RMOL. Setiono terlihat sibuk memeriksa tumpukan berkas di Posko Pengaduan Ujian Nasional (UN) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Beberapa kali ketua penanggung jawab posko itu memanggil stafnya untuk menanyakan berkas laporan yang dibuat.
Berkas itu berisi data peÂngaduan masyarakat mengenai penyelenggaraan ujian nasional yang diterima posko ini.
“Saya sedang memeriksa berÂkas pengaduan yang masuk dan sudah direkapitulasi berdasarkan jenis pengaduan yang masuk. SeÂtiap hari kami harus meÂlaÂporÂkan ini pada atasan,†jelas Setiono.
Sejak 13 April lalu KemenÂdikÂbud membuka pengaduan ujian nasional. Ujian nasional dimulai pada 16 April. Diawali tingkat SMA/SMK dan setingkat, SMP lalu tingkat sekolah dasar.
Pihak sekolah dan masyarakat bisa melaporkan segala perÂmaÂsaÂlahan yang ditemui selama peÂlakÂsanaan ujian nasional ke posko. Pelaporan bisa lewat telepon, peÂsan pendek (SMS), e-mail mauÂpun faximile.
Posko ini akan dibuka sampai 27 April. Sabtu dan Minggu tetap beroperasi untuk menerima peÂngaduan. Ujian nasional untuk SMU/SMK dan setingkat diikuti 2,5 juta siswa. Terdiri dari 1.281.022 siswa laki-laki dan 1.299.420 siswa perempuan.
Seluruh siswa peserta ujian nasional berasal dari 27 ribu sekolah di seluruh Indonesia. Jumlah sekolah terbanyak ada di Jawa Timur, sebanyak 2.568. SeÂmentara, jumlah kelas yang diÂsiapÂkan pelaksanaan ujian ini seÂbanyak 148.352 ruangan dengan jumlah pengawas mencapai 296.704 orang.
Pelaksanaan ujian nasional untuk tingkat SMA selesai Kamis lalu (19/4). Namun kesibukan di posko pengaduan tak berkurang.
Posko pengaduan terletak di lantai dasar gedung C KemenÂdikÂbud. Gedung terletak di belakang gedung utama yang merupakan kantor menteri.
Keberadaan posko bisa langÂsung ketika ketika memasuki lobby gedung ini. Sebuah banner warna biru mengenai posko ini dipasang di depan lobby.
Melewati pintu kaca, terdapat tiga ruangan yang hanya dipiÂsahkan sebuah lemari kaca yang tembus pandang. Di bagian depan terdapat ruangan penerima tamu, ruang pimpinan dan satu lagi ruangan rekapitulasi pengaduan melalui e-mail.
Saat Rakyat Merdeka berÂkunÂjung kemarin terlihat hanya enam orang yang berada di ruangan depan. Tiga di antaranya adalah staf yang ditugaskan menjaga posko. Tiga lainnya siswi SMK yang sedang melakukan praktik kerja lapangan (PKL).
Ruangan itu terlihat lengang. Beberapa komputer yang berada di ruangan ini dibiarkan menyala. Namun tak ada yang memÂfungsikannya.
“Bukan hanya ruangan ini, masih ada ruangan lain yang saat ini sedang sibuk melakukan reÂkaÂpitulasi. Ada ruangan khusus bagian pemantauan media yang menayangkan berita soal ujian nasional, ruangan pengaduan SMS hingga aduan yang melalui layanan telepon,†jelas Setiono.
Setiono lantas mengajak meÂliÂhat aktivitas itu melalui loÂrong yang berada persis di baÂgian teÂngah ruangan. Di dalam tiga ruaÂnÂÂgan yang ditunÂjuÂkanÂnya seÂjumÂlah staf sibuk dengan pekerjaannya.
Hanya ruangan pengaduan laÂyanan telepon saja yang konÂdiÂsiÂnya lengang. Di sini terlihat dua staf perempuan stand by di mejaÂnya masing-masing. Setiap orang dilengkapi earphone dan microÂphone yang berfungsi untuk menÂdengar dan berbicaya saat meÂnerima pengaduan lewat telepon.
“Satu hari pelaksanaan UN, justru ruangan itu yang paling siÂbuk. Seluruh meja yang ada di ruangan ini terisi petugas yang hampir tidak berhenti menerima aduan melalui telepon melalui saluran 177 dari Telkomsel,†ungkap Setiono.
Berapa pengaduan yang diteÂrima posko ini? Setiono yang meÂngenakan baju batik warna coklat ini mengatakan hingga Kamis sore (19/4) ada 837 pengaÂduan yang masuk. Paling banyak lewat SMS yakni sebanyak 656 pengaduan.
Setiono dan staf posko lalu membagi pengaduan yang diteÂrima dalam tiga kelompok. PerÂtama kategori pengaduan yang jumlahnya 407. Kedua informasi pelaksanaan UN sebanyak 107 laporan. Pengaduan di luar itu dikategorikan “Lain-lain†yang jumlahnya 323.
Apakah semua pengaduan yang masuk telah ditindaklanjuti? MeÂnurut Setiono, dari 837 pengaÂduan yang masuk hanya 17 peÂngaÂduan yang ditindaklanjuti deÂngan turun ke lapangan. HasilÂnya, ternyata banyak laporan yang tidak benar.
Kenapa hanya sedikit yang diÂtinÂdaklanjuti? “Seperti yang saya bilang, aduan ini ada tiga kaÂteÂgoÂri. Dan yang langsung kami tinÂdakÂlanjuti adalah soal peÂngaduan UN. Jumlah 17 itu setelah kami kroscek dan kami pilih berÂdaÂsarÂkan kelengkapan informasi yang disampaikan,†tuturnya.
Ketujuh belasan pengaduan meÂngenai dugaan kebocoran soal, naskah soal rusak, isu kecuÂrangan, soal tertukar, jual-beli soal, kecuÂrangan naskah, kunci jawaban palsu dan pungutan ujian nasional.
“Dari kesemuanya kami perikÂsa mana yang laporannya dengan datang yang lengkap. Misalnya jenis laporan, apa yang dilaporÂkan dan sekolah mana yang diÂlaÂporkan. Ternyata dari sekian baÂnyak itu, hanya 17 aduan saja yang informasinya jelas dan bisa ditindaklanjuti,†terangnya.
Menurut Setiono, setiap laÂpoÂran yang memenuhi syarat akan ditindaklanjuti. Sebelumnya posÂko akan melapor ke atas. Nanti Irjen yang memerintahkan audiÂtor dan pengawasnya yang ada di daeÂrah untuk mengecek laporan itu.
Ia mencontohkan, ada orang tua murid yang melaporkan anakÂnya dipungut biaya oleh sekolah untuk ujian nasional.
“Setelah kami cek, ternyata seÂkolah yang dimaksud tidak meÂlakukan puÂngutan UN. Kalaupun ada (puÂngutan) itu untuk biaya try out, bukan untuk UN,†kata dia.
Setiono melanjutkan ada pula laporan tentang beredarnya kunÂci jawaban di sejumlah sekolah. “Kita datangi beberapa sekolah yang dimaksud ternyata meÂmang benar beredar kunci jaÂwaÂban UN. Tapi setelah diselidiki, ternyata kunci jawaban itu tidak benar isinya. Dan masih banyak lagi,†tegasnya.
22 Persen Siswa Stres Hadapi UN
Hasil evaluasi pelaksanaan ujian nasional 2012 untuk tingkat SMA sederajat diketahui bahwa tingkat kecemasan siswa masih sangat tinggi. Ini mengacu survei yang dilakukan Kemendikbud kepada para peserta ujian.
“Tingkat kecemasan menghaÂdapi UN menunjukkan sebagian besar peserta ujian merasa cemas. Dari hasil survei diketahui siswa yang merasa biasa-biasa saja 21 persen. Yang merasa cemas 56 perÂsÂen, dan yang merasa sangat cemas ada 22 persen,†ujar MenÂdikÂbud Mohammad Nuh, di GeÂdung Kemendikbud, kemarin.
Nuh menjelaskan, sebelum melaksanakan UN Kemdikbud melakukan uji petik. Tujuannya mengetahui psikologis peserta. Namun, uji petik tersebut tidak dilakukan kepada seluruh peserta melainkan hanya sampling di sejumlah daerah saja.
Meski hasil survei masih meÂnunjukkan tingginya kecemasan para peserta, namun menurutnya, itu tidak mengkhawatirkan dan menakutkan. Kata Nuh, keÂceÂmaÂsan itu adalah kondisi mental seÂseÂorang akibat adanya tantangan, tekanan, dan tuntutan untuk menÂcapai tujuan tertentu.
“Ini adalah hal yang wajar, karena semua siswa ingin lulus. Makanya itu tantangan yang harus dihadapinya. Sehingga, daÂlam menjawab tantangan itu ujungÂnya harus belajar dengan sungguh-sungguh,†imbuhnya.
Lebih lanjut Nuh mengatakan, kriteria keberhasilan pelaksanaan UN bukan hanya dilihat dari tingÂkat kelulusan. Namun, kriteria keÂberhasilan UN yang paling penÂting adalah mampu menÂdoÂrong siswa untuk belajar dengan kuat.
“Kalau dengan UN siswa tidak belajar, maka UN itu dikatakan tiÂdak berhasil. Kalau belajar samÂpÂai stres, artinya UN berhasil menÂdorong siswa untuk belajar,†ungkap bekas rektor Insitut TekÂnologi Surabaya itu.
Dari Ikut Bimbel Sampai Ziarah Ke Makam Kiai
Ujian nasional untuk siswa SMU telah berakhir. Hari Senin (23/4) giliran siswa di tingkat SMP yang akan menempuhnya. Berbagai persiapan pun diÂlakukan para pelajar demi bisa lulus ujian nasional.
Persiapan yang dilakukan muÂlai dari kegiatan yang langÂsung menunjang proses belajar menghadapi ujian hingga yang berbau klenik. Persiapan yang berkaitan langÂsung yakni meÂngikuti bimbingan belajar (bimÂbel) empat mata pelajaran yang akan diujikan nanti.
SMP Negeri 12 Bogor adalah salah satu sekolah yang meÂwaÂjibkan siswa-siswinya menÂgiÂkuti bimbel untuk menghadapi UN. Bimbel tak dipungut biaya karena pengajarnya tetap guru-guru sekolah itu.
Bimbel yang diberikan meÂliÂputi mata pelajaran maÂteÂmaÂÂÂtiÂka, IPA, bahasa Inggris dan baÂhasa Indonesia. Agar sisÂÂwa foÂkus mempersiapkan diri meÂngÂhadapi ujian nasioÂnal, berbagai kegiatan ekÂsÂtraÂkuÂrikuler dikurangi.
Di sejumlah daerah siswa menghadapi ujian nasional dengan menggelar istighosah dan doa bersama. Kegiatan ini bertujuan agar siswa memiliki motivasi dan semangat tinggi mengikuti ujian tanpa beban.
Ada juga sekolah yang meÂwaÂjibkan siswanya mengikuti training Emotional Spiritual Quotient (ESQ) untuk menumÂbuhkan semangat, kebersamaan dan motivasi spiritual.
Namun persiapan yang berÂbeda dilakukan siswa peserta ujian nasional di Malang, Jawa Timur. Selain menggelar istiÂgoÂsah, ratusan pelajar di daerah ini juga menggelar ritual-ritual berÂziarah ke makam kiai, hingga mendatangi ulama sambil memÂbawa pensil yang akan diÂpaÂkai saat ujian.
Menteri Pendidikan dan KeÂbuÂdayaan (Mendikbud) MoÂhammad Nuh tak melarang sisÂwa menggelar istigosah dalam menghadapi ujian nasional.
“Kalau dari awal ritual itu suÂdah ada, kenapa mesti kita perÂmasalahkan? Saya pikir, berdoa dan istigosah merupakan baÂgiÂan dari ikhtiar siswa untuk mengÂhadapi kelulusan. Jadi siÂlaÂkan saja,†ujarnya.
“Kalau tujuannya agar menÂtal siswa itu siap dalam UN nanÂti, saya pikir istigosah dan doa bersama itu baik-baik saja. Tokh agama juga menganjurkan agar kita selalu berdoa untuk meÂminÂta apa pun,†tambahnya.
Mendikbud memprediksi peÂlaksanaan ujian nasional tingkat SMP lebih rumit dibandingkan SMA. Kerumitan itu, kata dia, disebabkan jumlah pesertanya lebih banyak.
“Peserta UN SMP mencapai 3,7 juta. Itu lebih banyak dari SMA yang hanya sekitar 2,5 juta,†kata Nuh, di KeÂmenÂdiÂkÂbud, Jakarta, kemarin.
Sakit Diopname, Bisa Ikut Ujian Susulan
Siswa yang tak bisa mengikuti ujian nasional (UN) karena saÂkit dapat menempuh ujian suÂsuÂlan, ujian paket C maupun meÂngulang ujian di tahun berikutnya.
Ketua Badan Standar NaÂsioÂnal Pendidikan (BSNP) KeÂmendikbud, Aman WiÂraÂkarÂtaÂkuÂsumah mengatakan kebijaÂkan itu diberikan karena prinÂsipÂnya semua siswa berhak meÂngikuti ujian nasional. “SisÂwa yang berhalangan ikut UN tentu diberi kelonggaran khuÂsus,†ujarnya.
Bila siswa sedang dirawat di rumah sakit, dia dapat mengiÂkuti ujian susulan di sekolah atau subrayon terdekat. SyaÂratÂnya membawa surat keterangan dari rumah sakit yang meÂnyaÂtakan yang bersangkut tengah dirawat dan dikawal seorang pengawas.
Jika sakitnya berÂkeÂpanÂjaÂngan, siswa tersebut dapat meÂngiÂkuti ujian Paket C selama maÂsih berlangsung di tahun 2012. Kalaupun sakit terus hingga berganti tahun, siswa boÂleh ikut ujian nasional di taÂhun berikutnya.
“Namanya sakit kan tidak bisa diprediksi. Intinya UN adaÂlah hak siswa, maka kita beri pelayanan khusus untuk mereka yang sakit,†pungkasnya. [Harian Rakyat Merdeka]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.