Ekonomi gig menggeser pekerjaan manual dalam skala masif. Cara kerja konvensional berubah total. Talent baru dengan sistem kerja kontraktual dan bebas bermunculan. Banyak pekerjaan malahan telah tergantikan oleh robotic tingkat canggih yang disokong oleh teknologi kecerdasan buatan.
Hari ini, walaupun dunia telah berubah namun ternyata apa yang menjadi sifat dari kapitalisme itu tetap panggah. Dunia ekonomi digital itu ternyata tetap berada dalam cengkeram sistem kapitalisme ortodok.
Data yang dikumpulkan melalui bisnis basis platform ternyata hanya diekstraksi untuk kepentingan pengejaran profit segelintir mafia kapitalis. Ekstraktivisme adalah term baru yang bertujuan tunggal; demi tujuan komodifikasi dan komersialisasi dibawah kuasa pemilik modal besar, para kapitalis yang keuntungannya seluruhnya jatuh ke tangan mereka.
Pekerjaan bebas dan kontraktual seperti para freelancer, para pekerja call center, logistik, pengantaran dan lain lain juga berada dalam nasib yang buruk. Sebut saja misalnya para driver pengantaran orang dan barang, mereka itu selain harus menanggung resiko kerja lebih besar, turut menyumbangkan alat atau modal, juga tanpa adanya proses partisipasi yang memadai dalam turut mengambil kebijakan perusahaan di bisnis platform.
Paradigma Baru
Masa depan dunia digital yang adil dan berkemanusiaan itu bergantung pada kepemilikan bersama atas sumber daya teknologi. Untuk itulah ekosistem yang ada harus diarahkan menjadi inklusif dan berkeadilan.
Barang publik digital yang dibiayai publik dan diatur secara demokratis sangat penting untuk mendorong pengelolaan masyarakat terhadap milik bersama digital. Semua diarahkan agar mencapai distribusi nilai yang adil, dan menstimulasi budaya kewirausahaan.
Kebijakan harus mendukung penyediaan konektivitas publik, layanan
cloud, ruang data umum, kecerdasan digital, standar perizinan, dan infrastruktur digital lainnya. Hak kolektif masyarakat atas pengetahuan yang dihasilkan dari data mereka dan hak untuk bersuara dalam tata kelola data mereka harus dilindungi setiap saat.
Gig economy yang tidak memanusiakan pekerja dan mengasingkan masyarakat harus dirombak agar dapat mendorong keadilan, kesetaraan, dan martabat dalam kerja berbasis platform.
Masyarakat yang melakukan eksploitasi algoritmik tidak boleh dipertahankan. Kecerdasan algoritmik harus tunduk pada pengawasan masyarakat dan norma tanggung jawab sosial.
Platform milik pekerja harus dipelihara untuk mewujudkan potensi ekonomi generasi mendatang yang mendistribusikan kembali kekayaan jaringan dan nilai data.
Transisi digital harus diarahkan melalui visi politik untuk meningkatkan cita-cita demokrasi, penalaran kritis, dan kesadaran hak digital bagi warga pengguna. Kebijakan negara di bidang pendidikan dan pelatihan harus mengedepankan prinsip kerja sama, model wirausaha sosial, dan program pendampingan.
Masyarakat yang berkelanjutan didasarkan pada penggunaan teknologi yang bertanggung jawab. Oleh karena itu, pilihan kebijakan untuk digitalisasi harus sejalan dengan perhatian terhadap dampak lingkungannya.
Perekonomian AI harus mendukung paradigma pengetahuan lokal yang regeneratif yang memajukan penghidupan berkelanjutan dan hidup berdampingan secara harmonis antara dunia manusia dan non-manusia.
Bisnis Platform KooperatifDunia digital menghasilkan residu kemanusiaan dan ketidakadilan harus diberikan solusi. Monopoli pendapatan dan kekayaan dari segelintir orang sebagai penguasa data harus dihentikan. Untuk itulah perlu sebuah perombakan total dan mendasar di dalam tata kelola dan tata aturannya.
Untuk menghadapi revolusi digital ini, kita dapat belajar dari masa era revolusi industri yang terjadi pada tahun 1800 an. Pada masa itu mesin gantikan manusia, produksi skala massal dari mesin industri ciptakan sisi penawaran barang berlimpah, sistem persaingan ekonomi kapitalis yang liberal hanya hasilkan keuntungan bagi segelintir orang dan mereka yang hanya punya tenaga dan juga keterbatasan modal menjadi obyek pemerasan dan penindasan.
Pada masa kapitalis industri berkembang dan penindasan berjalan lalu lahirkan sebuah perlawanan besar. Pada waktu itu sebetulnya telah ditemukan model organisasi perusahaan canggih. Namanya adalah perusahaan kooperasi. Tepatnya dideklarasikan pada tahun 1844, dimana beberapa buruh pabrik di Rochdale, Inggris berusaha untuk dirikan perusahaan yang mereka modali sendiri, dikelola sendiri dan diprioritaskan untuk penuhi kebutuhan sendiri.
Dari laporan International Cooperative Alliance (ICA), koperasi saat ini telah meliputi 3 juta perusahaan. Dimiliki oleh 1,3 milyar orang dan beroperasi di seluruh sektor bisnis dari kebutuhan sehari hari hingga layanan barang publik (lihat
www.ica.coop).
Perusahaan koperasi ini yang paling prinsip adalah di kepemilikan. Perusahaan ini terbuka dan dimiliki oleh siapapun juga. Berikan kesempatan kepemilikan bagi pekerja dan bahkan konsumen atau pelanggannya.
Perusahaan koperasi ini beroperasi di seluruh sektor bisnis yang dikerjakan oleh kapitalis, namun dengan cara dan tujuan yang berbeda dengan perusahaan kapitalis. Perusahaan koperasi ini dengan pengakuannya persamaan terhadap harkat dan martabat manusia itu kembangkan cara canggih untuk kendalikan perusahaan secara demokratis dengan hak suara dalam pengambilan keputusan perusahaan bagi setiap orang sama. Tujuannya bukan untuk kejar keuntungan bagi segelintir investor, namun manfaat bagi semua, bagi mereka yang memodali, bekerja, dan bahkan konsumennya.
Berangkat dari pelajaran tersebut maka, ekonomi digital hari ini sebaiknya terus dikembangkan dengan sebuah aturan baru. Bisnis platform kapitalis yang bertumpu keputusan pada pemilik modal harus digantikan dengan model platform yang didasarkan pada prinsip-prinsip kooperatif melalui perusahaan koperasi.
* Disarikan dari Konferensi Platform Cooperative Consortium, Trivandrum, India 29 November - 2 Desember 2023 di mana penulis sebagai salah satu narasumber
**Penulis adalah Penulis buku "Koperasi Lawan Tanding Kapitalisme", Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) dan CEO Induk Koperasi Usaha Rakyat (INKUR).
BERITA TERKAIT: