Pemerintah hingga operaÂtor telekomunikasi sudah memÂbuat banyak saluran pengaduan. Pelaku pun sudah ada yang dijerat hukum. Namun tetap saja SMS penipuan masih dikirimkan orang-orang yang nakal.
Terlepas dari apa pun operator selulernya hingga nomor baru atau nomor lama, SMS penipuan meÂmang tidak pandang bulu. Bahkan rutin dikirim. Sampai warga yang menerima SMS tersebut sudah enggan mengadukannya.
Seorang warga, Adiyanto menuÂturkan, dulu pemerintah sampai membuat registrasi nomor seluler alias SIMCard sesuai KTP dan KK. Sampai dia pun kesal karena susahnya meregistrasi nomor yang sudah dipakainya bertahun-tahun. Tapi sekarang, SMS penipuan sama banyaknya dengan dulu di era sebelum registrasi.
"Ini registrasi gak ngaruh kali ye, gue tiap minggu dapat SMS penipuan, awalnya saya selalu melaporkan, sampe capek sendiri karena gak ada efeknya," katanya.
Warga lainnya, Imam mengaku geram dengan SMS penipuan yang sering mampir ke ponselnya. Dia juga sudah sering memÂbuat pengaduan baik ke operator maupun pemerintah, dalam hal ini BRTI.
"Saya beberapa kali kirim pengaduan, tapi hanya sekali yang ditanggapi. Yang bikin reÂpot itu pelanggan juga disuruh lengkapi ini itu oleh operator, padahal sudah jelas terpampang dan di-capture nomer serta isi sms," keluhnya.
Sementara itu, Syahroni meÂnyatakan, dirinya sudah lama menantikan kabar pelaku SMS penipuan ditangkap-tangkapin. Soalnya, dari dulu pemerintah berÂjanji dengan registrasi SIMCard maka pelaku kejahatan SMS peniÂpuan bakal mudah ditangkap.
"Registrasi ulang kartu dengan KTP dan KPK tidak efektif untuk memberantas kasus sms peniÂpuan, katanya registrasi bisa bikin pengguna kartu mudah dilacak, nyatanya isapan jempol doang," sebutnya.
Warga berikutnya, Jono mengusulkan, mungkin perlu aturan yang lebih ketat dan keras. Misalnya soal batas maksimal jumlah SIMCard yang bisa diregistrasi per orang. Kalau perlu orang yang punya banyak SIMCard harus mengurus izin lagi. "Sekarang registrasi juga mubazir, terbukti SMS penipuan sudah kembali ke keadaan sedia kala," ujarnya.
Seorang warga, Fahmi mengatakan, aparat penegak hukum dan instansi berwenang tidak serius memberantas kasus SMS penipuan. Pasalnya, kasus terseÂbut kalah pamor dibanding kasus pencemaran nama baik di medsos. "Coba kalau orang bikin status menjelek-jelekkan pemerintah di facebook, cepet ketangkapnya, lah ini yang ngirim SMS penipuan saÂban hari gak ketangkap-tangkap," sindirnya.
Menyikapi kembali maraknya SMS penipuan, Komite Regulasi Telekomunikasi Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) membuka layanan aduan untuk SMS dan telepon spam berisi peÂnipuan melalui akun Twitter dan aduan melalui telepon.
Komisioner BRTI I Ketut Prihadi Kresna Murti menerangÂkan, pengguna yang mendapatÂkan SMS atau telepon penipuan dapat mengadu ke nomor BRTI di 159, atau yang paling mudah, melalui akun Twitter @aduanbrti. Caranya, jika penipuan berupa SMS, pengguna perlu mengambil tangkapan layar pesan dan mengirimnya ke akun @aduanbrti.
Kemudian, BRTI akan mem-verifikasi dan menganalisis aduan tersebut, lalu membuatkan tiket laporan ke sistem Smart PPI Kominfo, kemudian mengirimÂkan notifikasi melalui email ke operator seluler terkait. Operator akan menindaklanjuti laporan tersebut dan memblokir nomor yang mengganggu.
BRTI memberi tenggat waktu kepada operator 1 x 24 jam untuk menangani laporan terseÂbut. Setelah itu, operator wajib memberi tahu BRTI mengenai penyelesaian laporan tersebut, termasuk jika mereka memblokir nomor-nomor yang diminta.
Ketut Prihadi mengakui, aturan registrasi kartu prabayar yang divalidasi dengan nomor induk kependudukan (NIK) dan nomor kartu keluarga (KK) ternyata belum menutup peluang pengÂgunaan nomor SIMCard secara tidak bertanggung jawab. Seperti dipakai untuk mengirim pesan yang mengganggu dan tidak dikeÂhendaki (spam) yang diindikasiÂkan penipuan.
"Aturan registrasi SIMCard ini kan salah satu upaya saja supaya kita tahu data yang benar dari pemiliknya. Kalau ternyata masih juga disalahgunakan, kita akan mencari celahnya supaya bisa segera ditutup," katanya.
Dia mengungkapkan, maraknya penipuan melalui panggilan teleÂpon atau SMS dikarenakan masih adanya penggunaan NIK dan KK orang lain saat melakukan regisÂtrasi. Data-data penting tersebut saat ini begitu mudah didapatkan di Internet.
"Penyalahgunaan data orang lain saat melakukan registrsi memang masih banyak terjadi. Padahal itu melanggar Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) maupun Undang-undang Administrasi Kependudukan," imbuhnya. ***