Saksi Ahli Sidang Perkara 7/G/2025/PTUN.JKT dari Universitas Andalas, Khairul Fahmi mengatakan, diperlukan evaluasi dari Presiden Prabowo Subianto atas pemberhentian mendadak KTKI, karena ada kelemahan secara hukum.
“Seharusnya ini ditinjau ulang dengan cara mencabut Kepres 69/M/2024 tentang pemberhentian KTKI,” kata Khairul Fahmi di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, dikutip Minggu 1 Juni 2025.
Dalam pandangannya, peralihan norma tidak boleh menyebabkan kerugian tanpa solusi hukum bagi pihak terdampak.
“Kalau norma peralihan menimbulkan kerugian, maka harus ada jalan keluar. Karena dasar hukum pemberhentian komisioner KTKI saat ini tidak jelas. Maka dasar itu harus diperbaiki dulu,” kata Khairul Fahmi.
Ia bahkan menyarankan revisi terhadap regulasi tingkat Peraturan Pemerintah (PP) untuk memberikan dasar hukum yang lebih kuat dan tidak sekadar melegitimasi kebijakan yang telah terlanjur dikeluarkan.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) untuk bidang HAM dan Hukum Kesejahteraan Sosial, Prof. Heru Susetyo yang juga hadir sebagai saksi ahli menyatakan bahwa pemberhentian anggota KTKI sebelum masa jabatan mereka berakhir akibat kebijakan baru merupakan bentuk ketidakadilan.
Menurutnya, hukum tidak boleh ditegakkan hanya berdasarkan formalitas normatif, tetapi juga harus mempertimbangkan keadilan substansial dan aspek kemanusiaan.
“Hukum tidak dibuat hanya untuk sekelompok orang, tetapi untuk sebanyak mungkin orang. Jangan sampai menzalimi mereka yang sudah mengabdi dengan ikhlas kepada negara,” kata Heru.
BERITA TERKAIT: