Jumlah tersebut merupakan saldo PNBP yang belum diseÂtorÂkan ke kas negara. Dananya bersumber dari satuan kerja perwakilan IndoÂnesia per 31 Desember 2009.
“PNBP itu terlambat diseÂtorkan karena adanya kendala adÂministrasi, berupa kurang lengÂkapnya laporan mengenai penÂjelasan asal pendapatan tersebut. PNBP itu bisa banyak sumbernya seÂperti dari warga negara asing yang membuat visa. Kalau keteÂrangannya kurang terperinci, pasÂti ditolak KPPN (Kantor PelaÂyanan Perbendaharan Negara-red),†kata Kepala Biro KeÂuangan Kemenlu, Jonny Sinaga keÂpada Rakyat Merdeka, di JaÂkarta, belum lama ini.
Pria berkacamata ini mengÂungkapkan, PNBP yang belum diÂsetorkan tersebut adalah akuÂmulasi dari sisa PNBP tahun seÂbelumnya. Sebab berdasarkan perÂhitungan dari Kementerian KeÂuangan, setiap tahun Kemenlu hanya diwajibkan untuk meÂnyeÂtorkan PNBP sekitar Rp 400 miliar. “Penyetoran PNBP itu ada atuÂrannya. Kalau jumlahnya samÂpai Rp 610 miliar artinya lebih daÂri satu tahun,†jelasnya.
Jonny meyakinkan, dalam peÂngelolaan PNBP tersebut sama seÂkali tidak ada penyalahgunaan. MaÂkanya sejauh ini Kemenlu meÂmang tidak memberikan sanksi tegas kepada para pejabat terkait, kaÂrena hal itu hanyalah masalah administrasi.
“Karena memang tidak ada penyalahgunaan di balik keterÂlambatan itu. Kalau sampai ada penyalahgunaan hingga meÂlangÂgar hukum, kami tidak meÂnyeÂdiakan anggaran untuk memÂberiÂkan bantuan hukum, dan kami perÂsilakan aparat yang berweÂnang memprosesnya,†tegasnya.
Menurutnya, agar masalah seperti ini tidak terulang lagi, Kemenlu membuat kebijakan berÂapapun PNBP yang diterima langsung disetorkan kas negara. Dengan demikian sesuai dengan rekomendasi BPK supaya kas tersebut selalu kosong.
Untuk mengatasi kurangnya penjelasan dari perwakilan terkait, Kemenlu sudah meminta kebijakan kepada Kemenkeu supaya dana tersebut tetap bisa langsung disetorkan, sambil melakukan proses verifikasi terhadap para perwakilan. “Kemenkeu sudah setuju, supaya semua dana PNBP langsung disetorkan ke kas negara. Setelah kita selesai melakukan peneÂlusuran, baru laporannya kita perbaiki,†terangnya.
Dikatakan, semenjak adanya temuan BPK tersebut, Kemenlu langÂsung berusaha untuk menyeÂtorkan PNBP yang ada ke kas negara. Hanya saja, sampai BPK selesai melakukan pemeÂriksaan, masalah penyetoÂran tersebut masih dalam proses. “Sampai 31 Desember 2010 sudah disetorkan semua, terÂmasuk PNBP sebesar 18 juta dolar AS yang belum jelas perÂuntukannya. Total jumlahnya hampir mencapai Rp 1 triliun,†tuturnya.
Berdasarkan hasil kajian Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR terhadap hasil audit BPK semester I tahun 2010 diketahui posisi saldo kas di Bendahara Penerimaan Kemenlu per 31 Desember 2009 (unauÂdited) sebesar Rp 287,4 triliun. Setelah dikoreksi BPK menjadi sebesar Rp 610,6 miliar, yang merupakan penerimaan negara yang belum disetorkan ke kas negara.
Dubes Tak Diawasi Secara Ketat...
Hariyadi Wirawan, Pengamat HI dari UI
Pengamat Hubungan InÂterÂnaÂsional dari Universitas IndoÂneÂsia, Hariyadi Wirawan tidak heran deÂngan adanya hasil temuan BPK yang menyatakan adanya PNBP sebesar Rp 610, 6 miliar di Kemenlu yang terlambat diseÂtorkan ke kas negara.
Dikatakannya, dulu pengaÂwasan pemerintah pusat terÂhaÂdap para Duta Besar Indonesia di luar negeri kurang ketat, seÂhingga kerap terjadinya tinÂdakan indisipliner. “Dulu masaÂlah-masalah seperti itu memang tumbuh subur,†katanya, belum lama ini.
Ketua Departemen HubuÂngan Internasional FISIP UI ini mengungkapkan, kasus-kasus peÂlanggaran yang bersifat indiÂvidual itu kerap terjadi karena kurangnya pendidikan yang diperoleh para diplomat IndoÂnesia di luar negeri. Tapi tidak berarti masalah tersebut menÂjadi kesalahan dari Kedutaan Besar setempat.
Fasilitas yang ada membuat kebanyakan diplomat kerap bersikap lengah. Dahulu, para diplomat tersebut seperti hanya bertugas untuk melaksanakan perintah dari pemerintah pusat. PadaÂhal sebetulnya, tugas terÂpenting para diplomat itu adaÂlah melayani masyarakat InÂdonesia yang ada di luar neÂgeri. “Mereka melupakan pelayanan publik,†ucapnya.
Setahu dia, saat ini kinerja para diplomat Indonesia sudah semakin baik. Hal itu diseÂbabkan keberanian Kemenlui untuk memperbaiki pendidikan para diplomat.
“Kemenlu sepertinya menyaÂdari, dan melakukan perubahan yang lebih baik. Para diplomat yang bersalah sudah dikenai sanksi. Diplomat-diplomat yang ada saat ini kualitasnya bagus-bagus,†tegasnya.
“Akan Dibahas Secara Khususâ€
Helmy Fauzi, Anggota Komisi I DPR
Anggota Komisi I DPR, Helmy Fauzi menilai, temuan hasil audit BPK di Kemenlu terkait keterlambatan penyeÂtoran PNBP Rp 610,6 miliar meruÂpakan suatu penyimÂpangan dan harus segera ditunÂtaskan. “Saya sudah mempeÂlajari data dari BPK, dan ini jelas merupakan suatu penyimÂpangan angÂgaÂran,†katanya, kemarin.
Untuk menindaklanjuti teÂmuÂan BPK tersebut, Komisi I DPR akan melakukan pembaÂhaÂsan lebih mendalam, dalam wakÂtu yang khusus. “Hal ini akan dibahas secara khusus dengan Menlu, tidak akan digaÂbung dengan pembahasan lain,†tuturnya.
Untuk waktunya, dijadwalÂkan pada pekan depan dalam forum rapat dengar pendapat (RDP) dan diharapkan bisa sampai tuntas. “Kalau sampai semuanya terbukti kita tidak akan mentolerir tindakan KeÂmenÂlu,†tandasnya.
Fokus Pada Tiga Aspek
Sekilas Kemenlu
Pada tahun 2001 Kemenlu menÂcaÂnangkan “Benah Diri†untuk meÂwujudkan prinsip peÂmeÂrintahan yang baik dan meÂningÂkatkan pelayanan kepada maÂsyaÂrakat. Benah Diri dilaksanakan meÂlalui pembentukan budaya kerja yang berdisiplin tinggi, meÂlalui “3 tertib dan 1 aman†(tertib waktu, tertib administrasi, tertib fisik, dan aman personel-informasi-lingkungan kerja), sehingga dapat tercapai sumber daya manusia yang kompeten dan profesional untuk mendukung tujuan organisasi.
Komitmen Benah Diri KeÂmenlu makin teguh dilaksanakan deÂÂngan adanya Peraturan PreÂsiden NoÂmor 05 Tahun 2004 tenÂtang PerÂcepatan Pemberantasan KoÂrupsi. Peraturan ini memÂperÂkoÂkoh usaha Kemenlu untuk membenahi dan menciptakan organisasi dan profesi yang transparan, kapabel dan bersih.
Kebijakan Benah Diri berÂfokus pada tiga aspek utama, yaitu: (1) restrukturisasi orgaÂnisasi DeparÂtemen, (2) reÂstrukturisasi PerÂwakilan RI di luar negeri, dan (3) pembenahan profesi diplomat.
Sebelum Benah Diri, komÂposisi pegawai Kemenlu adalah 1 : 2 antara pejabat diplomatik dan staf administrasi. Setelah Benah Diri, jumlah pejabat diplomatik telah melebihi staf administrasi dengan komposisi 2 : 1. Hal ini sejalan dengan tujuan Benah Diri, yang merupakan proses berkeÂsinambungan untuk memperbaiki diri dalam lingÂkungan global yang dinamis. Dengan demikian diharapkan bahwa melalui proses Benah Diri dapat diciptakan organisasi yang ramping, padat, adaptif, efektif, dan efisien.
Tugas pembenahan profesi diplomat dan peningkatan sumÂber daya manusia ditindaklanjuti dengan menata kembali peraturan keÂpegawaian serta sistem pengemÂbangan dan pembinaan karir. UU No. 37 Tahun 1999 tenÂtang Hubungan Luar Negeri menuntut diplomasi yang kreatif, aktif, antisipatif, tidak sekedar rutin dan reaktif, teguh, rasional dan luwes. Dalam konteks mewuÂjudkan amanat UU tersebut, Kemenlu membenahi seleksi penerimaan CPNS, yang dinilai merupakan tahap penting dalam penataan SDM secara proÂfeÂsional.
Sistem seleksi penerimaan CPNS telah dikembangkan dan diterapkan sejak tahun 2002. Pola rekrutmen terlaksana dalam prinsip transparansi, efektif dan efisien, melalui penggunaan teknologi informasi dan metoÂdologi yang ketat, bersih dan akuntabel dalam penentuan kelulusannya. Proses seleksi inilah yang mendapatkan pengaÂkuan berupa sertifikasi ISO 9001 : 2008. Pembenahan sistem rekrutmen ini telah mendapatkan pengakuan masyarakat dengan meningkatnya jumlah peminat yang mengikuti proses seleksi CPNS Kemenlu.
Pengembangan karir di Kemenlu pun dilakukan berdasarkan sistem merit, dengan memperÂhitungkan kinerja dan capaian tugas. Deplu juga memperbaiki sistem pendidikan dan latihan, peÂnempatan, promosi dan peÂnegakan disiplin pegawai, untuk memperoleh pegawai yang bersih, jujur, dan bersemangat, disamping kapabel secara substansi. Adanya pengakuan profesi diplomat melalui aturan Jabatan Fungsional Diplomat (JFD) pada tahun 2005 menjadi dorongan tambahan bagi Kemenlu untuk benar-benar menjalankan Benah Diri.
Dalam JFD, tugas pokok diplomat merupakan tolok ukur penilaian kinerja. Terdapat lima tugas pokok diplomat, yaitu: mewakili, melakukan negosiasi, melindungi, melakukan promosi, dan pelaporan, yang kinerja dan pencapaiannya akan diukur setiap tahun melalui Sasaran Kerja Individual (SKI). Melalui pemÂbenahan organisasi dan sumber daya manusia ini, pencapaian misi diplomasi UU No. 37 Tahun 1999 di atas diharapkan dapat tercapai dan dipertahankan oleh Kemenlu. Sumber: www.Kemenlu.go.id. [RM]
< SEBELUMNYA
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: