Intelektual Muda:

Jangan Sampai Anarkisme Membajak Demokrasi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/adityo-nugroho-1'>ADITYO NUGROHO</a>
LAPORAN: ADITYO NUGROHO
  • Selasa, 02 September 2025, 03:59 WIB
Jangan Sampai Anarkisme Membajak Demokrasi
Kolase suasana demonstrasi di Bekasi, Minggu, 31 Agustus 2025 dan intelektual muda Pangeran Mangkubumi. (Foto: Dokumentasi RMOL)
rmol news logo Aksi demonstrasi yang diwarnai kericuhan merebak di berbagai penjuru negeri beberapa hari terakhir.

Menurut intelektual muda Pangeran Mangkubumi, hal tersebut adalah hasil akumulasi dari kekecewaan yang terlalu lama dibiarkan menggumpal. 

“Ketika tunjangan DPR meningkat drastis, sementara rakyat masih tercekik oleh mahalnya kebutuhan pokok dan minimnya akses kesejahteraan, ada luka yang kembali dikoyak. Namun jangan sampai tindakan anarkisme membajak demokrasi kita,” ujar Pangeran dalam keterangan yang diterima redaksi di Jakarta, Senin malam, 1 September 2025.

Ia pun bersedih ketika kemarahan rakyat berubah menjadi tindakan anarkisme. Bahkan ada korban jiwa yang melayang dalam aksi tersebut. 

“Ketika spanduk digantikan batu, ketika nyawa warga sipil seperti Affan Kurniawan melayang di tengah kekacauan dan ketika gas air mata menstimulus penjarahan. Pada titik ini, kita harus jujur mengakui ada persoalan bangsa yang harus kita benahi bersama sesegera mungkin,” jelasnya.

Sebagai mahasiswa hukum program pascasarjana UI, Pangeran juga memandang aksi demonstrasi yang berujung anarkis tentu tidak bisa dibenarkan.

Ia menekankan pentingnya keselarasan antara kebebasan berdemokrasi, ketertiban umum, dan supremasi hukum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam konteks yang sama, Pangeran menekankan bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab ganda yakni bagaimana negara wajib melindungi kebebasan demokrasi sekaligus menjaga ketertiban umum. 

Ia menilai tindakan tegas perlu diambil bukan hanya kepada demonstran yang melakukan anarkisme, tetapi juga terhadap aparat jika terbukti melakukan pelanggaran HAM. 

“Negara tidak boleh membiarkan rakyatnya dipukul oleh dua kutub kekerasan dari massa yang tak terkendali maupun dari aparat yang melampaui batas. Ketegasan pemerintah harus diarahkan untuk menegakkan hukum,” ungkapnya.

Bagi Pangeran, demokrasi bukanlah ruang bebas nilai, melainkan sistem yang menuntut kecerdasan publik dan disiplin konstitusional. 

Masih kata dia, aksi menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945, namun hak tersebut tidak dapat dijadikan pembenaran atas perusakan, kekerasan, atau teror psikologis terhadap sesama warga negara.

“Demokrasi sejati adalah yang tumbuh dalam peradaban hukum. Bila kebebasan berjalan tanpa pagar hukum, maka yang lahir bukan kemerdekaan, melainkan kekacauan yang dibungkus romantisme perjuangan,” tambahnya

Pangeran juga mengajak seluruh elemen bangsa, terutama kaum intelektual, mahasiswa, serta pemimpin masyarakat untuk menahan diri dari glorifikasi kekacauan dan kembali ke jalur musyawarah dan nalar kebangsaan yang berakar pada etika serta konstitusi.

“Bangsa ini tidak kekurangan energi, tetapi sering kekurangan arah. Kita tidak sedang kekurangan kritik, tetapi kekurangan kedalaman. Bila ingin menyelamatkan negeri, marilah kita kedepankan akal sehat dan tanggung jawab bersama, bukan letupan emosi sesaat,” pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA