RMOL. Kejaksaan Agung masih mendalami kasus penyalahgunaan pita frekuensi 2,1 Ghz yang diperkirakan merugikan negara Rp 3,8 triliun. Sejumlah saksi dari PT Indosat dan anak perusahaannya, PT Indosat Mega Media (IM2), diperiksa penyidik Kejagung.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Noor Rachmad menyampaikan, pihakÂnÂya sudah memanggil dan meÂmeriksa sejumlah saksi perkara ini. “Sudah lebih dari 10 orang yang diperiksa,†ujarnya.
Pada Jumat (10/2), penyidik Kejaksaan Agung memeriksa dua pegawai Indosat sebagai saksi. Mereka adalah, Group Head ReÂguÂlatory PT Indosat Tim RisarÂgati dan Group Head IT OpeÂraÂtion PT Indosat Dede Rusnandar.
Pada Senin (6/2), penyidik kemÂbali memeriksa empat orang pegawai PT Indosat, yakni, MaÂnaÂger Channel Strategy and DeÂvelopment Umi Suryani, Assisten Manager Marketing ComÂmuÂniÂcation Irfan Siregar, Manager IT Operation Syaiful Anwar dan MaÂnager Treasury and Collection Budiyanto. Keempatnya juga diperiksa sebagai saksi.
Pada Jumat (3/2), penyidik meÂmeriksa tujuh pegawai PT IndoÂsat, yakni, DH Channel ManaÂgement Suwignyo, DH Card dan Voucher Management MuhamÂmad Yazid, DH Customer Tel OpeÂrator Collection Manager Budi Hartono, DH Customer SerÂvice Operation Insosiana Pelu, DH Marketing Communication Turina Farouk, Group Content and Garming Tiurma Elisabeth NoÂvita dan Manager Fixed WireÂless Broadband Benny HuÂtaÂgalung. Pemeriksaan dilakukan mulai pukul sembilan pagi. “KeÂtujuhnya dipanggil sebagai sakÂsi,†kata Noor.
Menurut Noor, kemungkinan peÂnetapan tersangka baru kasus ini terbuka, sesuai hasil pengemÂbaÂngan penyidikan di Kejaksaan Agung. “Masalah tersangka baru, itu tergantung bagaimana perÂkemÂbangan penyidikan. SepanÂjang ditemukan fakta perbuatan yang memenuhi kualifikasi tinÂdak pidana korupsi, didukung alat bukti, pasti dimintai perÂtangÂgungÂjawaban sebagai tersangka, siapa pun orangnya,†kata dia.
Kejaksaan Agung telah meneÂtapkan bekas bos PT Indosat MeÂga Media yang berinisial IA seÂbagai tersangka kasus pengunaan jaringan frekuensi 2,1 Ghz tanpa izin atau tanpa melakukan pemÂbayaran kepada pemerintah.
Tersangka IA dijerat dengan PaÂsal 2 dan Pasal 3 Undang UnÂdang Tindak Pidana Korupsi (TiÂpikor). Akan tetapi, hingga Jumat lalu, Kejaksaan Agung belum melakukan penahanan terhadap tersangka. “Itu tergantung penyiÂdik,†alasan Noor.
Lebih lanjut, Noor mengaÂtaÂkan, jika pihak PT Indosat dan PT IM2 menyangkal telah melaÂkuÂkan pelanggaran dan korupsi, hal itu adalah sesuatu yang wajar. “Tapi, kami tidak akan berÂpoÂlemik di media massa mengenai tanggapan mereka itu. Ruangnya bukan di media massa, tetapi di persidangan nanti,†ujarnya.
Komunitas Teknologi InforÂmaÂsi Komunikasi (TIK) memprotes KeÂjaksaan Agung yang meÂnetapkan Âkolega mereka, bos PT IM2 sebagai tersangka perkara yang diduga merugikan negara Rp 3,8 triliun.
Menurut Sekjen Dewan PeÂnguÂrus Harian Masyarakat TeleÂMaÂtika Indonesia (Mastel) Mas WigÂrantoro, sangkaan Kejaksaan Agung bahwa PT IM2 melakuÂkan tindakan merugikan keÂuaÂngan negara karena tidak membaÂyarÂkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP), tidak tepat. “PT IM2 membayar sewa jaringan ke Indosat, selanjutnya Indosat yang membayarkan PNBP ke negara. Indosat sebagai penyelenggara jaringan. Jadi, tidak ada kerugian negara,†tandasnya.
Menurut Division Head Public Relation PT Indosat Djarot HanÂdoko, penyediaan layanan interÂnet 3G broadband oleh IM2 telah mengikuti undang-undang dan aturan yang berlaku. “Hal ini teÂlah dijelaskan kepada pihak-piÂhak terkait, termasuk pihak reguÂlator,†ujar Djarot.
REKA ULANG
Diambil Alih Dari Kejati Jabar
Kejaksaan Agung meÂngamÂbil alih kasus penyalahgunaan pita frekuensi 2,1 Ghz yang diÂperÂkirakan merugikan negara Rp 3,8 triliun dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, mengingat lokasi keÂjadian tidak hanya di Jawa Barat, tapi juga di Jakarta.
Jaksa Agung Muda Pidana KhuÂsus Andhi Nirwanto memÂbantah kasus dugaan korupsi pada penyalahgunaan pita freÂkuensi 2,1 Ghz itu diambil alih Kejaksaan Agung karena nilai keÂrugian negaranya mencapai triÂliunan rupiah. “Bukan karena keÂrugian negaranya lebih besar. KaÂlau hanya level Jawa Barat, wiÂlaÂyah hukumnya hanya Jawa Barat. Tapi kalau kami yang tangani, wilayah hukumnya akan lebih luas,†katanya.
Awalnya, kasus ini dilaporkan LSM Konsumen Telekomunikasi Indonesia (KTI) ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat. KTI meÂlaÂporÂkan Indosat dan anak perusaÂhaanÂnya, yakni IM2 atas dugaan peÂnyalahgunaan pita frekuensi 3G. Indosat, Telkomsel dan XL meÂruÂpakan pemenang tender freÂkuenÂsi 3G pada tahun 2007.
Namun, menurut KTI, Indosat melakukan pelanggaran dengan menjual internet bergerak (broadÂbÂand) kepada IM2 yang tidak ikut tender. IM2 merupakan perusaÂhaan penyelenggara broadband yang saat itu masih berstatus perusahaan private, walau kemuÂdian pada November melakukan migrasi ke Indosat.
Dugaan kerugian negara juga ditemukan karena ada potensi kehilangan pajak nilai biaya hak penggunaan (BHP) jasa teleÂkoÂmuÂnikasi sejak tahun 2007. KTI menduga ada pelanggaran Pasal 33 Undang Undang Nomor 36 TaÂhun 1999 tentang TeleÂkoÂmuniÂkasi, Pasal 58 ayat 3, dan PeraÂtuÂran Menteri Nomor 7 Tahun 2006.
Menurut Kapuspenkum KejaÂgung Noor Rochmad, anak peruÂsaÂhaan PT Indosat, PT IM2 tidak pernah mengikuti seleksi peleÂlaÂngan pita jaringan bergerak seÂluÂler pada pita frekuensi 2,1 GHz. Akan tetapi, perusahaan itu meÂnyelenggarakan jaringan tersebut melalui kerjasama yang dibuat antara IM2 dengan Indosat. “IM2 itu sebenarnya hanya anak peÂrusahaan Indosat,†ujarnya.
Dalam bidang usahanya, jelas Noor, PT IM2 hanya bergerak daÂlam layanan internet. “IM2 ini seÂbagai penyelenggara jasa teÂleÂkoÂmunikasi menyalahgunakan jaÂriÂngan bergerak seluler frekuensi 3G. Mereka menggunakan jariÂngan 3G tanpa izin pemerintah,†katanya.
PT IM2, lanjut Noor, hanya meÂmÂiliki izin sebagai internet serÂvice provider, bukan penyeÂlengÂgara jaringan bergerak seluler. Seharusnya, PT IM2 membayar biÂaya-biaya yang diwajibkan kepada penyelenggara jaringan seluler sebagaimana ketentuan perundang-undangan, antara lain Pasal 33 Undang Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang TeleÂkoÂmunikasi dan Peraturan MeÂnÂteri NoÂmor 7 Tahun 2006.
Semestinya Cepat Ke Pengadilan
Alvon Kurnia Palma, Ketua YLBHI
Ketua Yayasan Lembaga BanÂtuan Hukum Indonesia (YLBHI) Alvon Kurnia Palma menilai, Kejaksaan Agung lamban dalam menangani kasus penyalahgunaan pita frekuensi 2,1 Ghz yang diperkirakan meÂrugikan negara Rp 3,8 triliun.
Sebab, menurut Alvon, saÂngat sulit diterima akal sehat jika perkara dengan kerugian negara Rp 3,8 triliun, terÂsangÂkanya hanya satu orang. “TerÂsangka yang masih satu orang, merupakan bentuk kelambanan Kejaksaan Agung,†tandasnya.
Jika memang dari awal meÂmiliki bukti-bukti yang meÂmaÂdai, lanjut Alvon, seharusnya Kejaksaan Agung bisa meÂmÂroses kasus tersebut dengan ceÂpat ke pengadilan. “Seharusnya memang sudah mengantongi dua alat bukti yang kuat jika menetapkan seseorang sebagai tersangka, sehingga bisa cepat ke pengadilan,†tandasnya.
Proses hukum sampai ke persidangan dengan prinsip ceÂpat dan murah itu harus diÂpeÂgang teguh penyidik. Sebab, jika proses penyidikan lama, tak jarang akan menyebabkan blunÂder.
“Kejaksaan Agung harus cepat memroses, jangan dibuat lama. Itu perlu agar tidak terjadi kerugian psikologis bagi terÂsangka dan para saksi. Mereka juga butuh kepastian hukum dan statusnya,†ucap Alvon.
Dia mengingatkan, proses penyidikan yang bertele-tele dan memakan waktu yang lama tidak akan efektif mewujudkan keadilan. Sebab, menurut dia, tidak jarang proses yang lama itu dijadikan ajang mencari keuntungan bagi pihak-pihak tertentu.
“Jaksa tak boleh sengaja memÂperlama proses, atau meÂlaÂkukan teror terhadap tersangÂka dan saksi. Tak boleh pula menjadikan proses yang lama itu sebagai kesempatan menÂjadiÂkan tersangka atau para saksi sebagai ATM. Kasus harus segera diproses sampai ke peÂngaÂdilan,†ujarnya.
Tidak Boleh jadi Ajang Mainan Saja
Nasir Jamil, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Nasir Jamil mengingatkan KeÂjaksaan Agung agar benar-beÂnar memiliki bukti bahwa anak perusahaan PT Indosat, yakni PT Indosat Mega Media (IM2) merugikan negara Rp 3,8 triliun terkait penyalahgunaan pita freÂkuensi 2,1 Ghz.
Jika tidak memiliki dasar dan bukti yang kuat, menurut poÂlitisi PKS ini, Kejaksaan Agung bakal menanggung malu di peÂngadilan. Tapi sebaliknya, kaÂlau memang mengantongi bukÂti-bukti yang kuat, sehingga terÂdakwa perkara ini divonis berÂsalah oleh hakim, maka citra KeÂjagung bisa agak meningkat.
Nasir pun mengingatkan agar penanganan kasus seperti ini jangan sampai dijadikan lahan untuk “bermain†oknum-okÂnum jaksa. Proses penyelidikan dan penyidikan yang transparan serta didasarkan aturan hukum serta keadilan, kata dia, perlu ditekankan bagi penyidik. SeÂhingga, tidak menjadikan kasus ini sebagai pekerjaan yang sia-sia. “Jangan sampai kasus ini dijadikan mainan jaksa saja,†ujarnya.
Lantaran itu, Nasir mengajak semua pihak untuk mengawasi kinerja Kejaksaan Agung dalam mengusut perkara tersebut. PeÂngusutan perkara seperti ini, meÂnurutnya, akan kembali meÂnguak sejauh mana profeÂsioÂnaÂlitas Kejaksaan Agung.
Tentu saja, kata Nasir, publik akan memberikan penilaian atas setiap kinerja kejaksaan. “Kalau perlu, Komisi Kejaksaan perlu ikut secara intens memantau peÂnangangan kasus ini di KejakÂsaÂan Agung,†katanya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: