Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Lindu Besar, Sirine Langsung Berbunyi

Ngintip Jeroan Pusat Gempa Nasional BMKG

Sabtu, 14 April 2012, 09:33 WIB
Lindu Besar, Sirine Langsung Berbunyi
ilustrasi

RMOL. Seorang pria mengenakan seragam biru duduk di belakang meja bertuliskan “P1 Seiscomp3”. Pria ini terus menatap ke layar komputer yang menampilkan gambar kepulauan Indonesia. Gambar pulau Sumatera terlihat diperbesar.

Selama satu jam, pria ini sibuk melakukan analisa terhadap tampilan yang ada di layar itu. Sesekali pria ini melihat ke arah depan dimana terdapat dua layar ukuran besar. Layar sebelah kiri yang menampilkan gambar peta kepulauan Indonesia berikut intensitas gempa yang terjadi.

“Meja P1 itu merupakan tem­pat pertama yang harus bekerja ke­tika gempa terjadi. Karena tu­gasnya untuk mendeteksi ke­kua­tan dan sumber gempa yang ter­jadi,” jelas Titi Handayani, staf Badan Meteorologi, Klimatologi dan  Geofisika (BMKG).

Seperti diketahui, Rabu sore (11/4) gempa berkekuatan 8,5 SR mengguncang Simeuleue dan Banda Aceh. Lindu yang terjadi pukul 15.30 WIB itu berpotensi tsunami. Pusat gempa terletak di kedalaman 10 kilometer di 364 kilometer Barat Daya Kabupaten Simeulue, 434 kilometer Barat Daya Meulaboh, dan sekitar 443 kilometer dari Banda Aceh de­ngan pusat koordinat 2,31 derajat Lintang Utara (LU) dan 92,67 derajat Bujur Timur.

Sehari paska gempa besar itu BMKG terus melansir informasi gempa susulan yang melanda wi­layah pulau Sumatera. Informasi itu dilansir dari kantor BMKG di Jalan Angkasa I Nomor 2 Ke­ma­yoran, Jakarta Pusat.

Ruangan pemantauan gempa berada di lantai dua gedung yang terletak di sebelah kanan dari pin­tu masuk. Aktivitas di dalam rua­ngan ini tak bisa dilihat. Sebab, hanya staf BMKG yang boleh masuk ke dalam.

Naik ke lantai tiga terlihat be­be­rapa ruangan yang bentuk dan ukurannya nyaris sama. Aktivitas staf yang memantau gempa bisa dilihat dari ruangan yang terletak di tengah. Ruangan ini biasa di­pakai BMKG saat menggelar konferensi pers.

Memasuki ruangan ini, terlihat dinding kaca besar. Dari sini bisa terlihat aktivitas di ruangan pe­mantauan gempa di lantai dua. Termasuk staf yang sedang menganalisa data di meja P1 Seiscomp3

Di balik dinding kaca terdapat ruangan besar yang diberi nama Warning Room Ina TEWS. Ina TEWS adalah kependekan dari Indonesia Tsunami Early War­ning System. Pendek kata di sinilah otak dari Pusat Gempa Nasional.

“Ruangan inilah yang terus memantau terjadinya gempa di se­jumlah wilayah tanah air, ter­masuk Aceh dan sekitarnya. Ruangan ini terkoneksi dengan seluruh BMKG yang ada di dae­rah, negara lain dan juga media televisi,” jelas Titi.

Dua layar ukuran besar dipa­sang di dinding depan. Berhadap-hadapan dengan delapan meja panjang berbentuk melengkung. Dua layar besar ini mengapit layar kecil yang berisi informasi perhitungan waktu.

Layar di tengah ini juga me­nam­pilkan gambar suasana di pinggir laut di empat tempat ber­beda. “Saat ini kami sedang pan­tau dua laut di wilayah Aceh, Me­­dan dan Bali. Terkadang la­yar itu juga menam­pilkan gam­bar ping­giran laut di daerah lain,” jelas Titi.

Di dinding bagian kiri dan kanan dipasang 10 televisi layar datar berukuran 28 inci. Se­mua­nya menyala, menampilkan gambar siaran 10 stasiun televisi yang berbeda.

“Di ruangan itu kami memiliki koneksi dengan hampir seluruh jaringan TV nasional di Indo­nesia. Maka ketika terjadi gempa, melalui ruangan ini kami bisa sampaikan informasi ke seluruh televisi nasional,” kata Tati.

Kenapa meja di ruang pe­man­tauan banyak yang kosong? Me­nu­rut wanita berkerudung biru itu, bila terjadi gempa besar dua staf akan siaga di setiap meja un­tuk melakukan pemantauan. Se­telah intensitas gempa mereda, cu­kup satu staf saja yang memantau.

Titi membantah meja yang kosong menandakan penurunan aktivitas pemantauan gempa. Kata dia, ada dan tidak ada gem­pa, pemantauan di ruangan ini berlangsung 24 jam dalam sehari tanpa kenal libur.

“Staf yang bekerja di ruangan ini dibagi dua shift. Satu shift lama kerjanya 12 jam. Hari Sabtu dan Minggu ataupun hari besar lainnya, ruangan ini tetap be­kerja,” kata wanita berkulit sawo matang ini.

Selain memantau dengan memperhatikan layar besar di depan ruangan maupun di meja P1, menurut Tuti, ruangan ini juga dilengkapi sirine yang akan berbunyi otomatis ketika terjadi gempa berkekuatan besar.

“Jadi, tidak perlu semua petu­gas terus stand by di mejanya ma­sing-masing. Sebab akan nada si­rine yang memberitahu ketika gem­pa terjadi. Namun untuk meja P1, tetap harus ditunggu petu­gas, minimal 1 orang,” jelas Titi.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho mengatakan gempa yang melanda pulau Su­ma­tera Rabu lalu hanya me­nyebabkan tsunami kecil. Sebab, pusat gempa di luar zona sub­duksi atau tempat bertemunya dua lempeng.

Gempa pertama yang berskala besar dan sejumlah gempa susu­lan terjadi di sebelah barat zona sub­duksi, menjauh dari daratan Pu­lau Sumatera.

Kata dia, gempa kali ini ber­beda dari gempa yang melanda Aceh pada 2004. Gempa yang ber­pusat di luar zona subduksi te­tap berpotensi tsunami tapi kecil. “Gempa juga terjadi akibat sesar geser, bukan naik atau turun,” ujar Sutopo menambahkan.

Ia menjelaskan, ada tiga ge­rakan sesar, yakni vertikal, hori­zontal, dan miring (oblique). Ge­rak sesar vertikal lebih berpotensi mengakibatkan tsunami. Pada gempa kali ini, gerak sesarnya miring. Didominasi gerak sesar datar. Tetap bisa menyebabkan tsunami tapi sangat kecil.

Berdasarkan pemantauan BMKG, tsunami yang melanda Meulaboh pada pukul 17.04 WIB hanya setinggi 80 centimeter. Em­pat menit sebelumnya, Sa­bang dilanda tsunami setinggi enam centimeter.

Pemantauan Bakosurtanal tak jauh berbeda. Di Meulaboh, ting­gi tsunami 1,02 meter. Di Lahewa (Nias Utara) 1 meter.

5 Meninggal Karena Jantungan Dan Syok

Badan Nasional Penanggu­langan Bencana (BNPB) m­e­nyatakan gempa dengan ke­kuatan 8,5 SR yang melanda Aceh dan sekitarnya menelan korban jiwa.

BNPB mencatat lima orang meninggal dunia.  Namun ke­lima korban jiwa itu meninggal bukan disebabkan langsung gem­pa yang terjadi. Mereka me­ninggal akibat serangan jan­tung dan syok saat terjadi gempa.

Kelima korban tewas ter­se­bar di sejumlah tempat. Se­orang di Banda Aceh, seorang di Lhoksemauwe, dua di Kabu­paten Aceh Besar, dan seorang di Kabupaten Aceh Barat Daya.

Kelima korban meninggal Yatim Kulam (70 tahun), Fau­ziah (60) tahun), M Yusuf (70 tahun), Hatijah Hamid (70 ta­hun) dan satu orang yang belum diketahui namanya.

Sementara itu, Pangdam I Bukit Barisan Mayor Jenderal Lodewijk F Paulus, m­enga­ta­kan, gempa yang melanda Aceh tidak menimbulkan kerusakan maupun menyebab jatuh kor­ban jiwa langsung.

Pangdam segera memantau dengan pesawat udara ke wi­la­yah yang dilanda gempa setelah melakukan gelar pasukan pe­ngamanan Wapres Boediono di Medan, Sumatera Utara.

Bekerja sama dengan Pang­kalan Udara (Lanud) Medan, pi­haknya menyisir wilayah Su­matera bagian utara dan ham­pir seluruh wilayah Aceh, ter­uta­ma di Simeulue yang men­jadi pusat gempa.

Menurut Pangdam, prajurit Lanud Medan telah meninjau ke Simeulue. Tidak ditemukan kerusakan akibat gempa. “Si­meulue memiliki protap (pr­o­se­dur tetap) yang bagus (meng­ha­da­pi gempa),” katanya.

Dipasang Enam Alat Pemantau, Bali Aman Dari Tsunami

Tak lama setelah gempa besar melanda pulau Sumatera bere­dar kabar bahwa Bali juga akan diterjang tsunami. Kabar ini me­nyebar lewat jaring sosial dan membuat resah.

Badan Meteorologi, Kli­ma­to­logi dan Geofisika (BMKG) Wi­layah III Denpasar me­mas­tikan alat peringatan tsunami yang dipasang di enam lokasi be­r­fungsi baik. Alat itu rutin dicek.

“Kami secara rutin mencoba alat tersebut setiap bulan tang­gal 26 guna mengetahui kiner­janya,” kata Kepala BMKG Denpasar, I Wayan Suardana, kemarin.

Setiap uji coba, alat pe­rin­ga­tan tsunami tersebut berfungsi baik. Alat itu dipasang di sekitar Sanur, Tanjung Benoa, Se­mi­nyak, Kuta, Kedonganan dan Nusa Dua. â€Alat tersebut akan memberikan sinyal peringatan jika terjadi gempa di lautan de­ngan kekuatan di atas 7 Skala Richter,” ujarnya.

Wayan menjelaskan bila ada gempa yang berpusat di laut dangkal, software khusus di BMKG akan memberikan peringatan. “Peringatan terse­but akan mun­cul lima menit setelah ter­jadi gempa dengan indikasi se­perti itu,” ujarnya.

Menurut dia, informasi pe­ri­ngatan tsunami hanya disam­pai­kan ke pihak terkait. Untuk evakuasi penduduk menjadi tanggung jawab Pusat Pe­ngen­dalian Operasional (Pusdalops) Penanggulangan Bencana.

‘’Ada waktu sekitar 15-20 menit bagi pihak terkait untuk mengevakuasi penduduk dari wilayah pantai jika terjadi pe­ringatan tsunami,” kata Wayan.

Wah, Peringatan Dini Tsu­nami Bermasalah Wakil Pre­si­den Boediono mengakui ada masalah pada sirine peringatan tsu­nami saat gempa melanda pulau Sumatera Rabu lalu. Boe­diono meminta daerah yang ra­wan gempa agar lebih waspada.

“Ada beberapa masalah. Ma­salah kepanikan, masalah sirine yang tidak jalan,” ujar Boe­di­o­no usai kunjungan ke Bandara Kualanamu, Sumatera Utara, kemarin.

Tidak hanya masalah sirine, Boediono juga menyebut ada masalah pada alat pelampung yang dipasang di laut. Alat itu belum menyambung ke satelit. Padahal, alat ini berfungsi seba­gai peringatan dini tsunami.

“Jadi intinya (ini) pelajaran bag­i Aceh dan daerah rawan yang rawan gempa,” kata Boediono.

Boediono bersyukur gempa besar yang melanda Aceh dan wilayah lainnya di Sumatera ti­dak banyak menelan korban.

Berkaca dari pengalaman, Boediono meminta daerah se­perti Mentawai dan Padang te­rus meningkatkan kewas­padaan terhadap gempa. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA