Demikian mengemuka di dalam Seminar Peran Pemuda Desa Cerdas Demokrasi dalam Penguatan Kelembagaan Pengawasan Pemilu yang digelar DPN Speda bersama Bawaslu RI di Gedung Joang ’45, Jakarta Pusat, Senin, 22 Desember 2025.
Ketua Umum DPN Speda, Fadli Rumakefing, menegaskan Bawaslu dan KPU tidak cukup hanya berperan dalam pengawasan Pilpres, Pileg, dan Pilkada. Menurutnya, kedua lembaga tersebut juga harus diberi kewenangan mengawasi dan menyelenggarakan Pilkades.
"Politik uang tidak hanya marak di perkotaan, tetapi sudah merusak kehidupan sosial di desa," kata Fadli.
Ia menyoroti fakta bahwa Pilkades selama ini berada di luar sistem demokrasi elektoral nasional. Kondisi tersebut dinilai membuka ruang lebar bagi pelanggaran, konflik kepentingan, hingga penyalahgunaan kekuasaan di tingkat desa.
Speda pun mendorong penguatan pendidikan politik, literasi hukum, dan partisipasi politik yang sehat di desa guna mencegah praktik politik uang serta manipulasi elektoral di masa mendatang.
“Tidak masuk akal jika Pemilu Presiden, DPR, dan Kepala Daerah diawasi ketat oleh Bawaslu, sementara Pilkades yang menentukan arah kekuasaan dan pengelolaan dana desa dari APBN justru tanpa pengawasan independen,” tegasnya.
Karena itu, Speda mendorong revisi Undang-Undang Desa agar secara tegas mengatur Pilkades sebagai bagian dari sistem kepemiluan nasional. Penyelenggaraan Pilkades diusulkan dilakukan oleh KPU, sementara pengawasannya berada di bawah Bawaslu.
Revisi UU Desa tersebut juga diarahkan kepada DPR RI, khususnya Komisi II, agar menjadikan penguatan demokrasi desa sebagai agenda prioritas legislasi. Revisi diharapkan bersifat mendasar dan struktural, bukan sekadar administratif.
Menurut Speda, penempatan Pilkades dalam rezim demokrasi elektoral nasional merupakan langkah strategis untuk memperkuat tata kelola desa, mencegah konflik sosial, serta memastikan kedaulatan rakyat benar-benar berjalan dari desa hingga pusat kekuasaan.
BERITA TERKAIT: