Saya belum lupa kata-kata Ketua Dewan Adat Papua (DAP) Forkorus Yoboisembut usai membuka Kongres Rakyat Papua (KRP) III beberapa waktu lalu, “Sekali lagi kami mohon aparat jangan serta-merta mengambil tindakan, kami orang Papua sudah punah, jangan lagi membunuh kami, cukup sudahâ€. Kata-kata itu menggetarkan hati kita semua.
Maka Izinkan saya bersikap asih-asah-asuh. Jika rakyat Papua merasa dianaktirikan oleh Pusat kekuasaan dan elite penguasa, saya ikhlas bersedia menjadi wali semua warga Papua sebagai warga Repblik Indonesia (RI) yang sah, bermartabat dan terhormat. Warga Papua sudah memberikan apa yang mereka punya, namun pemerintah Pusat belum membalas budi baik warga Papua secara sepadan. Ini tak boleh dibiarkan.
Kita semua wajib membela hak-hak warga negara Papua sesuai konstitusi dengan mengedepankan perdamaian, keadilan, dan kesetaraan. Warga Papua bukanlah anak tiri Republik yang boleh ditangkap, disiksa, dan ditembak dengan semena-mena. Tindakan kekerasan dan tidak manusiawi tersebut, justru akan meningkatkan kebencian dan dendam warga Papua kepada NKRI. Padahal, seluruh warga Papua adalah anak kandung kita, anak kandung revolusi kemerdekaan 1945Â dan anak kandung perubahan. Ratusan pejuang kemerdekaan Indonesia dibuang ke Boven Digul, Papua, pada masa kolonial Belanda. Tanah Papua telah memberikan roh dan daya juang terhadap perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia.
Saya sadar sepenuhnya, bangsa kita disibukkan bicara NKRI Harga Mati. Sementara pembunuhan, penganiayaan, penyiksaan, penghilangan, penangkapan, dan penahanan sewenang-wenang orang asli Papua oleh aparat terus terjadi.
Politik dua muka
Rezim SBY-Boediono menjalankan politik dua muka di Papua. Di satu sisi, dalam berbagai pidato dan pernyataannya, SBY menyerukan pendekatan damai, perlakuan setara, dan tanpa kekerasan terhadap warga Papua. Tapi di sisi lain, dalam kenyataannya, berbagai tindakan kekerasan yang tidak manusiawi, yang mengabaikan kesetaraan, terus berlangsung bahkan semakin meningkat di bumi Papua.
Politik dua muka rezim SBY-Boediono tersebut harus kita hentikan sekarang juga. Karena kebijakan itu justru akan memicu peningkatan ketidakpuasan dan keinginan untuk memisahka diri dari Republik Indonesia.
Saya ingin menegaskan, bahwa masalah Papua bukanlah sekadar masalah lokal, tetapi merupakan relfeksi dari kelemahan dan politik dua muka rezim SBY-Boediono. Beberapa negara asing mulai aktif ‘bermain’ di Papua karena melihat kelemahan kepemimpinan nasional. Suatu hal yang mereka tidak akan berani lakukan di masa Presiden Soekarno dan Soeharto. Kelemahan kepemimpinan adalah sumber disintegrasi bangsa, seperti halnya Presiden Gorbachev di Uni Soviet.
Dorong perubahan nasional
Sehubungan dengan itu, marilah kita bersama-sama berjuang mendorong terjadinya proses perubahan secara nasional, sekarang juga! Jika perubahan terjadi, kita akan lakukan perubahan kebijakan dan cara penyelesaian masalah Papua. Tidak akan ada lagi politik dua muka. Dan tidak akan ada lagi cara-cara kekerasan yang tidak manusiawi. Warga Papua adalah anak kandung Republik. Harus dilindungi dan diberi kesempatan untuk berkembang dan maju di berbagai bidang. Kiata juga akan dilakukan perubahan kebijakan pembangunan di Papua, sehingga yang terjadi adalah betul-betul pembangunan kesejahteraan warga Papua, bukan hanya sekadar pembangunan di Papua.
Harus ada dialog, tidak bisa Pemerintah Pusat  bertindak sepihak. Sesuai dengan cara-cara yang pernah dilakukan almarhum Presiden Gus Dur, ruang dialog dan demokrasi harus dibuka seluas-luasnya, sehingga akar masalahnya dapat diketahui, dipetakan, dan dicarikan solusi terbaiknya.
Karena itu, dalam mengatasi kompleksitas masalah di Papua, haruslah mengedepankan pendekatan kemanusiaan, persaudaraan, dan kebangsaan. Tindakan kekerasan yang tidak manusiawi harus dituntaskan secara hukum dengan sejujur-jujurnya dan seadil-adilnya. Harus ada  transparansi dan akuntabilitas dana keamanan kepada TNI/Polri, jangan sampai mengarah pada politik adu domba, di mana aparat keamanan harus berhadapan dengan rakyat Papua, terutama rakyat dan buruh di sekitar perusahaan tambang. TNI/POLRI dan warga Papua adalah saudara sebangsa yang senasib sepenanggungan, bukan kekuatan-kekuatan yang harus dibenturkan.
Sekali lagi, Kita wajib membela hak-hak warga negara Papua sesuai konstitusi dan mengedepankan perdamaian, keadilan dan kesetaraan. Seluruh warga Papua adalah anak kandung kita, anak kandung revolusi kemerdekaan 1945Â dan anak kandung perubahan. Karena kita punya tekad dan kemauan, maka Tuhan Yang Maha Pengasih pasti membuka jalan: Jalan menuju Perubahan, jalan menuju Keadilan, Kemanusiaan, dan Kesetaraan!
Salam Kebangsaan! Salam Sejahtera! [***]
DR. Rizal Ramli
Ketua Koalisi Rakyat untuk Perubahan
Ketua Umum Koalisi Perubahan untuk Papua
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: