Upah Minimum yang semestinya terdiri dari upah pokok dan tunjangan yang harus dibayar oleh Pengusaha untuk pekerja baru dengan masa kerja dibawah 1 tahun, dalam prakteknya sering disalahartikan bukan hanya untuk pekerja baru tapi juga yang sudah lebih dari satu tahun sehingga penghasilan yang diterima pekerja yang lama pun relatif stagnan tiap tahunnya, jauh dari istilah sejahtera.
Padahal kesejahteraan pekerja tidak cukup hanya dengan adanya kepastian kenaikan upah minimum saja. Masih banyak hal lain yang harus dilakukan untuk peningkatan kesejahteraan pekerja. Hal tersebut juga sesuai dengan statemen Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri bahwa Upah Minimum adalah hanya merupakan salah satu komponen kesejahteraan pekerja
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, kesejahteraan pekerja/buruh adalah suatu pemenuhan kebutuhan dan/atau keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempertinggi produktivitas kerja dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat. Komponen kesejahteraan bisa berupa upah atau segala penerimaan oleh karyawan seperti jaminan sosial, Bonus, THR atau berupa fasilitas seperti perumahan, transportasi, fasilitas Ibadah, kantin, pelatihan, rekreasi, olah-raga, dan lainnya.
Hal mendesak yang bisa dioptimalkan untuk peningkatan kesejahteraan pekerja adalah implementasi Jaminan Sosial pada seluruh pekerja, penyediaan fasilitas perumahan pekerja dan fasilitas transportasi pekerja. Dengan Jaminan Sosial, pekerja akan merasa tenang karena jika sakit, kecelakaan, meninggal ataupun pensiun sudah ada perlindungan bagi diri atau keluarganya. Dengan adanya fasilitas perumahan yang dekat dengan tempat kerja atau fasilitas transportasi yang murah dari tempat tinggal ke tempat kerja, akan sangat membantu pekerja menghemat pengeluaran upahnya yang sudah minim.
Saat ini, dari sekitar 110 juta pekerja formal dan informal, yang telah menjadi peserta BPJS Kesehatan adalah 20,8 juta dan peserta BPJS Ketenagakerjaan 17,2 juta . Dari angka diatas jelas bahwa masih sangat banyak pekerja yang belum memiliki kepastian perlindungan Jaminan Sosial. Bagaimana nasibnya bila terjadi risiko sakit, kecelakaan, atau meninggal? siapa yang membiayai? bagaimana dengan kelangsungan hidup keluarganya? lantas kalaupun sehat selamat sampai usia pensiun, namun kalau mereka tidak memiliki jaminan hari tua atau dana pensiun, bagaimana kelak nasib mereka di hari tua? kondisi inilah yang perlu diselesaikan secara komprehensif agar para pekerja bisa mencapai level sejahtera. Bagaimana mau sejahtera jika upah yang diterima masih level minimum dan jaminan sosial pun belum diikutsertakan.
Bertepatan dengan momentum kebijakan pemerintah untuk peningkatan kesejahteraan pekerja melalui kepastian kenaikan upah minimum, perlu kiranya dibarengi dengan kepastian pelaksanaan Jaminan Sosial bagi seluruh pekerja. Untuk program kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan, animo pekerja sudah sangat besar karena menyangkut kebutuhan pemeliharaan kesehatan sehari-hari yang langsung mereka rasakan sehingga relatif untuk penambahan peserta tidak terlalu masalah.
Sedangkan untuk program kecelakaan, hari tua, kematian dan pensiun yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan, diperlukan effort yang besar untuk menggiring pekerja menjadi peserta. Hal ini baik disebabkan karena kondisi upah yang masih minim maupun rendahnya kesadaran akan risiko yang mungkin terjadi, sehingga tidak sedikit diantara mereka yang berpikiran "ah, itu kan belum mendesak".
Untuk peningkatan kesejahteraan pekerja, Pemerintah dapat mengoptimalkan peran BPJS Ketenagakerjaan dan Instansi terkait, baik dalam memastikan perlindungan maupun dalam penyediaan berbagai fasilitas bagi pekerja. Melalui dana kelolaan yang mencapai 200 triliyun rupiah, tentu banyak peran yang bisa dilakukan BPJS Ketenagakerjaan tanpa mengurangi hak dan kewajiban pengembalian tabungan kepada peserta. Untuk fasilitas perumahan pekerja, Pemerintah dapat memberikan BPJS Ketenagakerjaan kemudahan regulasi dan penyediaan lahan untuk pembangunan rumah susun di sentra-sentra pekerja sehingga pekerja dapat menyewa rusun tersebut dengan harga subsidi atau minimal non profit.
Untuk membantu transportasi pekerja, BPJS Ketenagakerjaan bisa bekerja sama dengan perusahaan transportasi seperti busway, Damri, bus swasta, armada taksi, ojek online, dan lainnya. Sehingga pekerja yang menaiki sarana transportasi tersebut dapat diberikan diskon. BPJS Ketenagakerjaan dapat juga bermitra dengan perusahaan pengembang Kereta Cepat Jakarta-Bandung, sehingga para penumpang di hari kerja yang mayoritas pekerja dapat menaiki kereta tersebut dengan harga yang lebih murah dari tiket umum. Hal yang sama bisa dilakukan juga untuk perusahaan pelayaran dan penerbangan. Untuk membantu kebutuhan sembako, BPJS Ketenagakerjaan dapat bekerjasama dengan agen, kulakan atau gerai-gerai untuk memberikan diskon kepada para pesertanya.
Program Rumah Susun Sewa maupun diskon sembako telah dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan dalam jumlah terbatas. Tetapi dengan adanya dukungan penuh Pemerintah untuk deregulasi, revitalisasi, kolaborasi dan implementasi yang sifatnya masif, maka jumlah peserta yang akan menikmati berbagai fasilitas tersebut akan jauh lebih banyak.
Bila upaya tersebut bisa dilakukan dengan maksimal dan pekerja dapat merasakan manfaatnya, maka pekerja akan sangat terbantu dalam hal pemenuhan kesejahteraannya. Hal tersebut juga dapat menjadi pendorong bagi pekerja yang belum menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan untuk segera mendaftar. Pada saat yang sama harus dilakukan upaya penegakan hukum oleh Pemerintah, dalam hal ini Instansi pengawas ketenagakerjaan atau Pemerintah Daerah untuk memastikan semua pekerja mengikuti program jaminan sosial dimaksud. Jika kebijakan ini bisa dilaksanakan dengan baik dan konsisten, maka target kesejahteraan pekerja yang dicanangkan Pemerintah tidak sulit diwujudkan.
Hardi Yuliwan,
Pemerhati Jaminan Sosial
BERITA TERKAIT: