 2012 untuk tingkat SMA sederajat diketahui bahwa tingkat kecemasan siswa masih sangat tinggi. Ini mengacu survei yang dilakukan Kemendikbud kepada para peserta ujian.

“Tingkat kecemasan mengha­dapi UN menunjukkan sebagian besar peserta ujian merasa cemas. Dari hasil survei diketahui siswa yang merasa biasa-biasa saja 21 persen. Yang merasa cemas 56 per­s­en, dan yang merasa sangat cemas ada 22 persen,” ujar Men­dik­bud  Mohammad Nuh, di Ge­dung Kemendikbud, kemarin.

Nuh menjelaskan, sebelum melaksanakan UN Kemdikbud melakukan uji petik. Tujuannya mengetahui psikologis peserta. Namun, uji petik tersebut tidak dilakukan kepada seluruh peserta melainkan hanya sampling di sejumlah daerah saja.

Meski hasil survei masih me­nunjukkan tingginya kecemasan para peserta, namun menurutnya, itu tidak mengkhawatirkan dan menakutkan. Kata Nuh, ke­ce­ma­san itu adalah kondisi mental se­se­orang akibat adanya tantangan, tekanan, dan tuntutan untuk men­capai tujuan tertentu.

“Ini adalah hal yang wajar, karena semua siswa ingin lulus. Makanya itu tantangan yang harus dihadapinya. Sehingga, da­lam menjawab tantangan itu ujung­nya harus belajar dengan sungguh-sungguh,” imbuhnya.

Lebih lanjut Nuh mengatakan, kriteria keberhasilan pelaksanaan UN bukan hanya dilihat dari ting­kat kelulusan. Namun, kriteria ke­berhasilan UN yang paling pen­ting adalah mampu men­do­rong siswa untuk belajar dengan kuat.

“Kalau dengan UN siswa tidak belajar, maka UN itu dikatakan ti­dak berhasil. Kalau belajar sam­p­ai stres, artinya UN berhasil men­dorong siswa untuk belajar,” ungkap bekas rektor Insitut Tek­nologi Surabaya itu.

Dari Ikut Bimbel Sampai Ziarah Ke Makam Kiai

Ujian nasional untuk siswa SMU telah berakhir. Hari Senin (23/4) giliran siswa di tingkat SMP yang akan menempuhnya. Berbagai persiapan pun di­lakukan para pelajar demi bisa lulus ujian nasional.

Persiapan yang dilakukan mu­lai dari kegiatan yang lang­sung menunjang proses belajar menghadapi ujian hingga yang berbau klenik. Persiapan yang berkaitan lang­sung yakni me­ngikuti bimbingan belajar (bim­bel) empat mata pelajaran yang akan diujikan nanti.

SMP Negeri 12 Bogor adalah salah satu sekolah yang me­wa­jibkan siswa-siswinya men­gi­kuti bimbel untuk menghadapi UN. Bimbel tak dipungut biaya karena pengajarnya tetap guru-guru sekolah itu.

Bimbel yang diberikan me­li­puti mata pelajaran ma­te­ma­­­ti­ka, IPA, bahasa Inggris dan ba­hasa Indonesia. Agar sis­­wa fo­kus mempersiapkan diri me­ng­hadapi ujian nasio­nal, berbagai kegiatan ek­s­tra­ku­rikuler dikurangi.

Di sejumlah daerah siswa menghadapi ujian nasional dengan menggelar istighosah dan doa bersama. Kegiatan ini bertujuan agar siswa memiliki motivasi dan semangat tinggi mengikuti ujian tanpa beban.

Ada juga sekolah yang me­wa­jibkan siswanya mengikuti training Emotional Spiritual Quotient (ESQ) untuk menum­buhkan semangat, kebersamaan dan motivasi spiritual.

Namun persiapan yang ber­beda dilakukan siswa peserta ujian nasional di Malang, Jawa Timur. Selain menggelar isti­go­sah, ratusan pelajar di daerah ini juga menggelar ritual-ritual ber­ziarah ke makam kiai, hingga mendatangi ulama sambil mem­bawa pensil yang akan di­pa­kai saat ujian.

Menteri Pendidikan dan Ke­bu­dayaan (Mendikbud) Mo­hammad Nuh tak melarang sis­wa menggelar istigosah dalam menghadapi ujian nasional.

“Kalau dari awal ritual itu su­dah ada, kenapa mesti kita per­masalahkan? Saya pikir, berdoa dan istigosah merupakan ba­gi­an dari ikhtiar siswa untuk meng­hadapi kelulusan. Jadi si­la­kan saja,” ujarnya.

“Kalau tujuannya agar men­tal siswa itu siap dalam UN nan­ti, saya pikir istigosah dan doa bersama itu baik-baik saja. Tokh agama juga menganjurkan agar kita selalu berdoa untuk me­min­ta apa pun,” tambahnya.

Mendikbud memprediksi pe­laksanaan ujian nasional tingkat SMP lebih rumit dibandingkan SMA. Kerumitan itu, kata dia, disebabkan jumlah pesertanya lebih banyak.

“Peserta UN SMP mencapai 3,7 juta. Itu lebih banyak dari SMA yang hanya sekitar 2,5 juta,” kata Nuh, di Ke­men­di­k­bud, Jakarta, kemarin.

Sakit Diopname, Bisa Ikut Ujian Susulan

Siswa yang tak bisa mengikuti ujian nasional (UN) karena sa­kit dapat menempuh ujian su­su­lan, ujian paket C maupun me­ngulang ujian di tahun berikutnya.

Ketua Badan Standar Na­sio­nal Pendidikan (BSNP) Ke­mendikbud, Aman Wi­ra­kar­ta­ku­sumah mengatakan kebija­kan itu diberikan karena prin­sip­nya semua siswa berhak me­ngikuti ujian nasional. “Sis­wa yang berhalangan ikut UN tentu diberi kelonggaran khu­sus,” ujarnya.

Bila siswa sedang dirawat di rumah sakit, dia dapat mengi­kuti ujian susulan di sekolah atau subrayon terdekat. Sya­rat­nya membawa surat keterangan dari rumah sakit yang me­nya­takan yang bersangkut tengah dirawat dan dikawal seorang pengawas.

Jika sakitnya ber­ke­pan­ja­ngan, siswa tersebut dapat me­ngi­kuti ujian Paket C selama ma­sih berlangsung di tahun 2012. Kalaupun sakit terus hingga berganti tahun, siswa bo­leh ikut ujian nasional di ta­hun berikutnya.

“Namanya sakit kan tidak bisa diprediksi. Intinya UN ada­lah hak siswa, maka kita beri pelayanan khusus untuk mereka yang sakit,” pungkasnya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA